The Grandeur of Affection

353 51 68
                                    

Sudah tahu bagaimana caranya menghargai karya ini? Jika kalian suka lalu membacanya, tinggalkan jejak di sini karena ada banyak hal yang saya relakan sehingga naskah ini dapat kalian baca dengan percuma.

Silent readers adalah sosok paling egois di dunia literasi. Karena mereka hanya mau menerima tanpa memberi. Ini bukan perihal keikhlasan, melainkan caramu menghargai karya orang lain.

Naskah ini bukan hanya sekadar suara berisik dari kepalaku, tapi juga ide yang kukembangkan dengan bersusah payah.

Rate mature dan beberapa harsh words. Jika bacaan seperti ini bukan selera bacaanmu, maka jangan mampir kemari. Bijaklah dalam memilih bacaan!

🥀🥀🥀
FOURTEEN
.
.
.
.
.

Tapi jangan lupa, dia adalah Kim Aera.

Lirikan kilat mata Aera sejalan dengan tangannya ketika merampas pistol dari tangan pria yang tengah menodong senjata padanya. Karena pria itu dalam posisi siap, dia bisa menahan pistol di tangannya sehingga Aera tak bisa merebut senjata itu.

Tapi, mungkin pria itu tak tahu atau mungkin lupa jika mata-mata BIN ini pandai berkelahi dan keras kepala. Wanita hamil itu menendang selangkangan pria di sampingnya hingga pria tersebut merapatkan kedua paha dan berteriak kesakitan sebab Aera menendang dengan kekuatan penuh.

Nara di samping Aera yang juga tengah ditodong dengan pistol, dia melakukan perlawanan. Saat kedua pria tadi mengaduh kesakitan karena aset berharga mereka telah ditendang, Aera dan Nara mendorong mimbar hingga menimpa kedua pria malang itu. Tak lupa mata-mata BIN tersebut merampas senjata api lawan lalu menembak mati pria-pria tersebut.

"Apa sekarang sudah lebih dari lima belas menit sejak kita bersembunyi?" tanya Aera pada Nara.

"Aku tidak tahu. Kenapa?"

"Jungkook menyuruh kita keluar dari sini dan pulang ke rumahnya jika dalam lima belas menit dia tak kembali." Aera berujar.

Nara melihat sekeliling. Di gereja sudah sepi. Hanya ada mereka berlima dengan mayat seorang Pendeta kemudian dua orang mayat yang baru saja mereka bunuh.

"Kita harus pergi sebelum orang suruhan Ji Kyung datang lebih banyak," ucap Nara.

Aera berjalan mendekati Pendeta yang telah begitu berjasa padanya dan Jungkook.

"Terima kasih untuk jasamu. Aku akan menguburkanmu dengan layak," ucap Aera kemudian berlalu pergi.

Aera sempat mengambil kunci mobil Jungkook yang tersimpan di dalam saku mantelnya. Diluar, gerimis lebih kuat dari saat Aera masuk ke dalam gereja tadi.

Butiran gerimis itu telah menjadi hujan dan membuat Aera mengangkat tangan untuk menghalangi hujan menghalau pandangannya, begitu juga dengan Nara.

"Apa ini juga alasan Jungkook tak mengijinkanku menggunakan high heels?" gumam Aera.

Aera terus berlari menuju mobil Jungkook. Namun, belum sempat masuk ke dalam mobil, satu tembakan berhasil menembus kulit punggung Nara membuat gadis itu berteriak. Seseorang telah menembak Nara entah dari mana peluru itu berasal.

Dengan refleks Aera menutupi perutnya menggunakan kedua tangan sambil terus berlari ke arah mobil. Hujan itu membuat gaun yang Aera pakai mencetak bentuk tubuhnya sehingga perut buncitnya itu pun dapat terlihat dengan jelas.

Nahas, sekitar sepuluh orang menghalangi membuat mereka berhenti. Nara memegangi bahunya  Dia merasa sakit pada punggungnya yang telah di semayami timah panas tersebut.

THE TRUE VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang