Sesaat setelah pertemuan kita hari itu, saya ingin langsung meminta restu dan pendapatnya perihalmu. Hanya saja saya masih menunggu kesiapan darimu juga percaya diriku.
Arzali Bimantara.
Rania berlari riang memasuki rumah, gadis remaja itu langsung heboh memanggil bundanya. Dia tidak sabar menceritakan pertemuannya pagi ini dengan kakak kelas yang merupakan idolanya.
"Mandi dulu, Ran," kata Arzali, gemas sendiri melihat adiknya yang terus bernyanyi riang sepanjang perjalanan mereka.
"Wah ada angin apa nih, si bungsu konser pagi-pagi gini." Raka berjalan dari arah dapur membawa beberapa toples nastar buatan Hifza, wanita paruh baya itu memang senang sekali membuat berbagai jenis olahan kue.
Selain karena hobi kebetulan seluruh anak-anaknya juga suka ngemil, jadi daripada banyak beli makanan kurang sehat dari luar Hifza berinisiatif membuat camilan untuk keluarganya. Karena kebetulan hari ini Raka tidak ada acara dan sedang malas keluar rumah jadinya dia disuruh membantu sang bunda.
"Ih Kak Raka gatau aja, Raina habis ketemu sama siapa. Mau coba tebak engga?" Antusias Rania menyerobot satu buah toples nastar berisi selai nanas dan segera melahap isinya.
"Heleh, paling ketemu cowok ganteng atau lihat ayam jago Pak RT."
"Ish engga, ya, Rania tadi ketemu sama calon adek iparnya Kak Arzali."
Arzali terbatuk mendengar penuturan adiknya, seketika menyambar segelas orange jus yang dibawa Fian membuat si empunya berdecak kesal. Baru juga datang sudah kena getah dari perbuatan adiknya dan saudaranya yang lain.
"Maksudnya adeknya pacarnya Bang Arzali?" tanya Raka sok polos. Rania sontak memberengut kesal, yang dimaksud bukan adik dari pacar abangnya tapi laki-laki yang dia impikan sebagai jodoh masa depannya.
"Ish, itu cowok ketos di sekolah Rania, dia itu calon adek iparnya Kak Arzali soalnya dia, kan pacarnya Rania." Tonyoran cukup keras mengenai kening gadis itu membuatnya mencak-mencak kesal.
"Sekolah yang bener, ijazah SMA aja belom punya sok-sokan ngomongin jodoh kau bocil!" sewot Fian.
Lelah mendengar obrolan unfaedah dari saudaranya ia memilih berlenggang. Lebih baik ia mandi dan menyegarkan diri, lelah juga menguras kolam ikan milik tetangga dan rejekinya dia dapat gratis lima ekor gurame kesukaannya. Akhirnya ia memiliki hari libur yang bermanfaat.
"Bener tuh kata Fian, abangmu yang ijazah udah S2 aja masih belum mikir jodoh, kamu yang SMA tali sepatu masih suka minta tolong iketin, bekal masih disiapin Bunda mau sok-sokan ngomongin jodoh. Belajar, Cil belajar!" Raka membuat adiknya semakin kesal, hampir saja Rania melempar toples kue di pangkuannya bila tidak ditahan oleh Arzali. Memang kakaknya yang paling baik hati, penyayang juga perhatian hanya Arzali. Dua lainnya seperti tuyul jail yang hanya bisa mengganggunya.
"Nyebelin banget, sih jadi manusia, untung Rania sama Kak Arzali titisan malaikat." Arzali tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak membentuk bulan sabit, adik kecilnya yang sangat menggemaskan. Di acaknya pelan pucuk kepala Rania kemudian dirapikan kembali kepangannya yang berantakan karena ulahnya sendiri.
"Mandi aja sana, Bunda juga masih sibuk masak, nanti lagi ceritanya, ya. Kakak juga gerah," ucapnya halus penuh kasih.
Rania merespon dengan acungan ibu jari dan gadis bawel itu akhirnya luluh. Memilih untuk masuk ke kamarnya meninggalkan Arzali yang diam ditempat dengan pandangan melihat ke arah dapur. Sejenak hendak melangkah masuk tetapi urung ketika merasa hal yang hendak dibicarakan tidak terlalu penting, setidaknya untuk saat ini. Biarlah Arzali simpan sendiri perihal apa yang dirasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arzali
RomanceMelupakan menjadi sesuatu yang hampir mustahil bagi setiap manusia. Begitu pun bagi seorang Arzali. Dokter berusia hampir kepala tiga yang belum bisa melupakan kenangan buruk yang terus menghantui dirinya. Baginya, wanita dan cinta adalah dua hal ya...