Part 15

74 7 1
                                    

Mentari terus mendengus kesal, Mama Ghia yang menatap sang putri pun hanya bisa menggeleng heran.

Sudah hampir 15 menit keduanya menyantap sarapan namun piring milik Mentari masih tampak penuh dengan makanan.

" Di makan dulu Dek," tegur Mama Ghia yang sudah lelah melihat nasi yang terus saja Mentari aduk sedari tadi.

Mentari menghembuskan nafas kesal, dengan malas Ia meletakkan sendok dan garpu yang ada di tangannya,"Lintang numpang tidur doang terus pergi pagi pagi tau Ma," gerutunya kesal.

Mama Ghia terkekeh geli,"Ada urusan mungkin," jelasnya mengangkat piring kotor dan membawa menuju wastafel dapur.

Mentari semakin memanyunkan bibirnya,"Tapi nggak pamit, cuma bilang di chat ada urusan doang," gerutu Mentari sekali lagi.

Mama Ghia berbalik sekilas menatap Mentari yang masih berada di meja makan,"Kan bener ada urusan," ucap Mama Ghia geli.

"Tetep aja, ihh Mama nggak tau," seru Mentari menyendok kan nasi kedalam mulutnya dengan kesal," masa hari libur di tinggal nggak di ajak jalan," lanjutnya setelah mengecek room chat tidak ada balasan pesan dari Lintang.

"Bagus dong, bisa bantuin Mama di rumah," balas Mama Ghia yang beberapa kali menaruh piring dan gelas yang sudah bersih ke rak yang ada di samping kanannya.

Dengan cepat Mentari menggeleng tidak setuju,"Ihh nggak mau, masa nggak ada liburannya," gerutu Mentari.

"Kalau nggak tunggu aja, siapa tau Lintang pulang."

"Mustahil. Kalau udah gini pasti lama baliknya," lesu Mentari mengingat kebiasaan Lintang yang satu ini.

"Ajak Awan atau yang lain, kan kamu punya temen selain Lintang," saran Mama Ghia yang sudah duduk di bangku yang berada di hadapan Mentari.

"Maunya Lintang. Awan nggak seru suka ngajak berantem," tolak Mentari yang tampak malas jika pergi dengan Awan hanya berdua,"Udah kenyang, makasih sarapannya Ma, Mentari ke atas dulu," pamit Mentari buru buru berjalan menaiki tangga menuju kamar.

Dengan lesu Mentari menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur, di tatapnya langit langit kamar dengan bosan sesekali kedua tangannya mengabsen stiker bintang yang ada di atas langit langit kamar.

"Ati ati juling," tegur seseorang yang tengah bersandar di dinding dekat pintu sedari tadi.

Mata Mentari melebar, reflek tubuhnya langsung terduduk setelah mendengar suara dari Lintang,"Lintang...!,"teriak Mentari langsung berlari menabrak tubuh Lintang yang tengah berjalan mendekat.

Dengan sigap Lintang menahan tubuh Mentari yang tiba tiba meloncat ke arahnya," makin berat," keluhnya menurunkan Mentari di atas tempat tidur.

Mata Mentari memicing, tangannya terangkat menepuk otot lengan Lintang,"Lu yang udah lama nggak olah raga," ucapnya memperlihatkan lengan Lintang.

Lintang mengangkat satu sudut bibirnya ketika melihat lengan nya yang masih tampak berotot,"Mampir sebentar doang," ucap Lintang mengeluarkan dua batang coklat dari kantung jaketnya.

Senyum Mentari merekah dengan senang hati Mentari menerima coklat tersebut,"Mau kemana lagi?,"  tanya Mentari tampak berusaha membuka salah satu coklat tersebut.

Tangan Lintang terulur mengambil coklat yang ada di tangan Mentari,"Ada urusan," ucapnya mengembalikan coklat yang sudah berhasil Ia buka.

"Urusan mulu," keluh Mentari menyuapkan satu potong coklat yang Ia patahkan,"orang kaya kok cari duit," sindirnya yang tampak tersenyum menikmati coklat yang memenuhi mulut nya

"Duitnya buat nafkahin Lu juga soalnya," sentil Lintang pada kening Mentari.

Mentari tampak mengusap keningnya, " Lu yang maksa," ucapnya tidak terima.

Lintang mengangguk mencari aman,"Gua tidur bentar ya," ucapnya mencari posisi nyaman memilih menggunakan paha Mentari sebagai bantal," bangunin kalau udah habis," pesan Lintang sembari memejamkan mata menikmati rasa kantuk yang sedari tadi Ia tahan.

"Ini alasan bawa cokelat," cibir Mentari yang masih menikmati coklat yang ada di tangannya.

****

Tangan Mentari melambai dengan rasa setengah malas ketika mobil milik Lintang perlahan keluar dari halaman rumah, rencana tidak membangunkan Lintang gagal karena dering telepon dari Bang Lingga membuat tidur lelap Lintang terganggu.

Tanpa mandi dan hanya mencuci wajah Lintang buru buru berpamitan dengan Mama Ghia setelah mengangkat telepon dari Bang Lingga yang sudah menginstruksikan untuk cepat datang.

"Sediri lagi ya ampun!!," teriak Mentari memasuki kamar yang tiba tiba menjadi sepi kembali.

Dengan malas Mentari menarik kursi meja belajar, tangannya dengan asal mengambil novel yang tampak tersusun rapi disalah satu rak.

"Jangan Jatuh Cinta Padaku," gumam Mentari membaca judul novel yang ada di tangannya, novel yang di dominasi warna hitam membuat Mentari menautkan kedua alisnya bingung.

Tangannya terangkat kembali mengambil satu novel kembali di atas rak," Hati Ke Dua," gumamnya lagi ketika novel berwarna biru yang hanya terdapat satu kupu kupu di sampulnya," penulis yang sama, tapi bisa beda gini," ucapnya menyandingkan kedua buku tersebut.

"Baca yang mana nih?," gumamnya menimbang memilih salah satu novel yang ada di hadapannya," kalau salah pilih, bisa aja dapet sad ending, apalagi sampul sama epilog beda jauh," ucap Mentari mengetuk kan jari telunjuk nya ke dagu seraya memutar kursi yang Ia duduki.

Dengan satu gerakan Mentari memutuskan mengambil Novel dengan sampul dominan berwarna hitam tersebut, dengan tarikan nafas Mentari membuka lembar demi lembar novel tersebut, alisnya beberapa kali menyerengit ketika membuka beberapa halaman dari novel tersebut. Baru mendapatkan setengah halaman tiba tiba Ia membanting Novel tersebut dengan kasar, tangannya pun terangkat mengusap wajahnya frustasi.

"Nyerah gua nyerah," keluh Mentari tampak terbawa dengan isi Novel tersebut.

Dengan pertimbangan yang matang Mentari kembali mengambil Novel tersebut, kedua matanya kembali fokus dalam setiap kata pada Novel yang ada di tangannya. Kedua kakinya terangkat berjalan menuju tempat tidur. Dengan satu gerakan Mentari sudah berbaring dengan dagu bertumpu pada satu guling panjang yang sempat Ia tarik menggunakan satu tangan.

Semakin lama Mentari terus masuk kedalam dunia Novel yang Ia baca, tak terasa satu bulir air mata menetes dari kelopak matanya,"sedihnya," lirih Mentari tiba tiba tidak tahan untuk ikut menangis.

Di tutupnya Novel tersebut ketika bait terakhir selesai Ia baca, Mentari pun menatap lekat pada sampul Novel yang masih setia di tangannya. Terlihat satu perempuan yang tengah menatap ke bawah dengan wajah penuh kesedihan.

"Novel tapi bikin nyesek," keluhnya mengusap sampul Novel tersebut," kenapa orang baru selalu kalah sama masa lalu," sambungnya memeluk Novel tersebut sembari membayangkan jika dirinya benar benar memeluk salah satu karakter perempuan yang ada di Novel tersebut.

Sebuah ketukan pintu membuat Mentari buru buru menghapus air mata yang tampak masih berada di pipinya,"Dek," panggil Mama Ghia ketika pintu terbuka

"Kenapa Ma?," tanya Mentari mencoba bersikap biasa.

"Nangis?," tanya Mama Ghia yang menyadari mata Mentari tampak sembab," kenapa," tanya Mama Ghia meletakkan tumpukan baju kedalam lemari.

"Nggak papa kok, habis baca Novel," ucap Mentari mengangkat Novel yang ada di tangannya agar sang Mama percaya.

Tangan lembut Mama Ghia terangkat membelai kepala Mentari, "mau jalan jalan sama Mama?," tanya Mama Ghia membantu mengusap sisa air mata yang ada di sudut mata Mentari.

Mentari menggeleng cepat," di rumah aja, di luar panas," ucap Mentari sembari tersenyum memperlihatkan giginya yang rapi membuat Mama Ghia ikut tersenyum.

Satu kecupan penuh sayang mendarat di salah satu pipi Mentari,"Mama udah nawarin loh ya," goda Mama Ghia menarik salah satu pipi Mentari dengan gemas.

****

Promise we won't go anywhere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang