9. Kunjungan

359 61 9
                                    

Sudut mata Wanda melirik ke arah kanan dan kiri secara bergantian. Gelap dan sepi, namun dia seperti merasakan akan ada sesuatu yang mendekatinya di jam delapan malam ini.

Laki-laki itu sedang berusaha membuka gerbang kosan sepulang dari latihan band. Saat gembok berhasil terbuka, telinganya mendengar sebuah mobil berhenti tepat di belakang motor beat miliknya.

Bukannya segera membuka gerbang kosan, Wanda mencoba mencuri pandang pada mobil yang baru saja datang itu dengan seksama.

"Anjir orang kaya," batin Wanda dengan tangan masih berusaha melepaskan gembok.

Seorang wanita dewasa turun dari bangku tengah diikuti dengan tiga orang laki-laki lainnya.

Niat hati ingin segera masuk ke dalam kosan, namun langkah Wanda terhenti karena panggilan dari seorang laki-laki yang tadi turun dari bangku kemudi.

"Maaf mau tanya, ini benar Wisma Nada Putra bukan ya?" tanya laki-laki yang mengenakan kemeja yang masih tampak rapi itu. Wanda pun mengiyakan, dan laki-laki itu menambahkan, "kalau Herjuna benar kos di sini?"

Wanda terdiam sejenak, dia ragu untuk memberikan informasi terkait keberadaan Juna pada orang yang belum dia ketahui hubungannya dengan Juna itu.

"Ohiyaa, saya Herlambang kakak pertama dari Herjuna. Ini Hernando, kakak kedua. Trus yang ini orang tua kami," jelas Herlambang dengan gestur memperkenalkan satu persatu anggota keluarganya.

Suara halus Herlambang sangat khas dan kalau diingat-ingat lagi sangat identik dengan suara Juna.

"Saya Wanda, teman sekosannya Juna kak, Pak, Bu." Wanda menyalami satu persatu anggota keluarga dari Juna – temannya itu.

Rasanya senang sekali melihat keluarga Juna yang tidak merasa aneh dengan namanya, apalagi memberikan komentar 'seperti nama perempuan' seperti yang biasa dia dapatkan.

"Tapi Juna baru nggak di kosan kak. Tadi sih terakhir bilang kalau baru selesai praktikum trus lanjut ngerjain laprak di kampus bareng Seno," jelas Wanda yang tak lupa memasang senyum, "Seno anak kosan sini juga kok kak."

Wanda mencoba menjelaskan karena takut memberikan informasi yang salah dan menyebabkan hal buruk terjadi. Se tengil-tengilnya Wanda, dia tidak akan menyesatkan orang. Mungkin tidak semua, pengecualian untuk orang-orang tertentu. Hehe.

Soal Juna yang mengabari tadi, itu Wanda dapatkan dari grup chat antara dia dengan Juna, Seno, dan Neela, di luar grup kosan. Itu semua adalah ide Juna sesaat setelah mereka meresmikan jalinan hubungan pertemanan.

Kakaknya Juna yang bernama Hernando mencoba angkat bicara setelah dari tadi hanya diam, "boleh minta tolong telponkan Juna atau yang lain, karena dari tadi Juna tidak angkat telpon."

"Ohiya Wanda, sekitar sini ada tempat makan yang bisa buat ngobrol nggak?" sambung Herlambang ketika Wanda berusaha menelpon Seno.

"Ada kak," belum sempat Wanda melanjutkan jawabannya, Seno telah mengangkat telponnya, "heeeh, lo di mana? Juna dicariin mak bapakknya ini!" reflek Wanda dengan suara yang lumayan keras.

Keempat orang itu sedikit terkejut ketika mendengar suara Wanda yang lantang dan terkesan sedikit tidak sopan itu.

"Kak, ini kata Juna diminta ke tempat makan dulu aja, nanti dia nyusul," ucap Wanda yang dibalas anggukan paham dari Herlambang dan Hernando.

"Pasti hpnya mati," tebak Herlambang yang dibalas anggukan oleh Wanda. "Motornya masukin aja Wan, trus ikut kita makan."

"Wanda udah makan kak tadi," tolak halus Wanda karena bingung dia harus bagaimana dengan keluarga Juna ini.

"Udaah ikut aja, ngemil atau beli es nggak apa apa."

Atas dorongan dari kedua kakak Juna ini, Wanda berakhir duduk manis di meja yang sama dengan keluarga Juna. Untung saja kedua kakak Juna ini bukan tipe orang yang kaku, mereka bisa membuat nyaman suasana dengan obrolan mereka.

Berbeda dengan kedua orang tua Juna yang hanya menyapa dan tidak banyak memberikan komentar apapun sejak di depan kosan tadi.

"Itu si Juna beneran punya temen?" tanya Herlambang setelah menyelesaikan suapan terakhirnya.

Wanda mengangguk dan menunjuk dirinya sendiri sebagai teman Juna.

"Beneran temenan?" tanya ulang Herlambang karena kurang yakin, "kalau Seno sama Neela?"

"Temenan juga kok kak. Seno itu sejurusan sama Juna, kalau Neela anak yang punya kosan," jelas Wanda yang ternyata didengarkan baik juga oleh kedua orang tua Juna, "Juna ada cerita tentang kita ya kak?"

"Cerita banyak banget, terutama akhir-akhir ini dia banyak cerita tentang kalian."

Sejauh cerita yang Wanda tangkap, Juna anaknya terbuka terhadap keseharian ke keluarganya. Bahkan ke kakak laki-lakinya, yang tidak semua keluarga bisa melakukannya.

Herlambang juga cerita kalau dia sedikit ragu kalau Juna punya teman, karena awal-awal masuk kuliah Juna berbohong kalau laki-laki itu punya satu teman yang kemana-mana selalu bersama. Ya walaupun pada akhirnya Juna mengaku kalau dia berbohong.

"Kak, Juna itu emangnya..." belum sempat Wanda melanjutkan ucapannya, Juna datang mencium tangan lalu mengecup satu sisi pipi kedua orang tuanya bergantian.

Belum selesai di situ keterkejutan Wanda pada interaksi keluarga ini, dia bisa melihat Juna mencium tangan kedua kakaknya dan memeluknya tanpa canggung.

Catat sekali lagi. Tidak semua keluarga bisa melakukan ini.

Keterdiaman Wanda pecah ketika seseorang menyenggol bahu kanannya lumayan keras. Ketika dia menoleh, dia bisa melihat Seno yang berdiri tepat di sebelahnya dengan senyum khas miliknya.

"Cemara banget yaah," ucap Seno pelan yang bisa terdengar jelas di telinga Wanda.

"Seno mau pesen apa? Juna mau pesen minum sama jajan, sekalian aja ya?" tawar Juna yang dibalas anggukan setuju.

Sekembalinya dari memesan minum, Juna duduk tepat di sebelah kakak pertamanya – Herlambang. "Kak Ambang yang nyetir?" tanya Juna yang auranya sangat terlihat sebagai anak bungsu.

Herlambang menepuk kepala Juna sekilas, "iyaa, gantian sama kak Nando tadi. Ayah sama ibu biar nyantai di belakang."

"Dari acara apa emangnya? Kok bisa sampe sini?"

"Habis ke lamaran anaknya Om Tono," jawab Herlambang yang dibalas anggukan paham dari Juna.

Juna beralih menatap ayahnya yang sedari tadi diam, "Yah, boleh minta tolong kirim uang buat bayar kosan nggak? Soalnya tadi Neela udah chat Juna buat tagihan bulan ini."

Ayah Juna mengangguk paham, kemudian mengeluarkan ponselnya untuk melakukan sesuatu, "Udah ayah kirim, itu ada lebih buat jajan sama temen Juna ya."

Kesan pertama yang bisa Wanda dan Seno ketika mendengar suara ayahnya Juna adalah haluusss sekali. Ayahnya Juna tampak berwibawa ketika tidak mengeluarkan suara, namun tampak sangat penyayang ketika beliau mulai berbicara.

"Wanda, Seno, anak Ayah yang paling kecil ini nggak nakal kan?" Wanda dan Seno reflek menoleh, mereka bisa melihat senyum tipis dan mata teduh dari beliau.

"Kadang ngeselin sih om ... aww," rintih Wanda ketika kakinya diinjak oleh Seno, "tapi overall masih aman buat temenan kok. Hehe."

Wanda hanya bisa menampilkan cengiran konyolnya, sedangkan Seno khawatir jika Wanda membeberkan tentang Juna selama kuliah. Entahlah, Seno ragu kalau keluarga Juna tahu tentang hal itu.

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang