Memilih adalah kesempatan yang seringkali datang pada seseorang, tetapi memutuskan pilihan yang tepat bukanlah suatu hal mudah dan tidak bijak rasanya apabila terlalu terburu-buru memutuskan karena terbawa suasana.
Prillyza Anindya
Mobil BMW milik Arzali berhenti di depan sekolah dasar tempat Prillyza mengajar. Hari ini sudah sepekan lewat setelah pertemuan mereka di taman waktu itu dan hari ini rencananya Arzali akan mengajak Prillyza bicara lebih serius soal mereka. Sebab itulah, hari ini Arzali datang tanpa pemberitahuan lebih dahulu memutuskan langsung menjemput Prillyza, gadis itu sedikit sulit bila diajak membuat janji bertemu.
Dilihatnya jam tangan dengan harga yang tidak murah di pergelangan tangan kirinya. Pukul sepuluh lewat lima belas menit masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi sebelum jadwal pulang.
Arzali menunggu dengan bersandar pada bagian depan mobil jemarinya terampil membalas pesan beberapa pasiennya yang berkonsultasi juga membalas beberapa pesan pekerjaan.
Perhatian beberapa orang tua murid terutama kaum ibu-ibu menatap penuh kagum pada ciptaan Tuhan yang hampir sempurna itu. Tubuh tegap tinggi dengan rahang tegas yang ditumbuh rambut halus dan sorot mata teduh.
Arzali menggulung lengan kemeja navinya sebatas siku, merasa sengatan matahari mengenai kulit cerahnya. Dikibaskan sedikit bagian kerah mencoba memberikan angin segar untuk mengurangi gerah yang melanda.
Sepuluh menit sudah ia menunggu, dilihatnya ke dalam beberapa siswa mulai berhamburan keluar meski masih bisa dihitung dengan jemari tangan.
Ditengah kefokusannya menatap anak-anak menggemaskan, suara mesin mobil berhenti tepat di depannya mengalihkan perhatian Arzali. Sebuah pajero putih berhenti berjarak beberapa meter saja, posisinya berhadapan lurus dengan mobil BMW miliknya.
Tidak lama sosok lelaki jangkung turun dengan balutan pakaian formal dan sebuah jas yang Arzali yakini merupakan jas dengan merk ternama. Lelaki itu menatap Arzali dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Menjemput anak?" Sebuah pertanyaan terlontar membuat Arzali mengerutkan keningnya. Apakah orang asing ini tengah bicara padanya?
"Saya?" tanyanya dengan nada dingin.
"Tidak, saya menemui seseorang," lanjutnya. Mengabaikan lawan bicaranya Arzali memilih fokus menatap kedua sepatunya.
"Uncle Haidar!" Suara khas anak kecil memanggil dengan sapaan ceria segera disambut oleh rentangan tangan Haidar, segera gadis kecil itu memeluk paman kesayangannya. Di belakangnya seorang ibu guru dengan balutan rok rampel hitam dan batik coklat dengan hijab polos senada dengan warna roknya menggandeng tangan anak kecil lelaki dan membantunya berjalan.
"Om Dokter!" Panggilan Dafa pada sosok Arzali yang tadinya sibuk menunduk menarik atensi Prillyza yang tadinya tidak memerhatikan sekitar karena fokus bertukar kabar dengan mami Dafa yang memintanya menjaga anak ibu sebab sang mami dalam perjalanan menuju sekolah. Prillyza dibuat terkejut dalam satu waktu melihat dua orang yang dikenalnya ada di satu tempat yang sama.
"Prillyza." Arzali dan Haidar saling tatap begitu mereka menyebut nama dari gadis yang memang sama-sama sengaja ditunggu oleh keduanya.
"Bu Prillyza, ditunggu sama dua pangeran," bisik Dafa membuat si pemilik nama memutar bola matanya tanpa sepengetahuan anak didiknya tentu saja. Perlahan Prillyza melangkah maju bersama Dafa di sampingnya masih setia berada dibawah pengawasannya, sebab anak super aktif itu masih dalam masa pemulihan.
"Dokter Arzali, Pak Haidar," sapa Prillyza ramah sebagai formalitas semata. Meski dibenaknya masih saja ada tanya tentang mengapa Arzali bisa ada di tempat ini. Kalau Haidar, sudah jelas masih ada hubungannya dengan Chisa, sebab lelaki itu memang kerap kali mengantar jemput keponakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arzali
RomanceMelupakan menjadi sesuatu yang hampir mustahil bagi setiap manusia. Begitu pun bagi seorang Arzali. Dokter berusia hampir kepala tiga yang belum bisa melupakan kenangan buruk yang terus menghantui dirinya. Baginya, wanita dan cinta adalah dua hal ya...