2. Orang Baru

551 73 4
                                    

"Bisa cepetan dikit nggak?" Neela bersandar pada pintu dengan tangan dia lipat di depan dada.

Perempuan itu memperhatikan Wanda yang masih mengepel kamarnya yang berukuran tiga kali tiga itu. Wanda membersihkan setiap sudut kamarnya berulang kali yang membuat Neela menghela napasnya kasar.

"Lo mau ngepel sampe kapan?" tanya Neela lagi, namun tetap saja tidak ada balasan dari laki-laki itu.

Wanda selesai mengepel lalu menyerahkan pel tersebut kepada Neela, "brisik banget!" ucap Wanda singkat lalu berbalik untuk duduk di atas kasurnya.

Kamar ini terhitung luas karena hanya diisi kasur dan tempatnya, satu lemari besar, dan sebuah meja. Barang Wanda juga tidak banyak, jadi masih ada tempat kosong yang dia gunakan rebahan di lantai.

"Nilaaa," panggil Wanda cukup keras hingga terdengar dari kamar nomer tiga.

"Apaa?" balas Nilaa dengan suara kerasnya namun tidak ada balasan lagi.

Sepertinya laki-laki bernama Wanda ini sedang mengerjai Neela yang masih sibuk membersihkan kamar nomor tiga karena penghuni barunya akan datang.

"Nilaa!"

"Apa sih Wan?"

Wanda tidak menjawab lagi pertanyaan dari Nila. Kalau laki-laki itu memanggil, Neela tidak akan merespon apa-apa agar Wanda kesal.

"Nilaaak!" Neela bisa mendengar langkah kaki mendekat ke kamar nomor tiga. "Budek?"

Neela membanting pel yang dia pegang, lalu berbalik menatap Wanda kesal. Belum sempat Neela mengucapkan kalimat marahnya, Wanda menunjuk ke arah gerbang.

"Apa? Siapa?" tanya Neela kemudian berjalan mendekat ketika Wanda menjawab dengan gelengan kepala.

Mata Neela bisa menangkap seorang laki-laki berdiri dengan mengintip ke dalam kosan melalui lubang yang biasa digunakan untuk membuka kunci gerbang.

"Kak, saya Seno yang mau nempatin kamar nomor tiga," ucap laki-laki itu dengan suara halusnya, "kunci yang kemarin kebawa temen soalnya."

"Bukain gih!" perintah Neela dengan mendorong bahu Wanda untuk membuka gerbang untuk penghuni baru itu.

Wanda membukakan gerbang untuk laki-laki bernama Seno itu dengan malas. Bisa-bisanya Neela menyuruhnya, padahal perempuan itu juga bisa.

"Masuk aja, Neela lagi ngepel kamar lo," ucap Wanda lalu berjalan menghampiri Neela lagi. Sedangkan Seno sibuk memasukkan barang-barangnya yang ada di luar gerbang.

"Kenapa lagi?" tanya Neela yang bisa melihat wajah Wanda yang tertekuk.

"Kamar gue kemarin nggak lo pel," keluh Wanda dengan bersedekap dan bersandar pada pintu dan memperhatikan Neela yang menutup lemari.

"Udah dibersihin mama gue tuh, mau protes?" sungut Neela lalu keluar meninggalkan Wanda untuk menghampiri Seno. "Butuh bantuan?"

Neela bisa merasakan aura berbeda dari sosok Seno ini. Laki-laki ini sangat cerah dan memancarkan positive vibes. Terutama pada senyum manis Seno yang bisa membuat perempuan mana saja jatuh ke pesonanya, termasuk Neela yang sangat menyukai senyum Seno itu.

Berbeda dengan Wanda yang selalu menebar aura gelap dan membuat Neela emosi hampir setiap berpapasan dengannya.

"Kita seumuran lohhh, panggil gue Nila aja ya," pinta Neela dengan uluran tangannya dan disambut manis oleh Seno, "biasa dipanggil Sen atau No?"

"Orang-orang manggilnya 'No' sih." Neela mengangguk paham lalu melihat ke atas seraya berpikir.

"Oke, Sen. Lo beres-beres aja, kalau ada yang dibutuhin bisa minta tolong Wanda," tunjuk Neela pada Wanda yang baru saja masuk ke dalam kamar lalu menutup pintunya sedikit.

Seno mengangguk paham dengan senyum yang tidak lepas dari laki-laki itu. Sedangkan Neela pamit untuk kembali ke rumahnya untuk melakukan aktifitas lainnya.


^_^


Wanda duduk di atas kasur dengan gelisah. Tanpa sadar dia menggigit jarinya hingga beberapa kukunya ada yang terpotong sedikit.

Dia sangat lapar, tapi dia malas untuk keluar. Badannya sudah bergetar, tapi dia tidak memiliki apapun untuk dimakan.

Daerah ini masih asing bagi Wanda, karena kosan sebelumnya masih berada di dekat kampus. Sedangkan sekarang harus naik motor delapan menit untuk bisa sampai ke kampus.

Tokk tokk tokk

Ketukan pintu menyadarkan Wanda dari lamunannya. Dia masih ragu untuk membukakan pintu kamar karena setahu Wanda motor di kosan hanya tersisa miliknya saja.

"Wan, lo mau makan nggak?" suara tersebut terdengar masih asing baginya.

Bahkan dia belum kenal siapapun di kosan ini kecuali Neela si anak pemilik kos.

Akhirnya Wanda mencoba melihat siapa yang mengetok pintu kamarnya dan mengajak untuk makan malam.

"Bentar gue lupa sama nama lo," ingat Wanda pada laki-laki yang tersenyum lebar. Dia penghuni kosan baru yang tadi siang datang ketika Neela bersih-bersih.

Wanda mencegah dengan tangan kanannya ketika laki-laki itu memperkenalkan diri. "Sani?" celetuk Wanda yang membuat orang di depannya itu menggelengkan kepalanya tanda kalau tebakannya salah.

"Gue Seno, Bayu Seno Adji," kenal Seno lagi kepada teman sekosnya ini. Kamar mereka hanya berselang satu kamar saja.

Kebetulan lantai bawah hanya ada tiga kamar karena diberi ruang yang dipergunakan untuk tempat parkir. Sedangkan lantai atas ada tujuh kamar dan ada dapur umum juga.

"Kenapa nggak dipanggil Bayu?" tanya Wanda dengan rasa ingin tahu yang tinggi, "atau Adji mungkin?"

"Udah dari dulu dipanggil Seno." Suara Seno ini sangat khas, halus tanpa ada perubahan nada yang mendadak.

"Gue panggil Bayu aja ya?"

"Terserah, tapi gue nggak noleh." Ternyata Wanda bukanlah orang yang sulit didekati. Siang tadi, dia mengira kalau Wanda ini akan sudah didekati atau malah tidak menyukainya.

Wanda sosok yang ramah ketika sudah mengenal laki-laki itu, bahkan terkadang akan memperlihatkan sisi konyolnya.

"Lo tau area sini nggak, gue laper?" ajak Seno lagi untuk keluar makan malam.

Wanda menggeleng kepalanya, dia juga tidak tahu daerah sini. "Gue baru pindah kesini kemarin."

"Eeeh lo mau kemana?" cegah Wanda ketika melihat Seno membuka gerbang lalu berjalan menuju rumah Neela.

Laki-laki bernama Seno itu memencet bel rumah Neela tanpa ragu, Sedangkan Wanda memperhatikan dari gerbang.

Tak lama, Neela keluar rumah dengan melongokkan kepala karena perempuan itu mengenakan celana yang super pendek.

"Ada apa Sen?" tanya Neela yang ikut tersenyum ketika melihat senyum Seno.

"Rekomendasi tempat makan dong, gue sama Wanda kelaparan," ucap Seno yang diikuti dengan tolehan kepala yang mengarah ke Wanda yang berada di gerbang.

"Nasi goreng apa penyetan? Ada tuh langganan gue sama anak kosan lain," jawab Neela yang melirik sinis ke arah Wanda yang dihadiahi juluran lindah dari laki-laki itu.

"Boleh deh, kita harus kemana?"

"Gue ikut ya, mama gue belum pulang dan belum masak," pinta Neela, Seno mengangguk setuju. "Tapi gue ganti baju dulu."

"CEPETAN, NGGA PAKE LAMA," teriak Wanda dibalas dengan acungan jari tengah dari Neela.



---------------

Note :

Neela dibaca Nila

Wanda tetap Wanda

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang