20. Lo Egois!

239 38 6
                                    

"Duuhh, kok mati sihh," keluh Seno ketika lampu kamarnya tiba-tiba mati ketika dia sedang bersantai di atas kasurnya. Seno dengan cepat membuka pintu kamar dan menyibakkan gorden agar cahaya dari luar bisa masuk.

Sore yang masih cerah ini, mungkin bisa Seno manfaatkan untuk mencari pengganti lampu kamarnya yang mati sebelum gelap mendekat. Dia tidak ingin bermalam dengan keadaan gelap yang bisa memicu rasa takutnya.

Juna sedang keluar dengan kakak keduanya – Hernando dengan alasan ingin menjeguk adik kecilnya itu, dan entah jam berapa dia akan pulang. Sedangkan Wanda ada latihan band hingga malam sekali karena besok dia ada perform untuk satu acara dari fakultas lain.

Laki-laki itu pun berinisiatif datang ke rumah Neela untuk meminta lampu yang nantinya akan dia ganti dengan menambahkan ke dalam tagihan kos bulan depan.

Suasana sepi yang sering Seno jumpai ketika masuk ke pekarangan kecil rumah Neela. Anehnya pintu depan terbuka lebar yang menandakan kalau ada orang di sana.

Seno mengerutkan dahinya bingung ketika mendapati Neela duduk termenung di sofa ruang tamu dengan mengenakan pakaian rapi khas seperti habis pulang bepergian. Di lantai tergeletak sebuah paper bag yang bertuliskan sebuah brand sepatu.

Sepertinya perempuan itu habis membeli sepatu baru.

"Nil," panggil Seno seraya berjalan masuk. Neela mendongak dan Seno bisa melihat wajah perempuan itu tampak murung dan seperti akan menangis. Namun, sepertinya Neela sedang berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis.

Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Neela lebih dulu menyela, "Sen, gue boleh minta peluk bentar nggak?"

Tanpa memberi jawaban, Seno pun bergerak maju untuk memeluk perempuan yang tampak sedang berada di titik rendahnya. Seno yang berdiri dipeluk erat oleh Neela dengan posisi duduknya.

Perempuan itu menyembunyikan wajahnya di perut Seno tanpa mengatakan satu katapun. Seno hanya bisa mengusap kepala Neela dengan harapan bisa memberikan ketenangan pada perempuan itu.

Seno belum berani mengatakan apapun dan membiarkan Neela menyalurkan emosi yang ada di dalam dirinya.

Ketika napas Neela terasa tidak beraturan, Seno akhirnya mengambil satu langkah untuk mengetahui apa yang sedang di alami Neela.

Dia memegang kedua pipi Neela dan mendongakkannya dengan perlahan. Mata Neela sudah penuh dengan air mata, bibir perempuan itu dia gigit kecil.

"Lo oke kan?" tanya Seno yang menunduk untuk melihat kondisi Neela yang tampak tidak baik-baik saja.

Benar saja, satu pertanyaan Seno membuat tangis Neela akhirnya luruh dengan derasnya. Tangisan Neela semakin tersedu-sedu membuat Seno mengubah posisinya menjadi duduk dan menarik Neela ke pelukannya yang erat.

Semenjak kenal dengan Neela, mungkin baru kali ini Seno melihat sisi lain dari Neela. Sosok yang dia tahu, Neela adalah perempuan yang kuat, cerewet, dan akan membantah siapapun yang bertentangan dengannya.

Namun, kali ini berbeda. Orang yang berada di pelukan Seno ini terlihat seperti perempuan kecil yang membutuhkan tempat untuk mengadu dan berlindung.

Jujur, Seno khawatir dan timbul rasa ingin menjaga.

Seno tidak lagi mengatakan satu katapun dan membiarkan Neela tenang sendiri di dalam pelukannya. Tangannya pun perlahan menepuk nepuk kepala belakang dan punggung Neela bergantian.

"Sen," panggil Neela seraya menjauhkan kepalanya dari Seno.

"Hmmm," balas Seno dengan suara lembutnya, laki-laki itu berusaha melihat kondisi Neela melalui mimik wajahnya.

"Gue pengen sempol."

Serasa dipukul dengan panci penggorengan, pertanyaan Neela ini sangat tidak terduga. Seno hanya bisa menyembunyikan senyum konyolnya karena mengharapkan Neela akan mengadu tentang hal yang membuatnya menangis.

Neela tetaplah Neela, dengan segala tingkah yang bisa dibilang aneh itu.

"Okee, gue ambil motor sama jaket dulu," ucap Seno seraya bangkit dari duduknya, "lo jangan lupa pake jaket juga."

Laki-laki itu keluar rumah Neela untuk kembali ke kosan. Mungkin nanti malah dia harus melawan rasa takut terhadap gelapnya karena tidak berhasil mengganti lampu. Atau mungkin dia bisa mengungsi ke kamar Wanda atau Juna sebagai gantinya.


^_^


Hembusan angin membelai pipi Neela dengan lembut, tidak terlalu dingin dan tidak terasa panas. Mata Neela terfokus pada sebuah pohon yang tampak kesepian di tengah alun-alun ini.

"Kasihan," batin Neela seraya menyeruput es teh solo berukuran besar yang dia beli di dekat parkiran tadi.

Tidak biasanya Neela meminum minuman berperasa, karena perempuan itu sering mengkonsumi air putih setiap kali Seno lihat.

Neela hanya diam dan menyeruput esnya tanpa mengatakan apapun. Neela tampak benar-benar stress dan sedang memikirkan sesuatu, begitu pikir Seno.

"Sen," panggil Neela yang membuyarkan lamunan Seno.

"Hmmm, kenapa Nil?"

"Gimana perasaan lo pas mama lo mau nikah lagi?" tanya Neela tanpa menoleh dan tetap pada pandangannya ke sebuah pohon yang ada di depan sana.

Pertanyaan tidak terduga dari sosok Neela. Apakah mungkin Bu Nada – ibu kosnya itu akan menikah?

Sejujurnya Seno juga bingung harus menceritakan bagian yang mana. Sisi bingungnya atau titik di mana dia berani mengambil keputusan.

"Jujur, awalnya agak nggak terima si, Nil. Soalnya kan gue pernah punya bapak walaupun udah meninggal. Takut bapak tiri gue nggak 'sebaik' bapak gue dan malah nyakitin mama aja sih."

Neela tidak bertanya lebih lanjut dan Seno juga tidak menjelaskan lebih. Sebelumnya, Seno pernah menceritakan tentang keputusannya untuk menerima kalau mamanya akan menikah lagi.

"Tadi gue kan beli sepatu sama Winny – temen sekelas gue," Neela memulai ceritanya, "Gue liat Mama lagi ketemuan sama orang. Cakep, tinggi, kecina cinaan. Dan tu orang megang tangan Mama."

Neela bercerita kalau setelah melihat itu, dia mencoba untuk menghampiri agar bisa mendengar lebih dekat percakapan yang sedang mereka bicarakan. Winny yang tidak terlalu menahu permasalahan Neela, hanya bisa mengekor di belakang perempuan itu.

"Terus lo denger apa?"

"Tu orang pengen nikahin Mama, dia pengen bareng-bareng sama Mama dan mulai ke kehidupan baru."

"Bukannya bagus, kalau dari yang lo ceritain, dia keliatan serius banget sama mama lo," ungkap Seno berusaha menunjukkan sisi positifnya.

"NGGAK SEN!" tegas Neela yang membuat Seno sedikit terkejut. Suara Neela tidak keras tetapi terdengar sangat menentang hal tersebut.

Seno bisa mendengar kalau Neela benar-benar tidak ingin ada orang lain masuk ke kehidupannya, termasuk ke kehidupan mamanya. Dia tidak ingin orang baru. Dia tidak ingin orang lama. Neela hanya ingin hidup bersama Mamanya saja.

Neela juga mengungkapkan kalau dia juga tidak ingin memiliki pacar sehingga Mamanya juga tidak boleh memiliki pacar.

"Gue cuma mau sama Mama, Sen."

"Neela, lo egois!" ucap Seno yang pada akhirnya bisa membuat Neela menoleh ke arahnya. Perempuan itu meninggalkan pandangannya pada sebuah pohon yang tampak kesepian itu.

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang