57DS - 01

52 21 66
                                    

"Vi, kantin yuk." Gadis bernama Viola itu mendengus kesal karena temannya yang satu ini sangat tergesa-gesa mengajaknya ke kantin.

"Bentar, Ria. Baru bel juga," sahut Viola.

Yah, benar saja, bel istirahat baru berbunyi. Namun, sepertinya Ria sudah tidak sabar untuk menyantap habis jajanan yang ada di kantin.

"Ayo buruan, Vi. Nanti kantinnya keburu ramai," desak Ria yang membuat Viola semakin tak tahan.

"Ya udah ayok." Akhirnya Viola pun pasrah dan mengikuti kemauan Ria untuk segera pergi ke kantin.

Bahkan, Viola dibuat terkejut karena Ria tiba-tiba menariknya saat ia sedang berjalan santai. Yah, alhasil mereka berdua berlari melewati lorong yang cukup panjang untuk sampai ke kantin. Cukup melelahkan dan membuat Viola ngos-ngosan, tetapi tidak dengan Ria. Mata gadis itu justru berbinar-binar karena melihat banyaknya jajanan kantin yang sangat menggiurkan.

"Eh, tunggu dulu," tahan Viola.

Ria menatap dengan raut wajah kesal. Bisa-bisanya saat ia sudah tak sabar untuk makan, Viola justru masih menahan dirinya.

"Apa lagi, sih, Vi?" tanya Ria.

"Ingat, ya. Lo udah janji kemarin kalau mulai hari ini lo bakal lebih irit. Ingat nabung, Ri," tegas Viola.

Memang benar bahwa kemarin sebelum pulang sekolah Ria mengatakan pada Viola kalau mulai hari ini ia akan lebih irit dan menabung. Memang sih menabung untuk masa depan. Untuk sepuluh hari ke depan maksudnya.

Karena sepuluh hari lagi, Viola dan Ria akan pergi jalan-jalan ke beberapa tempat yang sudah mereka ingin datangi sejak lama.
Namun, Ria sempat mengeluh kalau uang tabungannya mulai menipis.

"Udah gapapa. Mulai besok aja deh nabungnya," sahut Ria enteng.

"Tapi, Ri--"

"Bu Nining, bakso sama es teh satu ya."

Dasar Ria. Belum juga Viola menyelesaikan ucapannya, tetapi Ria sudah lari begitu saja menuju tokoh Bu Nining, penjual bakso terenak di sekolah.

"Huh! Dasar," kesal Viola saat melihat Ria yang sudah membawa satu mangkok bakso dan segelas teh ke arah salah satu meja yang masih kosong.

Tak mau tetap berdiri di tempat, Viola pun segera membeli nasi goreng di kantin dan menyusul Ria di mejanya.

"Sok-sokan mau nabung lo," sindir Viola saat ia sudah duduk di sebelah Ria dengan sepiring nasi goreng favoritnya.

"Hehe, hidup cuman satu kali, Vi. Jadi, kalau mau jajan ya gas aja," sahut Ria dengan entengnya. Sementara Viola, ia hanya memutar bola mata malas menanggapi celotehan temannya itu.

Baru saja tiga suap nasi goreng masuk ke dalam mulutnya, tiba-tiba mata Viola menangkap sebuah pemandangan yang sangat tidak ia sukai.

Viola melihat Arga, teman satu kelasnya yang saat ini terlihat sedang berjalan beriringan bersama kekasih barunya.

Arga adalah sosok laki-laki yang pernah membuat Viola merasa jatuh hati padanya.
Sampai suatu ketika, Ria membantu Viola untuk memberi tahu Arga tentang perasaannya saat itu.

Awalnya, semua berjalan dengan baik-baik saja. Arga menerima bahkan membalas perasaan Viola. Sejak saat itu, mereka mulai sering chatting dan bergurau bersama. Namun, siapa sangka bahwa ternyata Arga sudah menyiapkan rencana licik di balik ini semua.

Setelah dua Minggu dekat dengan Arga, tiba-tiba Viola dibuat terkejut dengan berita palsu yang disebarkan Arga ke sekolah, terutama di dalam kelasnya sendiri.

Arga memberitahukan kepada teman-teman kelasnya kalau Viola telah mempermainkannya. Arga menceritakan seolah-olah Viola hanya pura-pura mencintainya dan berujung meninggalkan lelaki itu begitu saja, bahkan tanpa penjelasan sedikitpun.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Yang sebenarnya menjadi korban adalah Viola, bukan Arga. Viola-lah yang telah terjebak dalam permainan licik Arga.

Sampai akhirnya, banyak teman satu kelasnya yang sering memberi sindiran pedas pada Viola. Bahkan Ria juga sering mendapat sindiran karena dialah yang membantu Viola mengungkapkan perasaannya.

Namun, Viola dan Ria selalu berusaha untuk tidak menghiraukan mereka. Toh, mereka juga masih bisa hidup meskipun tanpa teman-temannya yang menyebalkan itu.

"Viola," teriak Ria yang mampu mengejutkan Viola.

Viola yang semula terus menatap ke arah Arga, kini mengalihkan pandangannya pada Ria.

"Kenapa, Ri?" tanya Viola.

Bukannya menjawab, Ria justru meletakkan sendok dan garpunya, lalu menatap tajam ke arah Viola.

"Lo mau gue guyur pakai sambal baksonya Bu Nining, nih. Hah?" Viola mengernyit bingung karena melihat Ria yang tiba-tiba seperti ini.

"Apaan, sih, Ri?" tanya Viola yang masih tak paham.

"Lo dari tadi ngapain aja? Hah?" Mendengar pertanyaan itu, Viola mulai paham kalau Ria kesal karena Viola yang terus-terusan menatap Arga.

"G-gue--"

"Ngapain lo lihatin si monyet gila itu? Hah?" Rasa kesal Ria semakin membludak.

Viola yang tak bisa menjawab pun hanya cengengesan di depan Ria. Ia bingung harus mengatakan apa pada temannya ini. Kalau seandainya Viola jujur bahwa dia masih gagal move on dari Arga, bisa-bisa Ria benar-benar mengguyurnya menggunakan sambal bakso Bu Nining.

"Udahlah, Vi. Gak perih apa mata lo waktu lihat dia. Kayak gak ada pemandangan lain aja," celoteh Ria.

"Iya iya," balas Viola singkat.

"Eh, Ri." Karena tak sanggup menahannya sendiri, akhirnya Viola pun memutuskan untuk bercerita pada Ria meskipun nantinya ia harus mendengar Ria mengomel lagi.

"Apa?"

"Kayaknya gue ..." Ria yang baru saja memainkan hp, kini mendongakkan kepalanya kala mendengar Viola yang menggantung kata-katanya.

"Cukup cinta gue aja yang di gantung, Vi. Lo kalau mau cerita langsung semuanya aja, jangan di gantung juga," cerocos Ria yang lagi-lagi merasa kesal pada temannya ini.

"Gue gamon, Ri."

"Ya Tuhan, nduwe konco kok yo goblok. Wes di larani kok yo sek pancet seneng ae."

("Ya Tuhan, punya teman bodoh banget. Udah di sakiti masih aja tetap suka.")

Viola menahan tawanya saat mendengar Ria yang berbicara dengan bahasa Jawa.
Yah, Ria memang gadis asal Surabaya yang pindah ke Jakarta karena mengikuti ayahnya yang juga pindah pekerjaan.

"Lek goblok ojok nemen-nemen Vi. Koen iku wes di larani, wes di elek-elekno. Kok iso sek seneng karo modelan koyok ngunu," omel Ria yang masih terus menggunakan bahasa Jawa.

("Kalau bodoh jangan kebangetan, Vi. Lo itu udah di sakiti, udah di jelek-jelekin. Bisa-bisanya masih suka sama modelan kayak gitu.")

"La kate yo opo, Ri? Lek wes kadung seneng iki angel ngelaleknone."

("Ya mau gimana, Ri? Kalau udah terlanjur suka itu susah melupakannya.")

Bahkan Viola juga menjawab celotehan Ria menggunakan bahasa Jawa. Meskipun Viola adalah orang asli Jakarta, tetapi ia juga sudah mahir menggunakan bahasa Jawa, dan itu semua juga karena ajaran Ria selama ini.

57 Days Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang