Sosok Haidar

113 20 0
                                    


Dia memang lelaki baik, hanya saja aku masih merasa dia orang asing dan aku belum siap menjalin hubungan serius.

Prillyza Anindya

Haidar Azzamy, tampan dan mapan. Baik dalam segi kepribadian. Anak tunggal pasangan pengusaha bidang properti yang terkenal di Kota Bandung. Haidar tinggal di Jakarta bersama kakak sepupunya. Hal itu karena tuntutan pekerjaan. Ia adalah seorang arsitek muda. Haidar masih sendiri diusianya yang sudah sampai di tahun kedua puluh tujuh.

Lelaki tampan dengan tinggi 178 cm, rahang tegas dengan kumis tipis memambah aura tegas. Mata hitam dengan bulu mata pendek, bibir tipis berwarna merah alami karena ia bukan seorang perokok. Haidar tumbuh dikeluarga yang melarang keras anggotanya mengkonsumsi rokok.

Haidar membenarkan letak dasinya. Hari ini, sesuai janji ia akan bertemu dengan gadis yang telah lama ia kagumi dalam diam. Kekaguman itu berawal ketika ia melihat Prillyza untuk pertama kalinya. Saat itu ia dimintai tolong mengantar anak pertama kakak sepupunya yang akan masuk sekolah dasar. Awal ia melihat Prillyza adalah dua tahun lalu. Setiap hari ia mengantar keponakannya, lalu diam sebentar didekat gerbang hanya untuk melihat Prillyza. Meski sebentar itu cukup untuknya.

Rasa yang semakin mekar dalam hatinya membuatnya mencari tahu tentang sosok Prillyza. Semakin ia mengenal gadis itu ia semakin jatuh dalam pesonanya. Ia sampai membulatkan niatnya dengan cara melamar si pujaan hati. Ia tahu, mungkin ini akan mengejutkan gadis itu, mengingat ia tak pernah berani menemuinya meski sekali.

Usai memastikan penampilannya kembali rapi, ia segera mengendarai mobil BMW hitamnya, menunju Cafe.

**

Prillyza turun dari Bus, berjalan melewati trotoar. Jarak halte bus dan tempat tujannya hanya sekitar seratus meter. Ia sedikit terburu-buru mengingat ia terlambat lima belas menit. Prillyza hampir saja melupakan janjinya untuk bertemu dengan lelaki yang telah melamarnya. Semua itu karena hari ini ada lomba di sekolah. Semua murid sangat antusias membuat Prillyza pun semangat mengikuti acara.

Prillyza mendorong pelan pintu kaca, melangkah masuk sembari mengedarkan pandangannya. Ia melihat seorang laki-laki dengan jas Abu-abu melambaikan tangan ke arahnya. Mungkin itu orangnya.

Prillyza segera melangkah ke meja nomor lima belas yang ada didekat kaca yang menghadap langsung ke sebuah taman mini di pinggir bangunan cafe. Lelaki itu pintar memiilih tempat yang nyaman untuk mengobrol santai.

"Apa anda Tuan Haidar?"

"Iya, duduklah Prillyza." Haidar berdiri, sekedar untuk menarikkan kursi yang akan diduduki Prillyza.

"Terima kasih," ucap Prillyza tulus.

"Harusnya aku yang berterima kasih karena kamu sudah mau menemuiku." Kosa kata yang dipakai Haidar adalah aku-kamu. Seolah mereka berdua sudah akrap.

"Saya harus menemui Anda. Karena yang Anda lakukan menyangkut masa depan saya." Haidar merasa kurang nyaman dengan cara bicara Prillyza yang terlalu formal. Ingin menyampaikan pendapatnya tapi ia takut Prillyza akan merasa kurang suka.

"Jadi kita bertemu untuk membahas itu?" tanyanya menyatukan kedua telapak tangannya saling menggengam di atas meja.

"Tentu, jujur saya sangat terkejut." Haidar menebak bahwa Prillyza adalah seseorang yang suka bicara langsung keinti. Terbukti bahwa gadis itu tidak mau berbasa-basi dengannya. "Maaf jika menurut Anda sikap saya kurang menyenangkan," ujar Prillyza. Ia sebenarnya merasa bingung bagaimana cara bersikap di depan laki-laki yang telah melamarnya.

"Tidak papa. Aku tahu kamu pasti merasa terkejut. Terlebih kamu tidak pernah bertemu atau mengenalku sebelumnya." Haidar menyeruput secangkir kopi pesanannya. Matanya menatap Prillyza yang nampak gelisah. Gadis itu beberapa kali menghela napas berat.

ArzaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang