Malam harinya, Arthur ingin pergi ke suatu tempat untuk berkumpul dengan temannya dan menyaksikan balapan yang akan diwakili oleh Kafka.
Awalnya, Viola juga tidak menyangka kalau mereka berdua saling kenal. Ia baru tahu saat kemarin Arthur meminjam hp nya untuk menelfon Kafka.
Yang Viola tau, teman-teman Arthur bukanlah golongan laki-laki yang bisa disebut good boy. Mereka sering sekali melakukan balapan, mabuk, bahkan keroyokan.
Hal itu membuat Viola berfikir, apakah Kafka juga seperti itu.Plakk
"Ihh, ngapain lo mikirin dia si, Vi." Viola mengamuk pada dirinya sendiri seraya menampar pipi sebelah kanannya.
Saat itu juga, Arthur datang dari arah belakang dan menertawakan adiknya yang berbicara sendiri.
"Gila lo, Vi?" kekeh Arthur.
Viola terkejut melihat kedatangan Arthur. Gadis itu berusaha tetap cuek dan tidak menggubris ucapan Kakak nya tadi.
Melihat Kakak sudah rapi, Viola langsung tahu kalau Arthur akan keluar dan mungkin baru pulang besok pagi."Mau kemana, Kak?" Meskipun sudah tahu, Viola tetap bertanya untuk memastikan.
"Main, lah. Biar gak diam di rumah aja kayak lo," jawab Arthur yang ditambah dengan ledekan.
Mendengar jawaban itu, Viola memutar bola matanya malas dan mengalihkan pandangannya dari Arthur.
"Repot banget jadi orang," gerutu Viola yang mulai menyalakan TV.
"Apa?" tanya Arthur yang tidak mendengar jelas ucapan adiknya.
"Gapapa."
Yah, benar juga kata Viola, kalau Arthur itu repot.
Hari-hari yang lalu, saat Viola izin pada orang tuanya untuk keluar malam, sebelum orang tuanya menjawab, selalu saja Arthur yang memberi jawaban terlebih dahulu.
Tentu saja Arthur melarang adiknya itu untuk keluar malam, kecuali dengan dirinya.Meskipun Viola sudah memohon-mohon, Arthur tetap melarangnya dengan alasan perempuan tidak baik keluar malam-malam. Nanti kenapa-kenapa. Selalu itu alasan yang Arthur ucapakan saat Viola meminta izin untuk keluar malam.
"Gak jelas," sahut Arthur.
"Apaan, sih, Kak. Kalau mau keluar ya keluar aja, gak usah ngeledekin gue kayak gitu," kesal Viola sambil melemparkan sebuah boneka ke arah Kakaknya.
Memang begitulah kelakuan mereka berdua.
Sejak kecil pun, Arthur sangat suka menggoda adiknya yang gampang sekali marah.
Semakin marah Viola, maka semakin menggemaskan gadis itu di mata Arthur."Yakin lo berani sendirian di rumah?" tanya Arthur yang membuat Viola bingung harus menjawab apa.
Sebenernya jika ditanya berani atau tidak, Viola tidak berani jika harus di rumah sendirian bahkan sampai besok pagi. Namun, gengsinya terlalu besar untuk melarang Arthur agar tidak keluar rumah malam ini.
Jika biasanya ada papa dan mamanya, tetapi karena beberapa hari ini orang tuanya ada pekerjaan di luar kota, akhirnya di rumah itu hanya ada Viola dan Arthur.Beberapa hari lalu Viola tidak khawatir saat Arthur pergi main, karena ada Ria yang mau menemaninya di rumah.
"Berani, lah. Gue kan bukan penakut," jawab Viola yang langsung mengundang gelak tawa Arthur.
"Bukan penakut? Terus yang waktu itu tiba-tiba telfon sama spam chat buat nyuruh gue cepat pulang siapa?" tanya Arthur mengingat kejadian beberapa hari lalu.
Di saat Viola dirumah sendirian, tiba-tiba ia mendengar suara gelas jatuh yang sebenarnya itu adalah ulah tikus di rumahnya. Namun, rasa takut Viola benar-benar besar hingga ia mengirim spam chat bahkan sampai spam telfon pada Arthur dan menyuruh Kakak nya untuk segera pulang.
Arthur yang awalnya tidak mau pulang karena sedang asik dengan teman-temannya, akhirnya terpaksa pulang karena ternyata bukan hanya dirinya yang di spam oleh Viola, tetapi beberapa teman Arthur yang kenal dengan Viola juga mendapat spam chat dan spam telfon dari gadis itu.
Viola memaksa teman-teman Arthur agar menyuruh Kakak nya untuk segera pulang."Apaan, sih, Kak." Viola semakin kesal dan langsung mematikan TV nya lalu bernama masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamar.
Ide licik tiba-tiba muncul di pikiran Arthur. Lelaki itu tersenyum licik lalu mengambil hp nya dan menghubungi salah satu temannya.
"Halo, ada apa, Thur?" Terdengar sebuah suara laki-laki di seberang telfon sana.
"Kalian pergi ke arena duluan aja, nanti gue nyusul."
"Oke, siap."
Tutt
Arthur langsung mengakhiri panggilannya dan bergegas menuju kamar adiknya.
"Vi, gue berangkat, ya." Tak ada jawaban apapun dari Viola saat Arthur berpamitan padanya.
Namun, di dalam kamarnya Viola menggerutu kesal karena ia merasa bahwa Kakak nya tidak peka. Sudah tahu adiknya ini penakut, tetapi Arthur justru lebih memilih main dengan temannya daripada menjada adiknya.
"Huh, dasar Kakak gak peka. Bisa-bisanya dia ninggalin gue sendirian di rumah. Mana udah malam lagi," gerutu Viola.
Ia sengaja tidak menyahuti ucapan Arthur saat berpamitan tadi, karena memang gadis itu masih benar-benar kesal pada Kakak nya.
Prangg
Tok tok tok
Viola terkejut saat tiba-tiba mendengar suara barang terjatuh dari luar kamarnya dan disusul dengan suara ketukan pintu.
Suara ketukan pintu itu terdengar pelan, tetapi menyeramkan, seperti pada film horor biasanya."Tuh, kan. Apa gue bilang. Baru aja Kak Arthur pergi, gue udah dibuat takut aja sama suara-suara itu." Dengan penuh keberanian Viola meletakkan hp nya dan mulai turun dari kasur.
Berusaha menghapus rasa takutnya, Viola berjalan pelan-pelan menuju pintu dan berniat membukanya untuk melihat keadaan di luar kamarnya.
"Hahaha ... Hahaha ...."
Viola langsung berlari menjauh dari pintu dan melompat ke atas kasur lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Gadis itu hampir saja menangis saat mendengar suara tawa yang menyeramkan itu.
"Hihihi ... Hihihi ...."
Lagi-lagi suara itu terdengar dan membuat tubuh Viola semakin bergetar hebat.
"AAAA ... MAMA ...."
Tok tok tok
Setelah mendengar suara tawa, Viola kembali mendengar suara ketukan pintu.
Dengan penuh keberanian dan mulutnya yang terus membaca doa, Viola kembali bangkit dari kasurnya dan secara perlahan berjalan mendekati pintu.Tangannya semakin gemetar hebat saat berusaha membuka pintu kamar itu.
Ceklekk
"HAAAA ...."
"AAAAAAAAAA ...."

KAMU SEDANG MEMBACA
57 Days Story (END)
Roman pour AdolescentsAku menemukannya diantara banyaknya laki-laki yang ku kenal waktu itu. Kedatangannya yang begitu sederhana, mampu memberikan seribu rasa nyaman yang tak pernah nampak pada diri orang lain. Merangkai cerita dengannya adalah hal yang paling berwarna...