Mentari pernah tenggelam sebab tugasnya selesai disatu hari, tapi ia juga kembali terbit untuk memenuhi tugasnya dihari-hari berikutnya. Seperti itulah saya akan berhenti ketika kamu minta tapi akan kembali berusaha ketika menemukan kesempatan.
Arzali Bimantara
"Perbuatan Anda kurang sopan Tuan Arzali," sindir Prillyza ditengah keheningan yang menyelimuti mobil BMW milik Arzali.
"Lalu bagaimana baiknya Ibu Guru?" balas Arzali santai, menghiraukan raut kesal Prillyza dengan wajah gadis itu yang memerah.
"Harusnya bisa pamitan baik-baik. Dan juga kasihan Pak Haidar."
"Jadi lelaki yang kau suka itu namanya Haidar?" sela Arzali, satu alisnya terangkat tanda menggoda Prillyza meski nada tidak suka kentara sekali menyapa gendang telinga guru muda itu.
"Kalau tidak salah, dia sempat menyebut Anda sebagai calon istrinya." Nada dingin Arzali membuat Prillyza membisu.
Belum pernah didengarnya nada sedingin dan sedatar ini dari siapa pun. Meski bukan pertama kalinya bicara dengan seorang Arzali tetapi ini pertama kali ia mendengar nada asing ini. Apakah seperi ini pembawaan Arzali ketika ia tidak suka pada suatu hal? Apakah ini karakter seorang Arzali yang belum Prillyza ketahui atau mungkin ini baru pertama kali ditunjukkan Arzali di depannya?
"Dia bicara, be-begitu?" gugup, Prillyza benar-benar gugup. mengapa rasanya seperti ia adalah istri yang ketahuan selingkuh atau seorang adik yang ketahuan pacaran diam-diam oleh kakaknya.
"Ya, dia bilang begitu, mana mungkin saya mengarang Zaza?" Nada bicara Arzali kembali, tidak sedingin tadi juga raut wajahnya tidak sedatar tadi. Setidaknya ada aura terang yang terpancar meski belum sepenuhnya memudarkan hawa dingin.
"Jangan terlalu didengarkan, Pak Haidar mungkin hanya bicara sembarangan."
"Saya tahu benar, laki-laki dewasa seperti dia tidak mungkin bicara sembarangan. Dia pasti punya dasar yang kuat mengatakan semua itu, dan saya rasa kamu juga sadar betul bahwa tatapannya begitu memujamu. Saya tahu bukan hak saya untuk ikut campur. Tapi mengingat saya saat ini tengah mencoba mendekati kamu, dan melihat bagiamana sosoknya. Saya rasa kami akan bersaing." Kening Prillyza berkerut, bersaing apa maksudnya? Apakah mereka berdua adalah pesaing bisnis? Tapi profesi mereka berbeda.
"Bersaing untuk apa?" Pertanyaan bodoh macam apa itu Prillyza. Rutuknya dalam hati. Dari sekian banyak rangkaian kata dibenaknya kenapa harus pertanyaan diluar nalar yang tercetus. Padahal melihat situasi sudah jelas bukan bahwa yang menjadi dasar permusuhan antara dua lelaki itu adalah dirinya sendiri.
"Kamu bukan lagi remaja yang tidak mengerti maksud lelaki dewasa yang bersikap padamu. Bukankah perlakuan berbeda menggambarkan bagaimana perasannya padamu?" Arzali terlalu memusingkan untuk Prillyza. Lelaki itu memiliki banyak teka-teki dan kalimat rumit yang begitu sulit ia cari garis tengahnya.
"Jadi langsung saja, saya sudah lelah dengan padatnya jadwal hari ini. Dokter ada keperluan?" Mengalihkan perhatian dari topik tentang ucapan Haidar lebih baik menurut Prillyza. Daripada harus berpusing ria membahas hal yang ia saja tidak ambil peduli. Bukankah sejak awal dia sudah mengatakan kalau misal ia belum siap menikah dan secara tidak langsung telah menolak lamaran Haidar.
"Saya sulit menemui kamu, saya minta maaf jika ini membuatmu merasa terganggu. Tapi bisakah saya minta waktu beberapa menit untuk bicara berdua dengan Bu Prillyza?" Prillyza membuang muka, Arzali yang jahil nampaknya kembali.
Tindakan lelaki ini memang terkadang diluar nalarnya sebagai manusia, bagaimana bisa mau bersusah payah menjemputnya hanya karena ingin bicara. Padahal sederhananya, mereka memiliki kontak masing-masing dan bisa menghubungi lewat ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arzali
RomanceMelupakan menjadi sesuatu yang hampir mustahil bagi setiap manusia. Begitu pun bagi seorang Arzali. Dokter berusia hampir kepala tiga yang belum bisa melupakan kenangan buruk yang terus menghantui dirinya. Baginya, wanita dan cinta adalah dua hal ya...