57DS - 10

24 13 55
                                    

Flashback on

Seorang lelaki lagi-lagi kembali bercermin seraya merapikan rambutnya dan memakai parfum favoritnya.

Damagenya semakin bertambah saat ia memakai kaos hitam dan celana jeans, ditambah dengan jaket biru navy kesayangannya.

Sebelum berangkat ke arena balapan nanti, Kafka memutuskan untuk mengajak Lidya bertemu di cafe biasanya. Style Kafka saat balapan nanti akan berbeda dengan style nya saat akan bertemu Lidya kali ini.

"Bentar lagi status jomblo gue bakalan bilang," monolog Kafka seraya menatap pantulan dirinya di cermin.

Handphone nya bergetar dan terlihat sebuah pesan dari Lidya. Gadis itu mengatakan kalau ia sudah siap sejak beberapa menit lalu.
Setelah menjawab pesan Lidya, Kafka pun langsung keluar dari rumah dan menjemput gadis yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya itu.

Setelah tiga puluh menit berlalu, akhirnya ia sampai di rumah Lidya. Jarak antara rumah Lidya dan Kafka memang cukup jauh.

"Hai," sapa Kafka saat seorang gadis cantik dengan rambut terurai indah sedang berjalan ke arahnya.

"Hai. Makasih, ya, Kak, udah mau jemput aku," ucap Lidya dengan senyum manisnya. Kafka mengangguk kecil sebagai jawaban, tetapi tatapan lelaki itu juga masih belum lepas dari Lidya.

"Cantik banget, sih, pacar gue." Baru saja bertemu, Lidya sudah dibuat salting brutal oleh Kafka.

Setelahnya, Lidya naik di boncengan Kafka sesuai permintaan lelaki itu.

Sejuknya angin malam menemani perjalanan mereka berdua.
Indahnya gemerlap lampu membuat jalanan terlihat semakin terang.

Karena terlalu asik menikmati perjalanan, mereka sampai tidak sadar kalau tiba-tiba sudah berada di halaman cafe.
Lidya segera turun dan melepaskan helmnya. Begitupun dengan Kafka.

Dengan senyum manis dan tatapan indah, Kafka mengulurkan tangannya untuk menggandeng Lidya.
Dengan kelembutannya juga, Lidya meraih tangan Kafka dan berakhirlah mereka memasuki cafe itu dan terlihat seperti sepasang kekasih yang romantis.

"Makasih, ya, Kak." Kafka menaikkan sebelah alisnya bingung karena ucapan Lidya.

"Makasih buat?" tanyanya.

"Makasih udah mau ajak aku ke cafe malam ini." Mendengar jawaban Lidya, Kafka tersenyum manis dengan tangannya yang terangkat mencubit pipi Lidya gemas.

Setelah memanggil salah satu pelayan, mereka pun segera memesan beberapa makanan dan minuman.

Lidya terkejut saat tiba-tiba Kafka mengeluarkan setangkai bunga yang ia julurkan ke arahnya.

"B-buat apa, Kak?" tanya Lidya yang suaranya terdengar gugup.

Kafka kembali meraih dan menggenggam erat tangan kiri Lidya. Lelaki itu memberi tatapan lekat dan penuh makna.
Mata indah dan tatapan lembut yang mampu membuat Lidya merasa terhipnotis.

"Gue suka sama lo."

Degg

Ucapan itu membuat Lidya terbungkam dan tak tau harus menjawab apa.
Jika bisa, mungkin kita akan melihat banyaknya bunga-bunga dan kupu-kupu indah yang mengelilingi hati Lidya.

Menyadari bahwa telah cukup lama tak ada Jawa dari Lidya, Kafka pun kembali bertanya. "Gimana? Mau gak?" Tanpa berpikir panjang, Lidya langsung mengangguk dengan antusias sebagai jawaban dari pertanyaan Kafka.

"6 Oktober 2023, malam dimana gue menemukan sosok perempuan cantik yang akhirnya bisa jadi milik gue, dan gue janji bakalan selalu jagain perempuan itu."

Lidya hanyut dengan kata-kata manis Kafka. Tak ada sedikitpun rasa takut akan pengkhianatan dari Kafka. Hanya perasaan bahagia dan kemenangan yang dirasakan oleh Lidya saat ini.

"Makasih ya, Kak." Senyum Lidya tak pudar sedikitpun.

"Tapi, aku boleh minta satu permintaan, gak?" Dengan santainya Kafka mengangguk sebagai jawaban.

Lidya terlihat berfikir sekali lagi sebelum ia mengeluarkan ucapannya.

"Apa Kakak mau terus-terusan friendly meskipun sama cewek lain?" Pertanyaan itu membuat Kafka berfikir sejenak karena ia belum sepenuhnya paham.

Lelaki itu mengangguk-angguk paham setelah mengerti dengan maksud ucapan kekasihnya itu.

"Kamu gak suka kalau aku friendly?" Lidya menggeleng menjawab pertanyaan itu.

"Ya udah, mulai sekarang gue gak akan kayak gitu lagi. Ini semua gue lakuin cuman demi lo, ya." Kafka berkata dengan tatapan yang masih tak lepas dari Lidya.

Memang itu kenyataan, sejak awal kedekatannya dengan Kafka, hanya sikap friendly lelaki itulah yang ingin dihilangkan oleh Lidya.
Namun, saat ini Lidya pikir Kafka mau merubah sikap itu demi dirinya.

Flashback Off

•••

Tak mendengar suara Viola lagi, Lidya memutuskan untuk mengintip kakak kelasnya itu lewat spion motornya.

"Kak Viola kenapa?" tanya Lidya saat menyadari tatapan Viola yang tiba-tiba kosong, bahkan wajahnya datar tanpa ekspresi.

Pertanyaan itu mampu menyadarkan Viola dari lamunannya. Gadis itu memaksa senyumnya agar terus keluar. Jika ia terlihat sedih setelah mendengar kabar jadian antara Kafka dan Lidya, ia takut hal itu akan membuat Lidya salah paham.

"Congrats, ya, Lid." Dengan senyum hambarnya, Viola memberi ucapan selamat pada Lidya.

Saat diperjalanan pulang, Lidya terus menceritakan banyak hal tentang hubungannya dengan Kafka sejak awal sampai sekarang.
Namun, tanpa Lidya sadari, hal itu mampu membuat teman ceritanya merasa semakin galau.

Meskipun hatinya sedang tak karuan, Viola juga menuntut dirinya untuk memahami semua ini. Tidak mungkin juga jika ia harus melarang Lidya bercerita tentang kekasihnya sendiri. Sangat tidak masuk akal.

"Waktu pertama kali aku confess sama Kak Kafka, responnya masih biasa aja. Tapi ternyata lama-kelamaan kita jadi semakin dekat, dan akhirnya bisa menjadi sepasang kekasih kayak sekarang." Cerita Lidya tidak hanya masuk ke telinga Viola, tetapi juga masuk ke dalam hati gadis itu.

Pikirannya saat ini hanya diisi oleh bayangan dirinya dan Kafka saat pertama kali bertemu, lalu saat Viola mulai menaruh rasa, dan sampai dirinya yang mengetahui fakta bahwa ternyata Kafka telah memiliki kekasih.

57 Days Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang