Ride Me, Darling

682 50 51
                                    

Sudah tahu bagaimana caranya menghargai karya ini? Jika kalian suka lalu membacanya, tinggalkan jejak di sini karena ada banyak hal yang saya relakan sehingga naskah ini dapat kalian baca dengan percuma.

Silent readers adalah sosok paling egois di dunia literasi. Karena mereka hanya mau menerima tanpa memberi. Ini bukan perihal keikhlasan, melainkan caramu menghargai karya orang lain.

Naskah ini bukan hanya sekadar suara berisik dari kepalaku, tapi juga ide yang kukembangkan dengan bersusah payah.

Rate mature dan beberapa harsh words. Jika bacaan seperti ini bukan selera bacaanmu, maka jangan mampir kemari. Bijaklah dalam memilih bacaan!

🥀🥀🥀
SIXTEEN
.
.
.
.
.

Jungkook sudah berganti pakaian menggunakan pakaian biasa, tak lagi menggunakan pakaian khusus pasien. Sehari setelah operasi kecil di beberapa bagian tubuhnya, pria itu merasa sudah mampu untuk kabur, bukan dari Rumah Sakit melainkan dari mata-mata Ji Kyung yang terus memantau dirinya.

Padahal, sebelumnya Jungkook sempat mengalami perdarahan yang hampir menghilangkan kesadarannya. Mereka keluar dari ruang rawat satu persatu. Jungkook sendiri setengah mati menahan supaya jalannya tidak mencurigakan ketika melewati seorang perawat laki-laki yang dia tahu adalah seorang mata-mata yang sedang menyamar.

Soal menyamar, beruntung Jungkook cukup pandai mengetahui gerak gerik orang yang sedang mengamatinya secara diam-diam. Pahanya yang baru saja dioperasi untuk mengeluarkan peluru yang bersarang pada daging tersebut akan terasa tak nyaman jika dibawa berjalan.

Mereka berhasil keluar dari Rumah Sakit dan sekarang sudah masuk ke dalam mobil Jay. Jungkook membuka masker yang menutupi mulutnya lalu menaruh kepalanya pada pundak Aera.

"Ada yang mengetahui pergerakan kita?" tanya Aera pada Jay di kursi kemudi.

"Tidak," jawab Jay sembari memasang seatbelt pada tubuhnya.

"Obat dan peralatan cuci lukanya bagaimana?" tanya Aera memastikan pada Jay supaya ketika di bunker, Jungkook tetap minum obat dan bisa mengganti balutan luka.

"Sudah kubeli, Nona," jawab Jay.

Aera mengangguk paham. Dia menoleh ke samping, memperhatikan Jungkook yang tengah bersandar dengan nyaman pada bahunya.

"Aku masih penasaran dengan sesuatu sebenarnya," ucap Aera sembari mengelus belakang kepala Jungkook.

Jungkook menaruh dagunya pada bahu Aera. "Apa itu?"

"Kenapa kau menyuruhku menyerahkan flashdisk waktu itu pada paman Dongseok padahal kau sudah memiliki informasinya?"

Jungkook menyelipkan jarinya di antara jari Aera lalu menggenggamnya erat.

"Karena aku ingin kau terus berada di sisiku. Jika kau menyerahkannya pada Dongseok Hyeong, aku akan menarik tanganmu dan tak akan melepaskannya," jawab Jungkook.

"Tapi kau melepaskanku juga, kan?"

Jungkook tersenyum. "Itu karena kau mengatakan sakit, makanya kulepaskan."

Jay mengeratkan genggaman pada setir mobil saat dia terus mendengar perbincangan Aera dan Jungkook di kursi belakang kemudi. Dia tersenyum kecut memikirkan betapa menyedihkan dirinya itu, cemburu pada sesuatu yang tak pantas dia cemburui. Dia menyalakan mesin lalu menjalankan mobil dengan kecepatan sedang.

THE TRUE VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang