Lintang terus menatap Mentari jengah, sedari tadi kedua matanya terus mengekor pergerakan Mentari yang tidak ada hentinya merubah susunan kamar. Beberapa perabot sudah berpindah dari sudut satu ke sudut lain.
Dengan sigap Lintang menahan tubuh Mentari yang hampir terhuyung jatuh akibat tersandung kaki meja yang ada di depannya," pelan pelan bisa," kesal Lintang menangkap tubuh Mentari sekali lagi, setelah tersandung meja kali ini Mentari menabrak tumpukan buku yang ada di lantai membuat kepalanya hampir berciuman dengan lantai," duduk," ucap Lintang dengan suara sedikit berat.
Mendengar suara Lintang tampak berat membuat Mentari buru buru mendudukkan pantatnya di sofa, kedua matanya terus melirik ke penjuru kamar tidak berani menatap kedua mata Lintang yang tampak kesal. Mentari bersenandung kecil mencoba mengalihkan perhatian dari tatapan mata Lintang yang masih setia menatapnya.
"Makam yuk laper," ajak Mentari ingin segera kabur dari tatapan tajam Lintang.
"Duduk," perintah Lintang penuh penekanan membuat Mentari duduk kembali, "diem di sini," ucap Lintang lalu berbalik, tangannya terulur mengambil beberapa barang yang masih berada di lantai. Dengan cepat Ia menaruh beberapa perabot ke tempat yang sekiranya bagus dan pas untuk beberapa barang yang masih tersisa di lantai.
Sesekali Lintang menatap tajam pada Mentari yang hendak berdiri untuk ikut membantu menata beberapa perabot yang tersisa. Beberapa debu yang masih tertinggal tampak beterbangan ketika Lintang menyibakkan kain yang Ia bawa sedari tadi.
Dengan penuh perjuangan semua perabot yang tersisa sudah berada di tempat barunya masing masing. Beberapa barang yang tampak sudah tidak di pakai Lintang kumpulkan menjadi satu di sebuah kardus untuk diletakkan di gudang. Dengan mudah Lintang mengangkat dua kardus berukuran sedang menuju gudang yang ada di pojok dapur.
"Udah selesai?," tanya Mama Ghia melihat Lintang yang baru saja meletakkan dua kardus kedalam gudang.
Lintang terbatuk ketika debu tiba tiba beterbangan,"Udah kok Ma," jawab Lintang buru buru menutup pintu gudang.
Mama Ghia mengangguk pelan,"Mentari mana?," tanya Mama Ghia tidak melihat sang putri membantu mengangkat barang ke gudang.
"Di kamar."
Alis Mama Ghia menyerengit menatap Lintang yang tengah mencuci tangan di wastafel,"Di marahin," tebak Mama Ghia.
"Iya."
Mama Ghia menggeleng heran,"Ajak turun buat makan. Mama mau pergi dulu ke panti," pamit Mama Ghia meraih tas yang ada di atas meja makan.
Tangan Lintang terulur membuka pintu kulkas, dilihatnya beberapa minuman yang tampak tersusun rapi dengan beberapa varian rasa.
Satu air mineral dan es krim kini berada di tangan Lintang, buru buru Ia berjalan menaiki tangga menuju kamar.Mentari tampak masih duduk diam di sofa menunggu Lintang dengan sabar,"nih biar dingin," ucap Lintang menyerahkan eskrim membuat mata Mentari berbinar sesaat lalu berganti menjadi datar kembali,"nggak mau?," tanga Lintang ketika Mentari tidak mengambil eskrim yang Ia berikan.
"Nggak," kesal Mentari yang tampak merajuk.
"Habis ini beli boneka yang Lu mau," rayu Lintang membuat Mentari buru buru mengambil eskrim tersebut dengan senang hati.
"Murah bener Gua, sama eskrim bisa luluh," keluh Mentari dalam hati.
Tangan kanan Lintang terulur mengusap sudut bibir Mentari yang tampak cemong oleh eskrim,"bayi mah bayi aja," keluh Lintang meraih tissue di atas meja untuk menghapus es krim yang tampak menetes di celana Mentari.
"Pengen jalan jalan," keluh Mentari tiba tiba, tangan kanannya tidak henti menyendokan eskrim ke mulutnya, eskrim yang tadinya penuh kini hanya tinggal setengah.
"Mau kemana?," tanya Lintang yang tampak sibuk dengan handphonenya.
"Kemana aja, penting jalan jalan," ucap Mentari yang sudah tampak bosan.
Lintang yang juga tidak memiliki ide pun hanya diam pasrah sembari berfikir tempat yang sekiranya pas untuk sekedar melepaskan rasa lelah," danau tempat biasa gimana," usul Lintang yang hanya terfikir danau tempat yang sering mereka kunjungi.
"Boleh, bawa tiker ya. Mau duduk duduk di bawah pohon," ucap Mentari membayangkan angin sepoi sepoi yang ada di danau,"mau kemana?," tanga Mentari ketika Lintang tiba tiba berdiri.
"Mandi,gerah," ucapnya menarik satu handuk yang ada di atas meja.
"Ikut," rengek Mentari berlari dengan cepat mengikuti Lintang.
"Gak," cegah Lintang menahan kening Mentari agar tidak ikut masuk kedalam kamar mandi.
"Oyy ikut lah biar cepet," rengek Mentari berusaha melepaskan tangan Lintang dari keningnya.
Dengan cepat Lintang membalikkan tubuh Mentari tidak lupa mendorong nya dengan pelan lalu menutup pintu kamar mandi, "Gila," teriak Lintang yang sudah berhasil mengunci pintu saat Mentari mencoba membuka pintu kamar mandi untuk menggodanya.
Suara Mentari yang tengah tertawa membuat Lintang mendengus kesal,"cepet, kalau nggak Gua intip," teriak Mentari sembari mengetuk pintu kamar mandi sedikit keras.
****
Kini keduanya sudah sampai di area danau, dengan cekatan Lintang dan Mentari menggelar tikar yang sudah meraka bawa dari rumah, tidak lupa dengan dua boneka yang baru saja di beli oleh Lintang karena sudah kepalang janji.
"Nikmat dunia," senang Mentari merebahkan tubuhnya di atas tikar dengan paha Lintang yang Ia gunakan sebagai bantal.
"Harus banget kaki Gua," keluh Lintang yang tengah menyandarkan punggung nya di pohon tempat mereka menggelar tikar.
Mentari tersenyum, kedua tangannya memeluk satu boneka beruang berwarna pink kesukaannya,"Banget."
"Gunanya dua boneka di sini buat apa?," tanya Lintang menarik satu boneka agar menggantikan kakinya yang di gunakan sebagai bantal oleh Mentari.
Dengan cepat Mentari menarik boneka tersebut dan memeluk nya erat,"Diem. Kaki Lo tu nyaman tau buat bantalan," ucapnya mencari posisi nyaman kembali.
Dengan pasrah Lintang membiarkan Mentari menggunakan kakinya sebagai bantalan, sejuknya angin membuat keduanya memejamkan mata untuk menikmati terpaan angin di wajah masing masing.
Tangan Lintang terangkat membelai rambut Mentari pelan, anak rambut yang tadinya menutupi wajah Mentari kini sudah rapi terselip di belakang telinga membuat Mentari tersenyum senang.
"Gua masih takut Lu pergi Lyn," ucap Mentari tiba tiba membuat pergerakan Lintang terhenti.
Lintang tersenyum tipis, tangan kanannya kembali bergerak membelai kepala Mentari lembut, "Gua udah janji tetap disini sama Elu. Janji mana sih yang pernah Gua ingkarin, nggak ada kan," jelas Lintang mengetukkan dua jarinya di kening Mentari pelan.
Mentari menatap Lintang lekat, kedua mata mereka beradu beberapa detik, "Gua bakal tagih janji Elu seandainya Lu tiba tiba mutusin buat pergi. Gua minta, sesulit apapun Lu nanti ,Lu harus nepatin janji itu sama Gua," jelas Mentari mengacungkan kelingkingnya.
Senyum Lintang tiba tiba mengembang, dengan sedikit terkekeh geli Ia menautkan kelingking nya dengan kelingking Mentari, "Biarin dunia ini berputar sekarang, kalaupun nanti bakal berhenti, biar Gua yang muterin buat Elu," ucap Lintang setengah bercanda membuat Mentari mendelik kesal.
Dengan kesal Mentari menggigit pergelangan Lintang,"Gua serius Lyn, malah bercanda," kesal Mentari melihat Lintang masih terkekeh geli.
Lintangpun membiarkan Mentari terus menggigit pergelangan tangannya sampai merasa puas,"Gua juga serius, Lintang nggak pernah ingkar janji," ucap Lintang dengan wajah yang tiba tiba kembali datar.
Mata Mentari memicing, gigitan di pergelangan tangan Lintang Ia lepaskan di ganti dengan usapan pelan pada pergelangan tangan Lintang yang tampak berbekas, "Ya ya ya percaya Gua," jawab Mentari yang merasakan ketenangan di hatinya setelah mendapat jawaban dari Lintang.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise we won't go anywhere
General FictionKetika langitmu abu abu, masih ada aku yang akan membuatnya membiru. Ketika langitmu tak ada bintang, ada aku, bulan paling terang untukmu. Ketika harimu selalu hujan, ingat aku pelangi yang akan datang setelah nya. Jika lembaran bukumu tampak koso...