Hari senin yang tenang di komplek yang tampak padat akan penduduk namun hanya segelintir orang yang tampak beraktivitas di luar rumah.
Terlihat seorang laki laki bertubuh tegap tengah menggali tanah di pekarangan nya, peluh membasahi keningnya ketika hentakan cangkul menancap ketanah untuk kesekian kalinya.Dengan perasaan puas ia menyeka keringat nya sembari menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sesuatu,"Adek.." teriaknya pada seorang anak yang tengah berlari di antara bunga yang mulai mekar di taman milik tetangga.
Gadis kecil tersebut tertawa riang ketika melihat kupu kupu beterbangan di sekitar nya.
"Adek sini, nanti di marahin kalau bunganya rusak," lanjut nya meletakkan cangkul dan berjalan menghampiri gadis tersebut.
Di angkat nya tubuh gadis kecil tersebut di atara bunga sebelum bunga tersebut rusak di buatnya.
"Adek mo main yahh," rengeknya ketika sang ayah membawanya pulang.
"Main di rumah aja ya, nanti ayah beliin es krim deh," rayunya agar sang putri tidak merengek.
Mata gadis kecil tersebut mengedip beberapa kali seperti tengah menimbang tawaran dari sang Ayah,"Janji ya, nggak boleh bohong sama Mentari," ucapnya memastikan.
"Janji ." Jawabnya dengan mencium pipinya sekilas.
Gadis tersebut tersenyum senang dan perlahan bergerak meminta untuk turun."Turun yah,"
"Mau kemana?."
"Ikut Mama," ucapnya berlari masuk kedalam rumah menuju dapur tempat sang Mama tengah menyiapkan makanan untuk sarapan.
"Loh Mentari kenapa kesini sayang, katanya mau bantu Ayah nanem bunga," tanya sang Mama ketika sang putri atau biasa di panggil Mentari tiba tiba berlari dan memeluk kedua kakinya.
"Kata Ayah nggak boleh," ucapnya sembari mendongak melihat sang Mama yang menatap nya dengan gemas.
"Ayah yang nggak boleh atau Adek yang main Bunga di rumah Om Rasen," ucap Mama Ghia yang tau akan kebiasaan Mentari yang akan berlari dan bermain di rumah milik keluarga Mahardika yang terdapat bunga matahari cukup banyak di halamannya.
"Dua dua" ucap Mentari sembari tersenyum memperlihatkan kedua gigi kelincinya.
Mama Ghia tersenyum gemas dengan jawaban Mentari " nggak boleh ya sayang, nanti kalau bunganya rusak gimana, kan kasihan kupu kupu nya nggak bisa main sama bunga matahari lagi."
Mentari menggeleng dengan cepat ketika membayangkan jika kupu kupu tersebut merasa sedih, dengan sedikit terhuyung Mentari kembali berlari keluar rumah, tanpa menghiraukan sang Ayah mentari kembali berlari menuju halaman rumah milik keluarga Mahardika.
Mentari berjongkok di depan bunga matahari yang tengah di hinggapi kupu kupu, "Maaf ya kupu kupu, Mentari janji habis ini nggak akan lari lari lagi di taman bunga, jangan sedih ya," ucapnya sembari mencoba menyentuh sayap kupu lupu tersebut.
"Aneh," ucap gadis kecil yang berjalan menuju bangku di bawah pohon.
"Mentari nggak aneh tauk," belanya sembari menatap gadis kecil yang berusia sama dengannya.
Gadis tersebut melihat Mentari dengan tangan bersedekap di dada," aneh," ucapnya lagi.
"Ihhh Lintang!!, mentari nggak aneh tauk!!," teriaknya kesel karena sedari tadi di anggap aneh.
"Terus?," ucap Lintang santai.
Wajah Mentari pun tampak memerah karena kesel," Mentari marah sama Lintang," ucap Mentari langsung berlari pulang menghiraukan sang Ayah yang bertanya di depan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise we won't go anywhere
General FictionKetika langitmu abu abu, masih ada aku yang akan membuatnya membiru. Ketika langitmu tak ada bintang, ada aku, bulan paling terang untukmu. Ketika harimu selalu hujan, ingat aku pelangi yang akan datang setelah nya. Jika lembaran bukumu tampak koso...