57DS - 19

4 2 0
                                    

Keesokan harinya, Kafka terkejut karena saat ia terbangun jam sudah menunjukkan pukul 06.35, beberapa menit lagi bel masuk akan terdengar di sekolahnya.

Dengan segera, Kafka pun berpamitan pada Farhan dan Faris untuk pulang terlebih dahulu.

"Bang, gue duluan, ya. Nanti tolong bilangin ke Bang Arthur," ucap Kafka.

Setelah mendapat jawaban dari Farhan dan Faris, Kafka pun segera melajukan motornya untuk kembali ke rumah, lalu bersiap dan berangkat ke sekolah.

Kini, waktu tersisa lima menit untuk Kafka sampai di sekolah. Sementara itu, ia dibuat kesal dengan orang rumah yang terus saja mengomentari Kafka yang baru pulang pagi ini, dan tak ada kabar sejak kemarin.
Karena waktunya tidak lama, Kafka pun tak mau mendengarkan komentar-komentar itu lagi.
Ia menarik gas nya dan sampailah di sekolah pada pukul 07.01.

Gerbang hampir saja ditutup, tetapi karena ia pandai merayu pak satpam, akhirnya ia pun bisa masuk dan terbebas dari golongan kategori siswa terlambat.

"Kak Kafka," sapa seorang gadis dari belakang Kafka.

Siapa lagi kalau bukan Lidya, kekasih lelaki itu. "Halo, sayang," sahut Kafka dengan senyum manisnya.

"Kakak terlambat?" tanya Lidya yang dibalas gelengan kepala oleh Kafka.

"Kak, nanti pulang sekolah makan siang bareng, yuk," ajak Lidya yang membuat Kafka berfikir sekali lagi saat ingin menerima ajakan gadis itu.

"Kayaknya gue gak bisa, deh."

"Yah, kenapa?"

"Mmm, gue ada janji buat jenguk teman gue yang lagi masuk rumah sakit," balas Kafka.

"Ya udah, deh. Kapan-kapan aja. Oh, iya, aku masuk kelas dulu, ya. Udah bel. Dah, Kak ...." Lidya bergegas memasuki kelasnya seraya melambai ke arah Kafka.

Sebenernya teman yang di maksud oleh Kafka tadi adalah Viola. Entah mengapa rasanya Kafka ingin sekali terus berada di sisi gadis itu.

Hari ini, waktu pembelajaran tidak lama seperti biasanya. Pukul 10.00 semua murid sudah dipulangkan karena para guru akan melaksanakan Rapat.

Setelah usai mengikuti pembelajaran yang hanya sebentar, Kafka langsung mengambil hp nya dan mencari nomor Arthur untuk ia hubungi.

"Halo, Bang."

"Iya, kenapa, Ka?"

"Masih di Ruang Sakit, kan?"

"Iya."

"Oke, gue otw ke sana."

Tutt

Jika langsung menuju ke rumah sakit, takutnya Viola sudah diperbolehkan pulang dan tak ada satupun dari mereka yang berada di sana.

Setelah mengakhiri panggilannya dengan Arthur, Kafka pun segera mengambil motornya di parkiran dan bergegas menuju rumah sakit.

"Kok akhir-akhir ini Kak Kafka kayak jarang ada waktu ya buat gue," keluh Lidya yang berada tak jauh dari parkiran. Ia melihat kepergian Kafka dengan raut wajah lesu.

Jarak antara rumah sakit dengan sekolah tidak terlalu jauh, dan tak membutuhkan waktu yang lama untuk seorang Kafka sampai di rumah sakit.
Sebelum ke rumah sakit, ia tak lupa membelikan beberapa camilan untuk Viola.

Tok tok tok ...

Lelaki itu mengetuk pintu ruangan sebelum akhirnya membuka pintu dan berjalan masuk mendekati Arthur dan Viola.
Kafka tersenyum tipis saat melihat wajah kebingungan Viola.

"Ngapain lo?" tanya Viola dengan raut wajah yang berubah menjadi judes.

"Emangnya gue gak boleh ke sini?" tanya Kafka balik.

57 Days Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang