57DS - 21

2 2 0
                                    

Sesampainya di rumah, Kafka segera memberi kabar pada Viola. Saking penasarannya, lelaki itu sampai lupa ganti baju ataupun mandi terlebih dahulu.

"Assalamualaikum, cantik ..." sapa Kafka saat telfonnya sudah di angkat oleh Viola.

"Waalaikumsallam ...."

"Gue udah di rumah, nih. Tadi katanya mau ngomong sesuatu."

"Ka, kali ini pliss perhatiin baik-baik. Ini benar-benar serius dan penting buat kita kedepannya."

"K-kenapa, Vi?" Suara Kafka terdengar gugup dan sedikit gemetar.

"Sebenarnya kita ini apa, Ka?"

Degg

Pertanyaan itu langsung masuk ke dalam hati dan pikiran Kafka.
Butuh waktu yang tidak sebentar untuk Kafka menjawab pertanyaan itu. Namun, karena tak mau membuat Viola menunggu lama, ia pun memutuskan untuk menjawab sesuai dengan apa yang ada di hatinya saat itu.

"Gue suka sama lo. Gue nyaman sama lo, Vi. Dan gue gak mau lo pergi dari hidup gue."

"Tapi, Lidya--"

"Kenapa lo selalu pikirin perasaan Lidya? Kenapa lo gak pikirin perasaan lo sendiri?"

"Ka! Mau bagaimanapun, status Lidya itu adalah kekasih lo. Sementara gue? Gue cuman cewek yang mungkin akan di tuduh perebut kalau kita terus-terusan kayak gini."

"Lo bukan perebut. Tapi lo adalah pilihan gue."

"Tapi, Ka--"

"Maaf, Vi. Gue matiin dulu telfonnya. Nanti gue hubungin lagi."

"Ka? Halo ... Kaa?"

Tutt tutt

Viola menghembuskan nafas pasrah. Gadis itu terlihat kecewa karena Kafka mengakhiri panggilannya disaat mereka belum menemukan solusi dari masalah tentang perasaan itu.

"Harusnya sejak awal, tuh, gue gak usah kenal sama Kafka. Sekarang jadi kayak gini, kan," gumam Viola.

Ia terus menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini. Viola pikir, malam ini adalah akhir dari ceritanya dengan Kafka.
Mungkin, tadi Kafka langsung mengakhiri panggilannya karena ia ingin meminta maaf atas kesalahannya selama ini pada Lidya. Lalu, setelah Lidya memaafkan dan hubungan mereka membaik, maka Kafka akan kembali pada kekasihnya, dan meninggalkan Viola sendiri dengan rasa nyaman yang pernah ia berikan.

"Bodoh banget, sih, Vi. Makannya kalau jatuh cinta itu gak usah terlalu dalam. Jadi gini, kan?" Viola kembali berbicara dengan dirinya sendiri, seraya menatap pantulan dirinya di cermin.

Ingin menghilangkan perasaan resahnya, Viola pun memutuskan untuk mengalihkan dengan cara menonton video Tik-tok atau Instagram, atau bahkan YouTube yang sekiranya bisa menghibur dirinya meskipun hanya sesaat.

Belum terlalu lema Viola bermain hp, rasa kantuk pun mulai menyerang hingga akhirnya gadis itu tertidur pulas.

Keesokan harinya, seperti biasa ia berangkat sekolah bersama April, dan sejak di rumah ia harus mempersiapkan diri dan mentalnya jika nanti di sekolah akan mendapat ejekan lagi dari teman-temannya.

Namun, saat baru sampai di sekolah, Viola dikejutkan dengan Ria yang berlari-lari mendekatinya dengan nafas ngos-ngosan.

"Vi, ak--hirnya, lo dat--ang ju-- juga." Viola menatap kesal karena ia tak bisa mendengar dengan jelas apa yang di ucapkan oleh Ria.

57 Days Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang