57DS - 22

2 2 0
                                    

Hari berganti hari, bulan berganti bulan.
Hubungan antara Kafka dan Viola terus berjalan hingga sekarang.

Yah, seperti hubungan orang lain pada umumnya, Kafka dan Lidya juga pernah berantem karena beberapa hal, tetapi tidak lama setelah itu mereka kembali baikan.

Kafka adalah manusia biasa yang pastinya pernah berbuat salah, dan Viola juga manusia biasa yang seharusnya bisa memaafkan kesalahan kecil Kafka.
Begitupun sebaliknya.

Namun, masalah kali ini sepertinya cukup besar dan membuat Viola harus lebih menurunkan egonya lagi untuk memaafkan.

"Tapi, kan, gue juga gak enak, Vi, kalau harus nolak ajakan dia," ujar Kafka membela diri.

"Terserah." Jawaban Viola sudah terdengar pasrah.

Hanya ada dua pilihan di pikiran Viola kali ini. Memaafkan, atau pergi meninggalkan.

Masalah antara Kafka dan Viola kali ini, ada sangkut-pautnya dengan masa lalu. Bukan masa lalu Viola, tetapi masa lalu Kafka.
Apakah itu Lidya? Bukan.

Kafka sempat memiliki kekasih sebelum Lidya. Gadis itu bernama Fira.
Bahkan, meskipun sampai saat ini Fira belum bisa melupakan Kafka, hal itu tidak menjadi masalah bagi Viola.
Menurut Viola, perdebatan apapun itu masih bisa mereka bicarakan baik-baik, asalkan itu bukan tentang orang lama ataupun orang baru.

Saat hari ulang tahun Kafka kemarin, Viola dibuat sakit hati saat melihat Kafka foto bersama Fira, dengan membawa sebuah buket bunga dan mue coklat.

Di foto itu, Kafka terlihat mengembangkan senyumnya, dan Fira terlihat menggandeng tangan kanan Kafka.
Hal itu membuat Viola benar-benar marah saat melihatnya.

Saat bertemu Kafka di sekolah, Viola pun langsung menanyakan tentang maksud semua itu.
Awalnya, Kafka sudah menjelaskan semuanya bahwa ia terpaksa melakukan hal itu karena merasa tak enak jika harus menolak ajakan foto bersama dari Fira.

"Jujur aja, kalau emang masih suka. Biar gue sadar kalau gue harus mundur." Meskipun Kafka terlihat cool, tetapi di dalam hatinya ia sangat takut jika Viola akan benar-benar pergi meninggalkannya.

"Vi, Kafka beneran gak ada apa-apa kok sama Fira. Dia cuman--"

"DIAM! GUE GAK NGOMONG SMAA LO. JADI, GAK USAH LANCANG LO IKUT CAMPUR URUSAN GUE SAMA KAFKA!"

Farel, selaku teman Kafka yang kemarin mengambil gambar sesuai perintah dari Fira.
Lelaki itu awalnya berusaha membela Kafka di hadapan Viola, tetapi akhirnya ia memilih diam saat Viola sudah berbicara keras dan tegas pada dirinya.

"Sorry, Ka. Mental gue udah mulai ciut," bisik Farel pada Kafka.

"Sayang ... Gue sama Fira beneran gak ada apa-apa. Gue cuman mau menghargai dia yang udah effort datang ke rumah dan rayain ulang tahun gue." Dengan kesabaran seluas samudra, Kafka kembali menjelaskan semuanya pada Viola secara perlahan-lahan.

Namun, sebuah kejadian beberapa hari lalu kembali teringat di pikiran Viola. Dimana Kafka langsung memarahi Viola karena ia merasa cemburu dengan teman satu kelas Viola yang hanya meminjam Tipe-X pada gadis itu.

"Waktu teman gue cuman pinjam Tipe-X, lo udah cemburu bahkan sampai marah sama gue. Terus sekarang, gue gak boleh marah setelah lihat kalian berdua fotbar?" Kafka terdiam setelah Viola banyak mengungkit tentang beberapa masalah yang sebenarnya sudah berlalu.

Namun, menurut Viola hal itu pantas diungkit.
Bayangkan saja, se-possesif apa Kafka pada dirinya. Ia selalu cemburu dan berkahir marah karena melihat Viola berbicara dengan laki-laki lain, yang sebenarnya itu hanya sedang menanyakan tugas, tidak lebih.

Viola tidak masalah jika Kafka melarangnya dekat dengan laki-laki lain. Namun, sebaiknya Kafka juga melakukan apa yang ia larang pada Viola.
Akan lebih baik, jika Kafka tidak terlalu dekat juga dengan perempuan lain.

"Udah, Vi. Pliss, gue gak mau masalah ini jadi makin panjang," lirih Kafka.

"Siapa juga yang mau masalahnya jadi panjang?" Mendengar ucapan Viola, Kafka tersenyum senang karena ia pikir Viola sudah tidak lagi memperpanjang masalah ini.

"Lo udah maafin gue?"

"Lo pikir semudah itu buat percaya lagi sama lo?" Tanpa menunggu jawaban dari Kafka, Viola langsung pergi begitu saja dari hadapan Kafka.

Ingin sekali ia mengejar Viola sampai ke rumahnya, tetapi saat di depan gerbang, ia melihat Viola sudah di jemput oleh abangnya, Arthur.

Akhirnya, Kafka pun tak jadi mendekati gadis itu karena Arthur sudah menatapnya tajam dari kejauhan.
Meskipun begitu, Viola selalu cerita pada Arthur tentang dirinya dan juga Kafka.

Bahkan, saat ada masalah seperti ini, Arthur hampir saja menghajar Kafka karena tak terima kalau lelaki itu menyakiti adik perempuan satu-satunya yang ia punya.

Sesampainya di rumah, Viola segera berganti pakaian dan memakan makan malam yang telah di siapkan.
Bahkan, untuk hari ini ia masih malas jika harus menjawab pesan masuk dari Kafka.

Drrtt drrtt

Baru beberapa suap nasi yang masuk ke mulutnya, tiba-tiba hp gadis itu bergetar dan terlihat nama Kafka pada layar hp nya.

Awalnya, Viola ingin menolak panggilan dari lelaki itu. Namun, Arthur menyuruhnya untuk membalas panggilan itu di depan Arthur sekarang juga.

"Halo, Vi ...." Suara Kafka terdengar sumringah saat Viola menerima panggilannya.

"Vi?" panggil Kafka sekali lagi, karena tak mendapat jawaban dari Viola.

"Hmm?"

"Lo masih marah?"

"Hmm."

"Vi, pliss jangan cuekin gue. Gue--"

"Kalau gak ada hal penting, jangan hubungin gue. Telfon gue lagi kalau lo emang mau mengakhiri hubungan ini dan balik ke masa lalu lo!"

Tutt

Brakk

Viola mengakhiri panggilan itu dan membanting hp nya ke meja. Ia menatap kesal pada Arthur yang tadi sempat memaksanya untuk membalas panggilan dari Kafka.

"Kenapa lo gak coba percaya sama penjelasan Kafka, dan kasih di kesempatan?" tanya Arthur.

"Apapun itu, gue gak suka kalau masih menyangkutkan masa lalu," sahut Viola.

Seketika, mood Viola menjadi rusak dan selera makannya hilang. Gadis itu pergi meninggalkan makanannya yang masih baru masuk beberapa suap ke dalam mulutnya.

Sedangkan Arthur, lelaki itu menghembuskan nafas pasrah. Ia harus sabar dalam menghadapi sikap Viola jika sudah seperti itu.

Sepertinya keputusan Arthur sudah bulat. Setelah ini, ia akan pergi menemui Kafka dan membantunya untuk memperbaiki hubungan antara Kafka dan Viola.

57 Days Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang