Dia Dokter Arzali

130 29 4
                                    



Selama ini saya menolak menatap lawan jenis lebih dari lima detik. Tapi entah kenapa mata cokelat terangmu membuat saya ingin terus menenggelamkan diri di dalamnya.

Arzali Bimantara

"Ayo satu lagi," bujuk Prillyza sembari menyodorkan sesendok bubur ke Dafa. Anak itu sudah sadar sedari tadi, dia sempat menangis karena merasa sakit dan perih dibagian lukanya. Untunglah Prillyza berhasil menenangkan. Orang tua Dafa belum juga tiba, meski waktu sudah malam.

Sore tadi rekan Prillyza sudah mengantarkan tas dan ponsel Prillyza. Sekaligus membawakan alat sholat dan pakaian ganti. Prillyza sampai harus numpang mandi di rumah sakit karena tidak ada yang bisa menjaga Dafa.

"Pahit, Bu. Rasanya enggak enak," keluh Dafa untuk kesekian kalinya. Bibirnya tetap terbuka meski terpaksa. Ia harus menelan makannya itu karena ancaman Prillyza. Jika dia tidak makan maka ibu guru cantik favoritnya itu akan sedih. Dafa tidak suka itu.

"Sekarang minum obat, ya. Setelah itu tidur lagi."

"Dafa enggak mau tidur, Bu!" tolaknya.

"Kenapa?" tanya Prillyza yang tengah sibuk menyiapkan obat.

"Mau lihatin Bu Prillyza aja, sayang kalau cantiknya dilewatkan." Prillyza hanya terkekeh. Anak zaman sekarang memang sulit dimengerti. Anak sekolah dasar bahkan sudah bisa membedakan mana wanita cantik, sudah tahu bagaimana cara menggombal pula. Sepertinya Dafa ini akan jadi Fakboy di masa depan nanti.

"Kamu ini, nanti ibu laporin ke orang tua kamu loh, kalau kamu ngomong gitu ke ibu." Prillyza menyuapkan obat, langsung ditelan oleh Dafa.

"Enggak papa, Bu. Papi aku juga suka bilang kalau Ibu itu cantik. Kayak bidadari," balas Dafa setelah meminum air putih. Prillyza hanya bisa tersenyum sambil geleng kepala.

"Papi aku juga pernah bilang, kalau enggak ada Mami, Papi pasti udah lamar Bu Prillyza." Prillyza dibuat agak terkejut, setengah tidak percaya jika ayah Dafa berkata begitu. Namun anak sepolos Dafa tidak mungkin berbohong atau mengarang, kan?

Pintu ruangan terbuka, terlihat dokter tampan muncul dan berjalan masuk ditemani seorang suster. Prillyza tahu itu adalah Dokter Arzali, kata Kakek Ahmad memang benar, dokter itu datang untuk memeriksa keadaan cucunya.

Prillyza melihat bagaimana cara pria itu membujuk cucu si kakek untuk disuntik, sembari mendengarkan ocehan Dafa yang ngalor-ngidul membicarakan pujian papinya untuk Prillyza. Tanpa sengaja Arzali mendongak dan tatapan keduanya bertemu. Cukup lama keduanya memandang, seolah ingin saling tenggelam dalam keindahan bola mata masing-masing.

Dokter Arzali lebih dulu mengalihkan tatapan, karena suster memangilnya. Prillyza merasa malu dan memilih menyembunyikan wajahnya. Kembali fokus pada Dafa.

"Nak Prillyza," panggil Kakek Ahmad. Entah sejak kapan dia berdiri di belakang Prillyza bersama Dokter Arzali.

"Iya, Kek?"

"Nah, Dokter ini Nak Prillyza. Yang tadi saya ceritakan."

Prillyza melihat Dokter itu mengangguk, kemudian Kakek Ahmad pamit.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Arzali. Dia jarang sekali membuka obrolan lebih dulu, tapi melihat gadis di depannya tetap diam dia memutuskan lebih dulu  buka suara.

"Enggak ada, Om, jangan deket-deket Bu Prillyza!" Bukan Prillyza tapi malah Dafa yang membalas. Anak itu menatap tajam pada Arzali, bukannya marah atau tersinggung Arzali justru tersenyum tipis.

ArzaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang