12. Cerita Singkat

328 56 24
                                    


"SETAN APALAGI SIH, GUE GAMPAR LO YA JUN!" marah Wanda pada Juna yang duduk tepat di depannya. Kalau bukan karena Neela yang menahan Wanda, laki-laki itu pasti sudah menyerang Juna dengan brutal.

"Kan cuma mau mastiin aja, Neela harus tahu karena dia pemilik kosan ini," jelas Juna dengan suara tenangnya, "takutnya beneran ada set...."

"NGGAK ADA NGGAK ADAAA!!" teriak Wanda dengan menutup kedua telinga untuk mencegah kelanjutan kata yang akan diucapkan Juna.

Neela yang kesal karena Wanda yang terus saja berteriak, akhirnya menutup mulut laki-laki itu dan menariknya untuk kembali duduk dengan tenang.

Bukannya diam, Wanda masih saja menggerutu yang semakin membuat Neela menghela napasnya panjang.

"Bisa diem nggak?" ancam Neela yang seketika berhasil membuat Wanda terdiam.

"Yaudaah, jangan dibahas," balas Wanda yang tampak mulai kesal dengan pembahasan Neela dan Juna yang berkaitan dengan setan tersebut.

Bukannya Wanda takut pada hantu dan sejenisnya, dia hanya tidak suka. Apalagi membahas hal mistis di tempat yang harus dia tempati untuk waktu yang lama.

Catat! Wanda bukan takut, dia hanya tidak suka.

"Wanda takut setan ya?" Wanda hampir saja melayangkan tinjunya ke arah Juna ketika laki-laki itu kembali membawa pembahasan itu.

"Bisa diem nggak!!" ancam Wanda pada Juna yang malah dibalas tawa besarnya, "gue pindah kosan nih!"

Neela melipat kedua tangannya, "pindah gih, nggak ada ruginya buat gue. Ada dua waiting list yang mau ngekos di sini."

Sepertinya ancaman Wanda bukanlah pilihan yang tepat untuk dia lakukan. Ini jelas malah merugikan dirinya. Jika dia pindah, maka dia harus cari tempat lain, dia harus beres-beres lagi, dia harus adapatasi lagi.

Woaah, membayangkan saja sudah tampak melelahkan. Terlebih, dia belum tentu mendapatkan teman seperti yang dia dapatkan di sini.

"Wanda jadi pindah?" tanya Juna ketika Wanda duduk dengan wajah yang tertekuk. Ternyata menggoda Wanda bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan. Pantas saja Neela suka sekali berdebat dengan Wanda, ternyata seseru ini.

"Lo udah selesai apa gimana sih Nil, kok malah nyantai?" tanya Wanda pada Neela yang malah duduk manis dan memberikan tanda untuk Wanda diam dengan bersandarkan tembok kamar Juna.

Mereka bertiga sedari tadi hanya duduk santai di depan kamar Juna tanpa menggunakan alas duduk. Awalnya karena Neela sedang menyapu depan kamar Juna, kemudian Juna duduk manis di ambang pintu kamarnya, terakhir disusul Wanda yang baru kembali dari kamar mandi.

"Seno kemana sih? Kok gue belum liat dia ya dari kemarin." Wanda memperhatikan kamar Seno yang tertutup rapat. Sandal di depan kamarnya pun disusun rapi seperti belum digunakan untuk hari ini.

"Heh tolol, dia kan pamit buat pulang ke rumah. Mumpung weekend trus nggak ada deadline," balas Neela seraya memperlihatkan chat terakhir dari Seno.

"Emang iya? Gue belum baca grup soalnya."

"Terserah Wan, terseraah."

Panjang Umur. Belum lama menjadi topik obrolan, Seno mengirimkan sebuah pesan ke grup mereka berempat.

'kalian pada dimana?'

Neela pun membalas dengan menyebutkan tempat yang sedang mereka gunakan ini. Ketika dia bertanya kenapa, laki-laki itu malah mengilang dari lane.


^_^


"Dalam rangka?" tanya Wanda ketika menerima satu kotak besar roti chiffon dari Seno.

"Ulang tahun," balas Seno dengan senyum khasnya.

Laki-laki itu juga memberikannya kepada Juna yang tampak memperhatikan Seno dengan seksama.

"Bukannya Seno kemarin nggak ultah ya?"

"Ya emang bukan gue." Seno meletakkan tas ranselnya di lantai kemudian duduk di lantai. "Orang rumah ada yang ultah, terus mama gue suruh beli lagi buat kalian, soalnya yang kemarin abis."

"Happy birthday ya, makasihh."

Wanda yang mendengar ucapan tersebut, reflek mendorong si pemberi ucapan, "kan bukan Seno yang ultah, tolol."

"Seno titip salam ya," ucap Juna yang dibalas anggukan pelan dari Seno. Laki-laki itu tampak sangat sumringah ketika berhasil memberikan kedua temannya roti yang dia bawa dari rumah itu.

Ketiga laki-laki itu mendengar suara grusah-grusuh dari luar rumah, mereka reflek menoleh bersamaan ketika bisa melihat Neela yang mengintip dari selah gerbang tempat membuka gembok.

"NGGAK SOPAN LO, NGINTIPIN KOSAN COWOK!!" tegur Wanda yang dibalas dengan acungan jari tengah dari Neela.

Benar saja, Neela langsung menyingkir dari gerbang dan entah pergi kemana. Juna dan Seno menatap Wanda seakan menyalahkan laki-laki kalau Neela ngambek.

"Canda Nil, buruan sini. Seno bawa roti nih dari rumah,"panggil Wanda yang tidak mendapatkan balasan dari perempuan itu.

Melihat Neela yang enggan masuk ke dalam kosan, Seno pun berinisiatif datang ke rumah Neela yang ada di depan kosan. Tak lupa, tangan kanannya pun menenteng roti yang dia bawa tadi.

Saat Seno berusaha membuka gerbang rumah Neela, tak disangka Wanda dan Juna pun ikut keluar kosan dan menyusul Seno.

"Nil, roti buat lo sama bu Nada ya." Seno meletakkan kantong kresek yang dia bawa di atas meja. Dia sedang menghampiri Neela yang duduk di ruang tamu tanpa menutup pintu rumahnya.

"Makasih ya, Sen." Suara Neela terdengar agak lesu, bisa jadi karena teriakan dari Wanda tadi, "Oh ya Sen, habis ada acara apa?"

Sepertinya Neela sudah merasa lebih baik, "orang rumah ada yang ulang tahun."

"Met ultah ya, panjang umur dan sehat selalu," ucap Neela dengan tulus.

"Nggak bisa panjang umur, Nil. Orangnya udah meninggal," balas Seno dengan santai, namun membuat Neela terdiam sejenak.

Bukan hanya Neela saja, ada Juna dan Wanda yang mendengar ucapakan tersebut di ambang pintu. Mereka berdua saling tatap dan bingung harus merespon seperti apa.

"Ohh sorry ya Sen, gue nggak tahu."

"Santai aja, udah lama kok."

Juna yang biasanya banyak diam, dia pun berinisiatif masuk ke ruang tamu rumah Neela, "beberapa hari yang lalu, lo denger suara rintihan gitu nggak, Sen, pas di kosan?"

Laki-laki itu kemudian duduk di lantai dengan meja di depannya. Seno mengerutkan dahinya bingung, "kapan?"

"Pas mati listrik, jam setengah duaan pagi."

"Ohh, itu kayaknya gue deh. Hehe," aku Seno seraya menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal itu.

Wanda yang semula berdiri di ambang pintu, akhirnya bergabung duduk di lantai untuk mendengar pengakuan dari Seno.

Laki-laki itu bercerita kalau pada malam itu dia sedang bermimpi. Dikatakan mimpi buruk bukan, dikatakan mimpi bagus juga bukan.

Mimpinya ini terasa sangat nyata dan sampai membuat Seno terbangun dengan rasa lelah dan bahkan berkeringat banyak.

"Mimpi apaan sih, Sen?" tanya Neela seteleh mendengar penjelasan dari Seno.

"Random, dan pas banget mimpi malem itu, gue  baru lari dan rasanya capek banget," lanjut Seno, "tapi, gue gak apa apa kok. Udah kebiasaan, jadi bisa diatur dikit."

"Lucid dream?"

"Mungkin," jawab Seno seraya tersenyum manis. "Kapan-kapan gue ceritain deh detailnya."  

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang