Part 14

56 5 1
                                    

Berkali kali Lintang terus mengetukkan bolpoin yang ada di tangannya di atas meja, perasaan cemas terus menggeliat di hatinya, kedua matanya terus saja melirik arloji yang melingkar di tangannya.

Tak lama Mentari berjalan memasuki kelas membuat Lintang menghembuskan nafas lega di susul Awan yang berjalan di belakang nya.

"Capek," keluh Mentari menjatuhkan tubuhnya di kursi, reflek tubuhnya langsung menyandar ke Lintang yang sudah mengarah kan kipas ke wajahnya.

"Berasa nggak punya kaki Gua," keluh Awan menjatuhkan tubuhnya di atas lantai, keringat tampak masih bercucuran dari keningnya.

"Di suruh berapa putaran?," tanya Lintang membantu menghapus keringat dari kening Mentari.

"Si Mentari cuma sepuluh, Gua di suruh dua puluh putaran. Parah kan," keluh Awan menyibakkan buku yang Ia gunakan sebagai kipas.

"Minum Lyn," ucap Mentari yang masih mengatur nafas.

Tangan Lintang terulur mengambil Air mineral yang ada di laci mejanya, "Di bilang jangan berantem nggak dengerin," ucap Lintang membantu Mentari minum.

"Tapi parah sih Bu Hunah, nggak biasanya," keluh Awan menerima air mineral dari Lintang.

"Capek Lyn," keluh Mentari menumpukan tubuhnya kembali pada Lintang setelah meneguk Air mineral sampai setengah botol.

"Mau ganti nggak, basah semua," tanya Lintang merasakan sragam Mentari yang basah dengan keringat,"atau izin pulang aja, wajah Lo rada pucet," usul Lintang melihat wajah Mentari yang berubah sedikit pucat.

"Kecapean mungkin, dia kan nggak pernah lari lebih dari satu putaran," ucap Awan yang tengah memejamkan mata di atas lantai," Gua ikut kalau Lu berdua pulang," ucap Awan merubah posisinya menjadi duduk.

"Balik dah," putus Lintang mengambil handphone nya untuk menghubungi seseorang.

"Kepala Gua tiba tiba pusing," keluh Mentari memijat kepalanya yang terasa berdenyut nyeri.

"Sebentar, tahan dulu," ucap Lintang dengan cepat memasukkan buku dan barang lainnya kedalam tas," naik," suruh Lintang berjongkok di samping Mentari.

Dengan satu gerakan tubuh Mentari sudah naik ke punggung Lintang, di bantu Awan, Lintang buru buru membawa Mentari ke parkiran sekolah.

"Rumah sakit atau langsung pulang?," tanya Awan ketika ketiganya sudah berada di dalam mobil.

"Pulang aja," ucap Mentari lemas.

Lintang mengangguk setuju,"Bentar, Gua bales guru BK dulu, rada ribet kalau bukan Pak Burhan yang piket," ucapnya setelah mendengar notifikasi masuk di handphone nya.

Tak lama terdengar ketukan di kaca mobil Lintang, terlihat Muhammad yang membawa selembar kertas di tangannya," nih. Harus banget tiga tiganya balik," sindir Muhammad melihat Awan yang ada di bangku belakang.

Lintang membaca surat tersebut sekilas memastikan nama yang tertera sudah pas,"Harus banget Lo nanya," balas Lintang menutup kaca mobilnya setengah menerima selembar kertas berisi perizinan untuk pulang terlebih dahulu.

Awan tertawa melihat wajah Muhammad yang baru saja mendapatkan balasan menohok dari Lintang. Jangan coba coba menyenggol Lintang yang tengah panik dengan kondisi Mentari saat ini jika tidak mau menghadapi sifat tanpa belas kasih seperti tadi.

Awan buru buru berpura pura tertidur ketika mobil berhenti di pos satpam untuk mengecek mobil memastikan nama yang ada di surat izin sama yang ada di dalam mobil.

Lintang mengucapkan terimakasih ketika gerbang sekolah mulai terbuka. Dengan lega Lintang mengendarai mobil menuju arah Rumah dengan sesekali tangannya terulur menyentuh kening Mentari untuk memastikan keadaannya.

Promise we won't go anywhere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang