Part 5

72 10 2
                                    

Mentari terus tersenyum senang sembari mengoleskan lip tin di bibirnya, sedari pukul 3 tadi Ia sudah bersiap siap untuk pergi jalan jalan melihat festival layangan bersama Awan dan Lintang. Beberapa kali Ia memutar tubuhnya di depan kaca memastikan baju yang Ia kenakan tampak cocok di tubuhnya atau tidak.

Suara motor memasuki halaman rumah yang bisa di tebak motor milik Awan membuat Mentari buru buru mengambil sepatu yang ada di rak dekat pintu.

Belum juga mengetuk pintu Awan di kagetkan dengan kemunculan Mentari dari balik pintu.

"Lintang belum dateng?," tanya Awan sembari mencoba mengintip ke arah rumah Lintang walau hanya terlihat pagar pembatas.

"Belum, masih jam 4 kurang," ucapnya sembari duduk di kursi yang ada di teras.

"Yakin lu Lintang jadi ikut. Biasanya suka lama kalau ada acara begitu," ucapnya setelah belajar dari kejadian yang sudah sudah.

"Nggak tau, handphone nya kebawa Gua tadi," ucap Lintang mengeluarkan handphone dan dompet dari tas selempang nya.

Awan mengangguk mengerti lalu berjalan mengecek motornya memastikan dalam kondisi baik sebelum berangkat," apa mau berangkat duluan, biar si Lintang nyusul ke sana," usul Awan kembali mengecek layar Handphone nya.

"Ngasih taunya lewat apa, handphone Lintang di Gua," keluh Mentari menyadarkan tubuhnya dengan perasaan pasrah.

"Tunggu aja dah kalau gitu. Siapa tau emang jadi ikut," putus Awan ikut duduk di kursi teras.

Awan dan Mentari memutuskan pergi menonton festival berdua ketika jam sudah menunjukkan pukul 16:15 menit, keduanya tampak diam ketika motor yang di kendarai Awan melaju di atas aspal jalanan. Rasa canggung bergulat di antara keduanya, Awan pun beberapa kali mengurungkan niatnya untuk bertanya ketika melihat wajah Mentari tampak menahan kesal dari spion motornya.

"Mampir bentar beli minum," ucap Awan membelokkan motornya di salah satu supermarket. Mentari buru buru turun dan mengambil duduk di salah satu bangku yang ada di depan supermarket tersebut.

Siapa saja yang melihat wajahnya pun tau jika sekarang Ia sedang menahan marah sekaligus kesal," minum dulu," ucap Awan menyerahkan satu botol air mineral kepada Mentari.

Keduanya melanjutkan perjalan setelah duduk beberapa menit di depan supermarket. Tak butuh waktu lama keduanya sudah memasuki area festival, ramai hiruk pikuk orang yang tengah menonton ataupun ikut memeriahkan membuat senyum Mentari merekah, keduanya buru buru mencari tempat duduk ketika salah satu peserta akan menaikkan layangan yang memiliki ukuran lebih besar dari layangan pada umumnya.

"Eh liat ada layangan pak tani," semangat Mentari ketika melihat salah satu layangan yang sudah terbang di langit. "Wowwww Beruang!!," loncat Mentari ketika melihat layangan berbentuk beruang yang tampak lucu dengan salah satu tangan memegang kincir angin.

Awan tampak tersenyum geli ketika Mentari tampak mengabsen layang layang yang sudah di terbangkan, tangannya tak henti hentinya menunjuk beberapa layangan bergantian.

"Lu lucu kalau lagi kek bayi begini," ceplos Awan membuat Mentari menoleh kesal, lidahnya terjulur mengejek Awan sebelum kembali fokus pada layang layang yang sudah terbang di atas langit," Gua beli jajan dulu, Lu di sini aja jangan kemana mana," pamit Awan berdiri menepuk kepala Mentari pelan sebelum berjalan ke arah pedagang yang sudah berjajar rapi di sepanjang jalan.

"Awan," panggil Mentari meraih tangan Awan yang sedang memilih beberapa jajanan.

"Lah malah kesini, Gua bilang kan tunggu di sana," kaget Awan ketika Mentari mengikuti.

"Takut, ada cowok jalan ke arah Gua tadi. Makanya Gua lari," ngeri Mentari memeluk lengan Awan dengan perasaan takut.

"Kan ada Lin- eh nggak ikut deh ya," ucap Awan mengingat tidak ada Lintang yang menjaga Mentari," abis ini balik aja kalau Lo takut, " ucap Awan sembari menerima kantung berisi jajanan yang sudah Ia pesan.

Mentari pun beberapa kali menoleh ke kanan dan ke kiri was was jika laki laki tersebut mengikuti nya,"Ngomong aja Lu juga takut kan," ucap Mentari memukul lengan Awan.

"Berani aja sih Gua, cuma males ribut aja," jelas Awan berjalan menuju tempat Ia memarkirkan motor dengan Mentari yang masih memeluk lengannya dengan kuat," ini tu tugasnya Lintang sumpah, napa jadi gua," keluh Awan yang tampak seperti ketempelan makhluk halus di lengannya.

Dengan kesal Mentari melempar lengan Awan begitu saja,"Nggak ikhlas Lu?," ucap Mentari memakai helm nya.

"Nggak. Naik cepet, keburu Maghrib," ucap Awan menurunkan pijakan motor.

"Sabar, susah nih," keluh Mentari yang masih berusaha mengunci helmnya.

Awan berdecak, tangannya terulur membantu mengunci helm Mentari dengan mudahnya,"Naik gaji sih harusnya Gua jagain bayi kek Lo hari ini," keluhnya mendapatkan satu pukulan maut  dari Mentari.

Awan melajukan motornya mengitari lapangan sebelum berbelok menuju jalan raya, banyak lampu jalan yang sudah menyala ketika kegelapan malam mulai menyapa bumi.

Awan menghentikan motornya tepat di depan gerbang rumah Mentari, tangan nya terulur mengambil helm yang di berikan oleh Mentari, "nih di makan, muka dah kaya kanebo kering di tekuk mulu," ledeknya memberikan satu kantung jajan yang sempat Ia beli.

"Rumah Lintang masih gelap," ucap Mentari melihat tidak ada lampu yang menyala di rumah Lintang.

Awan berdiri mencoba mengintip, "Masih di luar mungkin sama keluarga nya," jelasnya.

"Tapi dia udah janji," kesal Mentari.

"Iya emang udah janji, tapi kita cuma sahabat nya Mentari, harus memposisikan diri, orangtuanya baru balik setelah beberapa bulan. Kalau Lintang bisa ngertiin Lu, Lu juga harus ngertiin Lintang kali ini, toh baru sekali kan Lintang nggak nepatin janji," ucap Awan tampak serius membuat Mentari menatapnya dengan tatapan setengah mengerti, "besuk ketemu kan, tinggal tanya kenapa nggak nepatin janji, kalau di jelasin syukur kalau nggak ya udah," sambungnya menyentil kening membuat si empunya mengaduh kesal.

"Dah Gua balik dulu, masuk sana," pamit Awan mendorong pelan tubuh Mentari lalu berbalik mengendarai motor menembus jalanan komplek yang tampak sepi.

Dengan langkah gontai Mentari memasuki rumah, Ia pun beberapa kali membuang nafas kesal membuat kedua orang tuanya yang tengah menonton Tv menyerengit bingung.

"Kenapa Dek?," tanya Mama Ghia membuat Mentari mengehentikan langkah nya di depan anak tangga.

"Nggak papa kok Ma, lagi capek aja," jawab Mentari ketika berbalik dengan memasang senyum terpaksa.

"Bener nggak papa, nggak lagi berantem sama Lintang kan?," tanya Mama Ghia lagi.

Mentari menggeleng dengan cepat," nggak kok Ma."

"Bagus deh, soalnya tadi Lintang kesini nyari kamu. Karena buru buru tadi nitip paper bag buat kamu, udah Mama taruh di kamar," jelas Mama Ghia membuat Mentari berlari dengan cepat menaiki tangga menuju kamarnya.

Sebuah paper bag berwarna hitam berada di atas tempat tidur membuat Mentari tersenyum senang namun langsung memasang wajah kesal sebelum tangan nya menyentuh paper bag tersebut.

"Sogokan sih ini," ucapnya menatap paper bag tersebut dengan penuh selidik, "bukak jangan nih," bisiknya tampak ragu ragu.

Dengan perlahan Mentari membuka paper bag tersebut, matanya memicing ketika melihat kotak segi empat di antara boneka dan surat.

"Hihhhh Lintang masa ganti hp lagi!," keluhnya ketika sadar maksud dari benda yang ada di tangannya, sebuah handphone baru dengan tag kecil berisikan pesan menyuruhnya menyimpan no baru milik Lintang.

"Gabutnya orang kaya itu ngeri," keluh Mentari memeluk satu boneka Beruang sembari membaca surat yang di tinggalkan Lintang untuknya.

Senyum Mentari kembali merekah ketika membaca surat dari Lintang, Ia pun teringat ucapan Awan tadi bahwa Ia harus mengerti posisi Lintang kali ini yang lebih mengutamakan keluarga nya, toh setiap hari mereka selalu bersama tidak ada salahnya jika berpisah sehari atau dua hari.

Mentari merebahkan tubuhnya ketika selesai membaca surat dari Lintang, di angkat nya boneka Beruang tersebut lalu memeluknya dengan gemas.

****

Promise we won't go anywhere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang