8. Sedikit Cerita

352 53 10
                                    

"Udah dibilangin, gue itu sibuk!" ungkap Wanda seraya menarik kursi tepat di depan Seno, "bisa-bisanya kalian maksa gue buat dateng."

"Kagak ada yang maksa lo buat dateng yaa," seru Neela ketika Wanda mulai memainkan peran alaynya itu.

Sepulang dari kampus, kejadian siang tadi sengaja tidak Juna ungkit dan memilih fokus pada makan siangnya. Dia berharap Neela dan Seno tidak mengingatnya saking laparnya. Setidaknya Juna bisa tenang hingga mereka kembali ke kosan.

Bukan Seno namanya jika lupa dengan mudah tentang kejadian yang baru terjadi hari ini. Seno dan Neela sengaja melupakannya sejenak dan memilih mengajak Juna untuk makan malam sekaligus membicarakan hal tadi.

Jika sekiranya nanti Juna merasa tidak nyaman, mereka berdua akan menghentikan obrolan ini. Mereka juga tidak ingin Juna merasa tertekan dan menyebabkan hal-hal buruk lain terjadi nantinya.

"Katanya sibuk, kok dateng?" tanya Seno seraya meminum es goodday miliknya.

"Beneran sibuk anjirr!" Tangan Wanda merebut es milik Seno karena dia belum memesan apapun sesampainya di warmindo ini, "gue ada latihan band. Gue kurang baik apa coba, gue bela-belain dateng kesini demi kalian."

"Tapi kalo Wanda sibuk, balik latihan lagi nggak apa apa loh," ucap Juna santai yang membuat Wanda menepuk dahinya.

Sejujurnya, malam ini Wanda tidak ada agenda latihan yang mendesak, jadi dia bisa pulang lebih awal.

Tadi pun hanya ada rapat sebentar yang kemudian Wanda kabur untuk datang kesini. Dia tidak ingin ketinggalan berita hangat, yang katanya baru saja terjadi itu.

"Jadiiii?" mulai Wanda setelah dia kembali dari memesan makan dan minum.

"Harus banget Juna cerita nih?" ragu Juna karena dia belum pernah mendapatkan perhatian sebanyak ini sebelumnya.

Teman sekosan Juna dulu tidak sedekat ini dengannya, bahkan untuk sekedar menyapa pun tidak. Berbeda dengan Seno dan Wanda yang selalu mengajaknya keluar entah sekedar mencari makan, print tugas atau belanja kebutuhan kosan.

"Nggak harus sih Jun, cuma pingin tau aja," sahut Neela yang sejujurnya dia merasa kasihan pada Juna, apalagi setelah kejadian siang tadi.

Jiwa pemarah Neela tiba-tiba naik ke permukaan jika mengingatnya lagi.

"Eh Sen, ini temen seangkatan sama sekelas kalian pada ngejauhin Juna apa gimana sih?" tanya Neela pada Seno yang duduk di sebelahnya. Juna yang duduk di depan Neela ikut melirik Seno karena dia juga ingin tahu. "Jangan-jangan lo juga gitu ke Juna," todong Neela dengan wajah garangnya.

"Seno nggak gitu kok, Neela," sanggah Juna mengingat perlakuan Seno kepadanya selama ini, "Seno kadang nyapa Juna kok, tapi Juna yang nggak enak, soalnya temen Seno banyak."

Juna melirik Seno sekilas, dia bisa melihat Seno yang tersenyum kecil. Senyum khasnya yang biasa dilihat oleh semua orang.

"Jujur ya, selama ini gue pengen ngajak lo buat temenan. Minimal, sekedar temen kelas yang tanya jadwal atau tugas aja. Cuman permasalahannya, tiap gue nyapa, lo tuh cuma ngangguk trus nyelonong pergi." Seno mencoba menjelaskan dengan perlahan.

"Iyaa, Juna takut. Soalnya temen di belakang Seno banyak bangeeet."

"Dan ya, temen sekelas ngecap lo jadi anak sombong eh mrembet ke anak anti sosial." Seno paham dengan ucapannya ini akan semakin membuat Juna berkecil hati, namun hal ini memang seharusnya dibicarakan agar tidak semakin berlarut-larut.

Selama kuliah hingga semester empat ini, Juna bahkan tidak bisa mengingat nama teman sekelasnya. Ketika tugas kelompok dia akan banyak diam dan membantu sesuai dengan yang diberi oleh anggota yang lain. Sejauh ini dia selalu apatis dan selalu mengikuti arus.

"Tapi, ada beberapa anak kelas yang suka sama lo. Tapi berakhir sebel karena lo cuekin terus." Penjelasan terakhir Seno membuat Juna sedikit terkejut, "berakhir kayak sekarang situasinya. Itu yang gue denger dari anak cewek kelas sih."

"Trus lo diem aja gitu?" marah Neela yang sedikit bersumbu pendek itu pada Seno. Tiba-tiba jiwa pemarah Neela kembali muncul mendengar ucapan Seno.

"Ya menurut lo aja si, gue harus bersikap kayak gimana? Waktu itu kan gue juga belum terlalu kenal Juna kayak sekarang."

"Iya juga sih," setuju Neela setelah dijelaskan dengan pelan oleh Seno.

Untung saja Seno orangnya sabar menanggapi ucapan Neela yang terkesan menjadi sumber api pertikaian itu. Semua yang dipaparkan oleh Seno sangatlah masuk akal. Keadaan menjadi seperti sekarang mungkin hal tadi menjadi salah satu penyebabnya.

"Klean nggak makan?" tanya Wanda dengan mulut yang penuh dengan mie goreng.

Neela yang melihat itu hanya bisa meringis geli, "telen dulu baru ngomong," ingat Neela pada Wanda yang dibalas dengan anggukan paham oleh laki-laki itu.

Berhubung mereka bertiga tadi baru memesan minuman saja, Seno pun bernisiatif untuk mengambil menu dan mencatat pesanan.

"Gue nasi goreng bule deh, telornya ceplok," pesan Neela lalu menyerahkan kertas menu ke Juna.

"Neela waktu itu pernah pesen miyabi kan?" tanya Juna seraya menunjuk ke salah satu menu. Neela mengangguk dan menjelaskan jenis makanan apa itu. "miyabi satu, es Joshua satu."

Selesai mencatat miliknya juga, Seno berdiri untuk menyerahkan pesanan mereka. Namun sebuah tangan menahan Seno, yang ternyata Wanda dengan menunjukkan satu jarinya.

"Magelangan satu, es jeruk satu," pesan Wanda sambil memperlihatkan cengirannya.

Sementara Seno pergi untuk memesan, Wanda melirik ke arah Juna yang tampak lebih muram setelah pembicaraan tadi.

"Lo kenapa deh?" senggol Wanda ketika melihat Juna menunduk dan memainkan jarinya di atas meja.

"Tertampar kenyataan," jawab Juna singkat yang membuat Wanda keheranan dengan pemilihan kata laki-laki itu. Dia tidak menyangka seorang Juna akan 'tertampar kenyataan' dan sedang meratapi nasibnya itu

"Heleeeh, trus sekarang lo jadi sedih gitu?"

"Memang."

"Hele..."

Belum sempat Wanda melanjutkan kalimatnya, tangan Wanda dicubit kecil oleh Neela untuk menghentikan aksi laki-laki itu.

"Kenapaa sihh?" protes Wanda dengan mata melotot yang juga dibalas melotot oleh Neela, sedangkan tangannya yang menjadi korban geganasan Neela berakhir menjadi kemerahan.

"Jangan gitu ah," larang Neela seraya menunjukkan Juna dengan dagunya.

Juna masih diam, dia memikirkan ternyata selama ini dia terlalu tertutup dan takut ke banyak hal. Terutama untuk sekedar berteman.

"Kalo pengen punya temen sekarang masih bisa nggak sih?" tanya Juna seraya mengangkat kepalanya.

"BISA BANGET!!" seru Neela dengan sumringah, akhirnya Juna akan mencoba untuk memiliki teman, "temenan sama gue aja Jun, gue orangnya nggak gigit kok."

Wanda membuat tanda 'x' dengan kedua tangannya yang menandakan larangan untuk berteman dengan Neela. "Tiati Jun, temenan sama Neela bikin rabies."

"Iya Jun, ati ati aja," sahut Seno yang kemudian duduk dengan tangan membawa dua buah snack, "ntar jadi kayak Wanda, sering kejang-kejang."

"Seno Stresss!!" 

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang