23. Topping

166 27 1
                                    

"Gue udah nggak marah."

Seno kembali menoleh ke arah Neela ketika perempuan itu mengatakan sudah tidak marah kepadanya. Secepat itu kah?

Mata Seno menyipit untuk melihat ekspresi wajah dari Neela dengan jelas. Perempuan itu tampak mengalihkan pandangannya beberapa kali, seperti tidak ingin dilihat dan dinilai kembali oleh Seno.

"Jangan bohong Nil, kalo masih marah mendingan gue ngomong besok aja."

"Sekarang aja sihhhh!" suara Neela lagi lagi meninggi, karena dia sudah merasa sangat tidak sabar dengan Seno yang menunda untuk mengatakan entah apapun itu. Jujur, Neela sangat penasaran.

"Kaaann, lo itu masih marah." Seno kembali mengalihkan pandangannya kembali pada laptop, tetapi sebuah tangan menahan rambutnya dengan kuat, "ya jangan dijambaaak!"

Neela malah menjulurkan lidahnya ketika Seno melemparkan tatapan ganasnya karena rambutnya ditahan oleh Neela dengan kuat.

Laki-laki itu memilih untuk tidak bergerak, karena tahu jika dia bergerak maka perempuan yang sedang dilanda amarah itu akan menjambaknya tanpa ampun.

"Iyaa gue ngomong, tapi lepasin dulu tangan lo." Satu kalimat yang langsung dituruti Neela. Perempuan itu langsung duduk mendekat ke arah Seno untuk mendengarkan laki-laki itu dengan jelas.

"Tentang mati listrik dan suara di kosan, gue udah cerita kalau itu gue belum sih?" tanya Seno yang dibalas gelengan kepala oleh Neela. "Jujur itu awalnya karena tingkah konyol gue sendiri.

Berdasarkan cerita Seno, Neela bisa menangkap kalau Seno hingga saat ini masih belum bisa tidur jika tidak ada cahaya di ruangan yang dia gunakan untuk tidur. Jika itu terjadi, maka dia akan mengalami gangguan pada tidurnya.

Hal itu bermula ketika dia merasakan sakit hati karena mamanya yang meminta izin untuk menikah lagi setelah papanya meninggal. Tidak, Seno tidak semudah itu menerima permintaan tersebut. Banyak pertimbangan yang tersemat di pikiran Seno.

Nasibnya sebagai anak, kehidupan mamanya sebagai istri orang lain, perasaan papanya yang sudah tiada. Akankah semuanya baik-baik saja?

Perasaan marah yang menumpuk, menyebabkannya bermimpi papanya yang marah karena Seno menahan mamanya untuk bahagia dan menjalani hidup yang lebih baik. Sosok bapak yang selalu menebarkan senyum khasnya itu melampiaskan amarahnya, berarti Seno telah melakukan suatu kesalahan yang besar.

Dia takut, sangat takut, apalagi dia terbangun dalam keadaan ruangan gelap dan masih terbayang jelas wajah marah papanya. Seno tidak mau membuat suatu keputusan yang salah dan membuat orang lain merasakan akibatnya.

"Sekarang masih ngerasa takut?" tanya Neela hati-hati, karena mungkin laki-laki itu akan tersinggung dan kembali teringat kenangan yang bisa terbilang buruk itu.

Seno tampak sedikit berpikir, "masih. Gue takut semisal salah ambil langkah, bakal bikin papa dateng ke mimpi kaya dulu lagi. Serem anjirrr, udah pergi lama tapi tiba tiba muncul cuma buat negur kan nggak lucu."

Tubuh tegang Neela karena takut laki-laki itu masih memiliki rasa takut yang mengarah ke rasa trauma, mengendur karena ucapan konyol Seno. Namun, jika dipikir-pikir lagi, ucapan Seno ada benarnya. Orang yang meninggal tapi sering mampir lewat mimpi itu agak horor.

"Jadi, Nil." Ucapan Seno terjeda karena laki-laki itu menghela napasnya. "Gue nggak mau lo ngerasain sakit hati yang nantinya bikin lo kena efeknya. Gue nggak mau lo stress yang mungkin aja bikin lo trauma."

Seno juga mengatakan kepada Neela, kalau laki-laki itu tidak ingin Neela merasakan issue ke hal-hal yang belum pernah dia miliki sebelumnya. Yang mungkin membuat Neela tidak bisa merasakan atau mengalami hal baru lagi.

"Gue belum pernah punya bapak, gimana rasanya, Sen? Boleh review dikit nggak?"

Seno tersenyum kecil karena pertanyaan tidak terduga ini, "feeling complete mungkin, kayak ada tambahan topping Stroberi, coklat, mintchoco, kadang remahan rengginang."

"Random, tapi kayaknya menarik juga." Neela mengangguk angguk seakan sedang mencerna ucapan dari Seno terkait rasa memiliki bapak.

Sebuah perumpaan yang ini malah lebih mudah untuk dicerna oleh Neela, dibandingkan menjelaskan dengan bahasa umum yang pernah Seno ucapkan sebelumnya.

"Dicoba aja, Nil. Kalo suka ya lanjut, kalo nggak ya stop aja."


^_^


Neela meregangkan badannya yang sudah terasa lebih ringan dibandingkan dengan sebelumnya. Belum sempat menguap, dia dikejutkan oleh seorang perempuan dan pria dewasa yang menatapnya.

Dia menoleh ke arah Seno yang ternyata sudah terbangun dan sedang terduduk manis beralaskan karpet dengan kedua tangan memeluk laporan praktikum miliknya.

Waaah, Neela seperti sedang digrebek karena telah melakukan sesuatu dengan Seno.

"Kapan pulang mah?" tanya Neela basa basi karena melihat raut wajah mamanya yang tampak datar dan tidak ramah itu.

"Barusan."

Dih, ketus amat. Kurang lebih Neela mengatakan hal tersebut di dalam hati. Kemudian, pandangannya beralih untuk memperhatikan seorang pria dewasa yang tampak tersenyum manis ketika Neela melihat ke arahnya.

"Siapa mah?" tanya Neela seraya menunjuk pria itu dengan dagunya.

"Bapak lo."

"HHAAAHHH?!!" ucap Neela dan Seno bersamaan, mereka berdua saling melempar tatap karena bingung dengan situasi yang mereka hadapkan ini.

Jujur Neela sempat meminta untuk diberi topping di dalam hidupnya setelah obrolannya dengan Seno semalam. Namun, bukankah ini terlalu cepat untuk dikabulkan?

Waaaah, Neela tidak habis pikir. Dia masih berusaha berdamai untuk menerima mamanya untuk menikah, dan dalam semalam langsung dibawakan seorang bapak.

"Monikah lu?" ucap Neela bergurau kepada mamanya.

"Kagak, ini beneran bapak lo, Nil. Bapak kandung."

"Nggak lucu, mah!!" Neela bangkit dari kasurnya, dan berjalan menjauh untuk masuk ke dalam kamar perempuan itu.

Nada dan pria di sampingnya itu pun tidak berusaha untuk mengejar Neela karena mereka tahu kalau Neela saat ini sedang bingung dan tidak tahu harus melakukan apa.

Sama. Seno juga begitu. Dia terbangun ketika kakinya ada yang menyenggol beberapa kalo dan ternyata pelakunya adalah ibu pemilik kos, dan sedang membawa seorang pria asing.

Jujur, ini sangat canggung.

"Sen, makasih ya udah nemenin Neela. Tu anak pasti rewel pas lagi sakit."

"Nggak kok, buk. Neela udah aman pas sama Seno, mungkin rewelnya ke Wanda yang ngurusin dari siang."

Ibu pemilik kos itu mengangguk paham dan menoleh ke arah pria di sampingnya itu. Dia sadar sepertinya ada yang terlewat.

"Ohiya, Sen. Ini bapaknya Neela, pasti lo baru lihat sekarang kan? Soalnya Neela juga." Ibu kosannya itu terlihat santai, "Soalnya emang ni orang juga baru tahu beberapa bulan lalu kalo punya anak - Neela."

Gawat. Ini TMI yang benar-benar too much untuk diberikan kepada Seno. Mungkin jika bisa dilihat dari raut wajah, muka Seno sudah tampak seperti orang bodoh.

"Lo balik kosan dulu sana, mandi dulu. Ntar kesini lagi buat makan," saran Nada yang langsung disetujui oleh Seno.

Laki-laki itu bergegas untuk mengemasi barang bawaannya, mulai dari kertas laporan, laptop dan sarung yang dia bawa dari kosan.

Neela, hidup lo bakalan kebanyakan topping

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang