19. Satu Langkah

206 38 1
                                    

Tangan laki-laki pendiam itu mulai terasa dingin di kedua sisi. Matanya melirik ke kanan dan kiri seraya menggigit bibirnya gugup. Dia takut tapi dia kembali teringat pada kata-kata yang memintanya untuk mencoba untuk berani.

Mungkin ini sudah saatnya dia untuk angkat bicara.

"Arif, Juna boleh gabung kelompoknya Arif nggak?" tanya Juna hati-hati ketika dia berhenti di depan salah satu kelompok yang berada di pojok kanan kelas.

Semula mereka semua sudah memulai pembahasan terkait tugas yang harus mereka kerjakan. Namun, harus terhenti ketika Juna meminta untuk bergabung ke kelompok mereka.

Juna sangat hati-hati ketika dia meminta gabung ke kelompok ini, karena ada satu anggota yang pernah membicarakan Juna perihal sifat ansosnya.

Si pemilik nama itu pun mendongak dan mendapati Juna yang tampak sangat gugup, "Eeeee..." sepertinya Arif ragu dengan permintaan itu, dan Juna pun memahami keraguan tersebut.

"Boleeeeeh, lo join kelompok kita aja ya, Jun," sahut perempuan bernama Cici dengan sumringah yang membuat Juna sedikit terkejut, "udaah pas. Ntar gue buatin grupnya."

Sebelum kelas berakhir, dosen pengampu memberikan tugas kelompok yang harus dikerjakan secara berkelompok. Sialnya, penentuan anggota kelompok bebas dilakukan asalkan terdiri dari enam orang yang akan melakukan tugasnya sesuai peran masing-masing.

Tadinya, Juna sangat ingin bergabung dengan Seno, tetapi laki-laki itu sudah ditarik oleh kelompok lain untuk menjadi anggota terakhir dari kelompok tersebut. Juna yang bingung akhirnya memberanikan diri untuk bergabung ke kelompok Arif yang terlihat masih kekurangan satu anggota.

Kelompok beranggotakan lima orang tersebut pun mengangguk setuju dengan usulan Cici. Sedangkan Arif yang tadinya terlihat ragu akhirnya hanya bisa pasrah karena memang mereka kekurangan satu anggota.

Seorang laki-laki yang duduk di kelompok lain menatap interaksi itu dengan senyum khasnya. Seno ikut senang dengan perkembangan Juna yang akhirnya berani untuk berinteraksi dengan teman sekelasnya.

Selesai membahas tugas yang harus dikerjakan, Juna pun memilih untuk pamit duluan tepat di sisi tangga samping kelas karena dia sudah ada janji dengan seseorang.

"Juna duluan ya, kalau ada info minta tolong chat Juna ya, Ci," pinta Juna yang dihadiahi acungan jempol dan senyum lebar oleh Cici. Ternyata Juna tidak sependiam itu, dia hanya perlu mencoba dan membiasakan diri saja.

Laki-laki yang tidak lagi menggunakan hoodie abu-abunya itu pun menuruni tangan sambil melambaikan tangan ke arah seseorang. Wajahnya sumringah ketika mendapati seseorang yang sedang berdiri di dekat pohon untuk menunggunya.

"Neela, Juna berhasil!" ucap Juna dengan semangat seraya memeluk Neela dengan tiba tiba. Senyum di wajahnya tidak bisa luntur, bahkan ketika dia mengubah pelukannya menjadi pelukan manja.

Juna meletakkan kepalanya di bahu kanan Neela dengan sedikit menurunkan badannya untuk menyeimbangi tinggi Neela. Hingga wangi parfum Juna bisa tercium jelas di indera penciumannya.

Perempuan yang ikut senang dengan pencapaian Juna itu pun mengelus kepala belakang Juna tiga kali sebelum beralih ke punggung laki-laki tinggi itu. Neela menepuknya perlahan dengan senyum yang tidak bisa dia sembunyikan.

Ya. Beberapa kali Neela menekankan kepada Juna untuk mulai berani mengambil inisiatif sendiri. Terutama untuk berinteraksi ke teman-teman sekelasnya.

Mungkin dengan satu langkah yang Juna ambil, akan menghasilkan sesuatu yang besar ke depannya.

"Ohiyaa," Juna melepaskan pelukannya dengan Neela, "Neela, kita cari makan yukk, Juna yang traktir!"

Neela mengangguk pertanda dia setuju dengan usulan Juna. Tangan perempuan itu pun meraih lengan kiri Juna untuk dia gandeng dengan cepat, "yukkkk," ucap Neela dengan semangat.

Mereka berdua pun langsung pergi keluar dari gedung prodi peternakan tanpa memperhatikan situasi yang ada di prodi peternakan ini alias alam lain bagi Neela.

Seluruh interaksi antara Juna dengan Neela terekam jelas di mata teman sekelompok Juna yang memilih menghentikan langkah ketika melihat Juna memeluk seseorang.

Sangat manis dan menggemaskan. Kata-kata yang bisa menggambarkan pemandangan yang baru saja mereka lihat itu.

"Huwaaa, gue patah hatiiii," ucap Cici dengan dramatis seraya memegang dadanya seakan-akan telah dihantam batu besar dengan keras. Perempuan itu berpura pura terhuyung belakang yang ternyata langsung ditangkap oleh Seno.

Perempuan itu menoleh dan buru-buru membenarkan posisi berdirinya karena dia mengira telah menabrak seseorang yang tidak dia kenal.

"Patah hati kenapa, Ci?" tanya Seno yang baru saja sampai ketika perempuan itu mengucapkan kalimat patah hatinya.

Seno berusaha melihat ke depan untuk mencari siapa yang menjadi bahan pembicaraan teman-temannya itu. Namun, dia tidak bisa menemukan siapaun kecuali dua dosen yang baru saja keluar gedung.

"Juna udah punya pacar ya, Sen?" ucap Cici dengan wajah cemberutnya, "kok lo nggak cerita sih! Padahal gue udah mau maju buat deketin dia loohhh."

"Masih suka sama Juna?" tanya Seno seraya memperhatikan wajah dramatis perempuan bernama Cici itu, "padahal udah dicuekin sama Juna dari jaman maba lohhh?"

"Justru karena dicuekin, gue jadi makin bersemangaaat."

Dasar aneh, kurang lebih kata yang Seno ucapkan dalam hati melihat tingkah konyol dari teman sekelasnya itu.

Sepertinya Seno pernah mengatakan kepada Juna kalau teman seangkatan mereka ada yang menyukai laki-laki itu. Namun, harus menyerah karena Juna yang selalu menghiraukan semua sapaan dan ajakan dari orang lain.

Salah satu orang yang menyukai Juna pada saat itu adalah Cici, teman sekelompok Juna saat ospek jurusan. Seno kira perempuan itu juga sudah menyerah kepada Juna seperti yang lainnya, tapi ternyata tebakan Seno salah. Perempuan itu malah semakin bersemangat.

"Senooo, Juna beneran udah punya cewek ya?"

Seno mengerutkan dahinya bingung, sejauh dia kenal dengan Juna dia tidak tahu kalau laki-laki pendiam itu memiliki seorang kekasih, "emangnya kenapa?"

"Tadi gue liat dia pelukan gitu sama cewe, kurang lebih setinggi gue." Cici pun melanjutkan cerita tentang ciri-ciri perempuan yang dipeluk oleh Juna tadi.

Menurut pengakuan Cici yang disetujui teman yang lain, perempuan yang dipeluk oleh Juna itu sepertinya bukan merupakan anak peternakan. Wajahnya sangat asing bagi Cici - anak himpunan program studi peternakan yang tentu saja sering berinteraksi dengan anak peternakan lain mulai dari adik tingkat hingga alumni.

Perempuan yang dipeluk Juna itu cantik, seperti anak yang memiliki keturunan Chinese. Kulitnya putih bersih dan memiki senyum yang lebar. Dia mengenakan tas ransel berwarna biru laut dan celana jeans yang senada. Rambutnya dia kuncir tinggi dengan sedikit poni disisi kanan kiri.

"Eeeehh, gue tadi sempet liat gantungan anak AGB, yang warna biru itu lohh," sahut Arif yang ternyata ikut menyimak pembahasan tentang Juna.

"Ohh, Neela," ucap Seno dengan suara pelan yang tentu saja tidak bisa didengar oleh teman-temannya itu.

Entah apa yang sedang terjadi, tapi Seno tidak menyangka kalau Juna akan sesantai dan sedekat itu dengan Neela hingga memeluk Neela di depan prodi.

Apa mungkin Juna sudah melakukan langkah pertama untuk mendekati Neela, satu langkah di depan Wanda?

Setidaknya itu yang ada dipikiran Seno, mengingat tingkah aneh dari teman sekosannya.

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang