Part 10

63 6 2
                                    

Lagi lagi Lintang menghembuskan nafas kesal ketika sebuah bunga tergeletak di atas mejanya, bunga mawar merah yang selalu setia di atas mejanya setiap pagi. Tanpa aba aba Lintang mengambil bunga mawar merah tersebut, di remasnya bunga  tersebut untuk menyalurkan kekesalan kepada si pengirim.

"Heh berdarah nanti," pukul Mentari pada tangan Lintang yang meremas Bunga Mawar tersebut, beberapa duri dari mawar tersebut sukses membuat luka di tangan Lintang,"kann berdarah," tarik Mentari melihat beberapa titik darah mulai keluar.

"Wan, buang aja ini bunga," pinta Mentari menggeser bunga mawar yang sudah rusak.

Dengan langkah gontai Awan berjalan keluar kelas untuk membuang mawar tersebut, sebelum membuang Awan mengangkat bunga tersebut untuk memperlihatkan kepada Angkasa yang berada di seberang kelas, Awan tersenyum sekilas lalu berbalik masuk kedalam kelas.

"Angkasa udah liat?," tanya Mentari ketika Awan sudah kembali duduk di bangkunya.

"Liat, kalau masih batu sih nggak tau Gua. Udah di bilang nggak mau masih ngotot aja," jelas Awan membantu menarik salah satu ujung kasa yang Mentari gunakan untuk membalut tangan Lintang," ini nggak berlebihan?," bingung Awan melihat tangan Lintang terbalut kain kasa padahal hanya luka kecil.

"Biar dramatis aja," geli Mentari melihat hasil balutannya pada tangan Lintang.

"Yang punya tangan diem, yang ngobatin usil. Perpaduan yang bagus," ucap Awan menggeleng tidak mengerti dengan kedua sahabatnya tersebut.

Tak lama salah satu Guru memasuki ruang kelas membuat kelas yang tadinya ramai berubah menjadi hening. Semua siswa maupun siswi tampak fokus pada papan tulis yang penuh dengan coretan, sesekali beberapa siswa di tunjuk untuk maju ke depan untuk sekedar mengerjakan beberapa contoh soal.

Lintang yang merasa lelah beberapa kali menggerakkan lehernya yang terasa pegal, "capek," bisik Mentari mendapatkan anggukan dari Lintang, "sabar dikit lagi bel istirahat," jelas Mentari setelah melihat arloji yang melingkar di tangan Lintang.

"Nggak ke kantin, mau tidur," jelas Lintang yang masih berusaha menahan semua rasa lelah sekaligus kantuk yang mulai menyerang.

Mentari merangkul pundak Lintang dan mengelus nya pelan agar bertahan sebentar lagi.

Benar saja 15 menit kemudian bel istirahat pertama berbunyi. Dengan lega Lintang langsung menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan tumpuan lipatan tangan," jajan aja," ucap Lintang memberikan dompetnya kepada Mentari.

"Gua ada kok, tadi di kasih Mama,"tolak Mentari sembari mengeluarkan uang dr dalam sakunya.

Lintang menarik tangan Mentari dan menaruh dompetnya dengan paksa,"Pake ini. Uang lo simpen aja."

"Abis ntar duit Lu,"pasrah Mentari kembali menyimpan uang saku yang di berikan sang Mama.

"Nyari lagi," jawab Lintang enteng, Ia kembali menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan.

Helaan nafas Mentari untuk kesekian kalinya ketika mendengar jawaban dari Lintang,"Mau di bawain apa?," tanya Mentari merapikan baju seragamnya.

Lintang menoleh menatap Mentari sembari berfikir,"Roti,air mineral," putusnya tidak bisa memutuskan untuk makan apa.

"Udah?, nggak ada yang lain. Bakso or mie ayam, nasi rames," jelas Mentari agar Lintang memesan makanan berat agar tidak melulu makan roti setiap istirahat.

"Itu aja."

Dengan pasrah Mentari menarik Awan yang masih sibuk mengobrol dengan teman sebangkunya, "sabar lah," keluh Awan berbalik mengambil handphone yang ada di laci meja.

Promise we won't go anywhere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang