15. Ucapan Neela

287 52 2
                                    

Wanda berlari kecil menyusuri koridor yang menghubungkan gedung B dengan gedung E. Ciri khas kampus di awal semester yaitu masih banyak mahasiswa yang mengikuti kelas, dan akan terseleksi seiring berjalannya waktu.

Di ujung koridor gedung E, Wanda berbelok ke kiri untuk menghampiri Juna yang sedang terduduk dengan lesu. Laki-laki itu sedang menelungkupkan kepalanya di atas meja public space.

"Sorry agak lama, habis dimintai tolong kating angkat barang," ucap Wanda seraya duduk di depan Juna.

Laki-laki berwajah masam itu mengangkat kepalanya dan melihat Wanda yang wajahnya tampak sangat berkeringat.

"Wanda tadi ada acara ya?" tanya Juna yang tidak enak hati karena mengirim pesan kepada Wanda sesaat setelah dia menyelesaikan kelasnya.

"Nggak ada, aman kok. Untung lo tadi ngechat, jadi gue bisa kabur dari kating sialan itu." Wanda meraih botol minum milik Juna yang laki-laki itu letakkan di atas meja.

Kelas Wanda dan Juna kebetulan mulai dan selesai di jam yang sama. Sehingga mereka sepakat untuk berangkat dan pulang ke kosan bersama.

Tak disangka, setelah Juna selesai kelas, Wanda belum juga menampakkan diri di parkiran gedung E – gedung tempat Juna mengikuti kelas. Awalnya saat dihubungi laki-laki itu tidak membalas, yang membuatnya berakhir menunggu di public space.

Jika ditanya, kenapa tidak berangkat dengan Seno, yang notabene satu jurusan dengan Juna?

Mereka berdua mengambil mata kuliah pilihan yang berbeda, jadi hari ini mereka memiliki jadwal yang berbeda pula. Selebihnya, Seno dan Juna memutuskan mengikuti kelas yang sama sejak awal semester lima ini.

"Wanda laper nggak? Cari makan yukk!" ajak Juna seraya mengemasi barang yang dia keluarkan selama menunggu Wanda.

Laki-laki itu mengangguk tanda dia setuju untuk mencari makan, karena dia tadi pagi hanya memakan sepotong roti yang diberikan Seno.

Belum sempat keluar dari public space yang terkenal dengan "penghuni alam lain' ini, bahu Wanda ditahan seseorang dari belakang.

Dia menoleh ke belakang dan mendapati kating yang tadi dia bantu untuk mengangkat barangnya – Liam sedang tersenyum seringai. Senyum yang sangat menyebalkan bagi Wanda, begitu pula dengan Juna yang melihatnya.

"Mau kemana lo?" ucap laki-laki itu yang membuat Wanda menghela napasnya malas. Dia tidak ingin membuat masalah dengan orang lain, terutama katingnya ini.

"Balik kosan bang, ngerjain paper," jawab Wanda seraya menyingkirkan tangan Liam dari bahunya dengan perlahan.

"Barang sekre masih banyak lohh, kasihan Enggar sama Alan." Lagi dan lagi, ucapan Liam membuat Wanda tidak enak untuk mengatakan tidak, walaupun itu bukan tugasnya.

Wanda sangat bimbang antara pulang ke kosan dengan Juna dan melanjutkan paper untuk kelas besok, atau membantu Enggar dan Alan mengangkat barang-barang sekre.

Di tengah kebimbangan Wanda, senggolan Juna menyadar laki-laki itu. Benar juga, dia ada Juna yang bisa dia gunakan sebagai alasan.

"Aduh maaf, ya, bang," lanjut Wanda seraya melirik Juna agar laki-laki itu bisa diajak kerjasama, "gue udah ada janji sama temen gue."

Wanda menunjuk Juna yang ada disebelahnya, namun Juna hanya terdiam tidak menunjukkan reaksi apapun. Laki-laki itu berharap, Juna bisa mengiyakan ucapannya, walau hanya mengatakan 'heem' saja sudah cukup.

"Bang, maaf ya. Juna udah ada janji sama Wanda. Maaf banget Wanda nggak bisa bantu, mungkin lain kali pas Wanda luang," jelas Juna dengan kalimat panjangnya dan sesopan mungkin.

Wanda yang mendengar itu hanya bisa terdiam bingung, sejak kapan Juna bisa mengatakan kalimat panjangnya ke orang asing yang bahkan tidak dia kenal.

Keterdiaman Wanda pecah, ketika Juna mengawali untuk berpamitan pada Liam yang kemudian menarik Wanda untuk segera pergi.

"Gue kaget," celetuk Wanda ketika mereka sampai di parkiran tempat motor Wanda berada.

"Wanda kenapa tadi malah diem siiiih. Sumpah tadi tu Juna takut bangeet," ucap Juna seraya memegang kepalanya sebagai isyarat kalau laki-laki itu merasa stress tentang kejadian tadi.

"Lo tadi nggak gagap loh, Jun."

Juna menjulurkan tangannya sebagai tanda untuk Wanda diam sejenak. Sejujurnya Juna tidak seberani itu untuk berbicara dengan orang lain yang belum dia kenal.

"Juna langsung stress, Wan. Gimana iniii?" seru Juna yang lagi-lagi memegang kepalanya.

"Lebay lo!" Wanda mendorong Juna untuk menyingkir agar dia bisa naik ke atas motornya.

"Tadi tuh tiba-tiba keinget omongan Neela ke Juna, kalau Juna harus coba buat berani ngomong. Suka ya suka, nggak ya nggak."

Mendengar penjelasan Juna, ingatan Wanda terasa ditarik ke belakang kembali ke tahun pertamanya sebagai mahasiswa baru jurusan Agribisnis.

Hal aneh yang selalu Wanda lakukan ketika berganti tingkatan sekolah. Dia akan mengubah dirinya menjadi sosok yang berbeda dari yang sebelumnya.

Ketika Wanda SD, dia adalah siswa yang rajin, ramah, dan selalu menjadi tiga besar di kelasnya. Saat SMP, dia mengubah diri menjadi anak yang judes, jarang bergaul dengan teman yang tidak akrab dengannya, dan sering masuk BK karena berdebat dengan temannya.

Kepribadiannya berubah lagi ketika dia duduk di bangku SMA, dia menjadi siswa yang aktif mengikuti kegiatan OSIS. Dia memiliki teman hampir di seluruh kelas, seluruh jurusan, bahkan lintas angkatan.

Titik jenuh tertinggi Wanda adalah saat SMA, dia dikenal sebagai siswa ramah dan berhati malaikat. Setiap permintaan tolong yang diajukan kepadanya, pasti dia iyakan, tanpa ada tolakan.

Mulai dari permintaan tolong yang mudah dilakukan, hingga yang tidak masuk akal. Semua Wanda lakukan untuk menyenangkan semua orang.

Hal itu dia lakukan karena dia menyadari semua penolakan yang dia lontarkan dulu berbuah tidak baik dan tidak semua orang bisa menerimanya.

Wanda menerima seluruh permintaan, permohonan yang diberikan semua orang, hingga dia sampai di satu titik. Dia lelah

Semakin Wanda tidak bisa menolak permintaan orang lain, maka dia akan semakin takut mengalami penolakan ketika dia meminta sesuatu.

Ya. Dia takut.

Awal masuk di perguruan tinggi pun, Wanda masih menjadi pribadi yang sama seperti pada saat SMA. Susah menolak permintaan orang lain, dan sulit mengubahnya seperti yang dia lakukan sebelumnya.

Hingga Wanda melihat Neela ketika mereka mengikuti ospek jurusan. Perempuan itu berani menolak permintaan kating yang memintanya menjadi calon koodinator angkatan secara mentah mentah di depan seluruh angkatan.

Alasannya hanya satu, dia tidak suka.

Alasan yang sebenarnya tidak bisa diterima kating, namun perempuan itu menegaskan berkali-kali hingga akhirnya kating menyerah untuk menekan Neela.

Tidak hanya satu dua kali, Perempuan itu berani menolak setiap permintaan orang lain dengan berpegang pada prinsipnya. Jika dia bilang tidak suka, mana tidak dilakukan.

Wanda iri, dan ingin bisa melakukan hal itu.

"Neela itu keren banget, ya, Wan. Kalau Juna punya sifat kaya Neela, kayaknya Juna bisa menguasai dunia deh," celetuk Juna dengan senyum sumringahnya.

"Iya, dia keren. Sampe gue pengen banget kaya dia juga," batin Wanda setuju dengan perkataan Juna. 

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang