7. Ayo Marah

403 63 2
                                    

Kelas Neela berakhir setengah jam yang lalu. Setengah jam ini pula sudah Neela gunakan untuk menemani teman sekelasnya menemui dosen yang hingga detik ini belum menampakkan batang hidungnya.

"Gue laper, mau pulang," keluh Neela yang berdiri dengan bersandarkan tembok samping tangga.

Winny – teman sekelas Neela mencoba untuk mencegahnya, "kalo lo balik duluan, tugas lo gue buang."

"Stress," lirik Neela sekilas lalu mengalihkan pandangan seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Mereka berdua sedang berada di gedung E – gedung yang diisi oleh mahasiswa alam lain alias anak jurusan peternakan dan teknologi pangan berada.

Anehnya, di lantai empat ini jarang ada mahasiswa yang berlalu lalang. Mungkin karena isinya hanya ada ruang dosen dan beberapa laboratorium yang sedang kosong jadwal.

"Prof Heru dateng," bisik Winny ketika melihat dosennya keluar dari lift untuk menuju ruangannya.

Neela yang sudah lelah, memberi kode pada Winny untuk menyusul dan menyerahkan tugas sekelas yang dia bawa. Dia enggan ikut masuk, karena sudah tidak memiliki tenaga untuk sekedar basa basi dengan dosen yang gemar bercerita tersebut.

Benar saja, Winny tidak kunjung keluar dari ruangan dosen tersebut yang semakin membuatnya menunggu lama.

Tangan Neela meraih ponsel dengan niatan membunuh rasa bosan dengan membuka sosial medianya. Belum sempat membuka aplikasi instagram, Neela mendengar langkah kaki dan orang yang sedang bercerita dari arah tangga.

"Udah semester empat, si wibu masih aja gagap kalo ngomong," ucap seorang laki-laki yang tidak bisa Neela lihat wajahnya karena tertutup tembok tempat dia berdiri.

"Dia kayak orang idiot kalo gue liat-liat," sahut satu orang lagi yang langsung digeplak temannya karena mengatakan kata kasar tersebut, "iyaa, berkebutuhan khusus," koreksinya.

Neela merasa sangat geram mendengarnya, bagaimana bisa seseorang bisa mengatakan hal kasar tersebut.

"Herannya, si Juna masih canggung sama siapapun di kelas. Kalo acara jurusan nggak pernah ikut, kelompokkan banyak diemnya." Telinga Neela langsung terbuka lebar ketika dua laki-laki tersebut mulai menyebutkan satu nama.

Apa mungkin, Juna yang dimaksudkan adalah Juna yang dia kenal akhir-akhir ini. Mengingat gedung ini merupakan gedung laki-laki itu berkuliah.

"Naaah, yang tambah bikin heran itu malah si Seno." Neela reflek menghentikan geraknya ketika mendengar dua nama yang dia kenal, "Seno kok bisa deket sama di Juna akhir-akhir ini. Biasanya si Seno kan bergaul sama ciwi-ciwi penggemar cowok manis."

Tidak salah orang lagi. Kedua nama yang baru saja Neela dengar pasti adalah orang yang dia kenal. Penghuni kosan barunya.

Bukannya berhenti, dua laki-laki yang menghentikan langkah kaki demi membual tentang orang lain itu malah melanjutkan bualannya.

Neela yang semakin panas, ingin sekali menghampiri mereka dan memakinya karena kata-kata yang telah mereka ucapkan.

Baru saja Neela bangkit dari sandarannya, ada sebuah tangan besar menahan bahu Neela agar tidak kemana-mana. Perempuan itu menoleh dan mendapati Juna yang mengenakan hoodie abu-abu favoritnya.

"Nggak usah," bisik Juna seraya menggelengkan kepala tanda tidak setuju kalau Neela melabrak dua laki-laki itu.

"Tapi ...," belum sempat Neela melanjutkan perkataannya, Juna sudah berjalan lebih dahulu menuju arah lift, "isssh, lo kok nggak marah digituin. Mulut mereka pengen gue geprek sumpaah."

Juna yang malas menanggapi emosi Neela memilih masuk ke dalam lift yang tentu saja diikuti perempuan itu dengan marah, "lo kenapa dieeem?" gemas Neela ketika melihat Juna tanpa reaksi.

"Udah Neela, buang-buang energi," jawab Juna santai. Laki-laki itu fokus melihat pintu lift yang membawa mereka berdua turun ke lantai dasar.

"Lo sering denger omongan mereka?" ucap Neela masih dengan suara kerasnya.

"Nggak apa-apa kok, Juna udah terbiasa."

"Stresss," marah Neela seraya memukul pelan sisi kanan lift ini yang membuat Juna melirik perempuan itu sekilas.

Ketika pintu lift terbuka, Juna memilih untuk keluar terlebih dahulu. Langkah kaki yang besar itu membuat Neela kesulitan untuk mengejarnya.

Hingga perempuan itu berhasil meraih tangan Juna dan menghadangnya dengan berhenti tepat di depan laki-laki itu.

"Gue orang yang baru kenal sama lo aja marah lho Jun, masa lo nggak?" ucap Neela menggebu-gebu. Mungkin kebanyakan orang, perkataan Neela bisa dianggap sebagai ucapan kompor yang semakin membakar suasana.

"Justru karena udah terbiasa, jadi Juna udah nggak bisa marah Neela."

Laki-laki itu bisa mengatakan kalau dia sudah terbiasa, namun bagi Neela malah sebaliknya. Juna sedang marah, hanya saja tidak tahu cara melampiaskannya.

"Marah Jun, marah," ucap Neela yang semakin membakar suasana, "anjing babi bangsat. Gituuu."

Juna yang panik karena umpatan Neela, reflek menutup mulut perempuan itu dan matanya melihat sekitar. Jaga-jaga kalau ada yang mendengar umpatan Neela.

"Juna nggak suka, itu kasar." Neela melepaskan tangan Juna dengan cepat.

"Anjing babi bangsat," ulang Neela yang semakin membuat Juna ketar-ketir mendengarnya. Dia masih berusaha untuk menutup mulut Neela, namun perempuan itu berusaha untuk menghindar.

Sebuah tangan tiba tiba menahan tangan Juna yang ingin membekap mulut Neela. Tangan si pemilik senyum manis itu mengembalikan tangan Juna ke tempatnya.

"Jun, gue kasih tahu. Neela nggak mempan kalo dibekap pake tangan lo, harusnya panggil aja si Wanda." Mata Juna menatap heran Seno yang masih dengan senyum manisnya itu, "pasti langsung digeplak."

Laki-laki itu malah tertawa kecil karena candaan yang dia lontarkan sendiri. Bukannya ikut tertawa, Juna dan Neela malah menatap bingung karena kedatangan Seno yang tiba-tiba.

"Lo ngapain di sini?" tanya Neela yang tidak mempedulikan gurauan dari laki-laki itu.

"Harusnya gue yang tanya, lo kenapa bisa ke alam lain?" tanya Seno yang membuat Neela sadar telah meninggalkan sesuatu hanya untuk mengurusi Juna.

"Astagaa lupa, gue kesini sama Winny." Neela menepuk dahinya sekilas sebelum beralih ke ponselnya untuk menelpon temannya itu.

Beberapa deringan telah berbunyi, namun yang ditelpon masih belum mengangkat. Hingga sebuah pesan masuk yang membuatnya berdecak sebal.

'Kalo udah sama cowok, temennya dilupain'

'Gpp sumpah, udah biasa banget gue diginiin'

'Di saat temennya berjuang keras menghadap dosen, lo malah asik ngobrol sama cowok yang keliatannya ganteng'

Sia-sia dia mengkhawatirkan Winny karena dia tinggal sendirian untuk menghadap dosen.

Neela yang enggan menanggapi pesan berlebihan dari Winny, memilih membalas dengan satu kata yaitu 'stress', lalu memasukkan kembali ponselnya ke saku celana.

"Kenapa lo nggak marah?"

Juna pikir dengan kedatangan Seno, Neela akan berhenti untuk memperpanjang masalah tadi. Ternyata perempuan itu masih memiliki semangat yang lebih tinggi dibandingkan dengan dirinya.

"Gue laper, sambil makan nanti kita cerita ya," ucap Seno final lalu menarik kedua orang temannya itu tanpa menunggu persetujuan mereka.

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang