18. Tolakan Neela?

293 47 4
                                    

Seno duduk berseberangan dengan Wanda di sebuah public space yang berada tepat di sebelah Prodi Peternakan. Laki-laki itu sesekali melirik Wanda dari balik laptopnya yang tidak dia nyalakan itu.

"Bisa diem nggak!!" gertak Wanda seraya menutup layar laptopnya dengan kasar. Laki-laki itu menatap tajam Seno yang terlihat meringis karena ketahuan mengamati Wanda.

"Padahal gue dari tadi cuma diem loh, Wan." Seno berusaha mengelak dari kegiatan mengamati temannya itu.

Sejak seminggu lalu, kegiatan tambahan Seno selain mengerjakan laprak adalah mengamati pergerakan dari Wanda. Dia sangat penasaran dengan makna kata 'bisa jadi' yang Wanda ucapkan ketika dia menanyakan perasaannya pada Neela.

Seminggu itu pula, Wanda merasakan kalau Seno sedang melakukan pengamatan serius dengan objek dirinya. Namun, dia masih membiarkannya hingga hari ini.

"Nanya tinggal nanya!!" ucap Wanda dengan tegas. Seakan mendapatkan lampu hijau, Seno pun menutup laptopnya dan menggeser duduknya ke kanan, agar sejajar dengan Wanda.

Jika ada yang bertanya tentang kenapa Seno bisa sekepo ini pada perasaan temannya. Jawabannya hanya satu, karena dia ingin tahu. Kepo aja.

Seno tidak memiliki maksud apapun terhadap Wanda ataupun Neela. Murni keingintahuan seorang Seno karena dua orang tersebut adalah orang terdekatnya saat ini.

"Lo beneran suka sama Neela?" tanya Seno langsung pada poin pembahasan utama. Sebelumnya, Seno pernah bertanya tetapi hanya dijawab seadanya dan Wanda memilih pergi.

"Kalau dengan tingkah konyol gue bisai diartikan suka, berarti emang suka," jawab Wanda dengan kalimat bermakna ganda.

"Tapi kayaknya kalo beneran suka Neela itu susah deh, Wan."

Ucapan Seno membuat Wanda mengerutkan dahinya bingung. Walaunpun dia belum tahu pasti tentang perasaannya, Wanda tetap ingin tahu makna kalimat yang Seno baru saja katakan.

"Kok bisa?"

"Gue pernah baca, tapi gue lupa di jurnal atau artikel mana, kalo anak yang besar tanpa sosok ayah itu ada beberapa kecenderungan. Tapi ini belum nemu detailnya, bisa aja yang gue omongin salah," ingat Seno sebelum melanjutkan ucapannya.

Wanda pun terlihat mengangguk antusias untuk menunggu Seno melanjutkan kalimatnya.

"Ada orang yang cenderung membebaskan diri dengan pergaulan tanpa batas, ada juga yang cenderung membatasi diri karena ada ketakutan di dalam dirinya."

Wanda mencoba mengingat perilaku Neela sejauh yang dia kenal. Neela bukanlah orang yang membebaskan dirinya kepada pergaulan. Perempuan itu tampak masih menganut norma adat istiadat yang ada.

Neela juga tidak terlihat seperti orang yang membatasi interaksinya dengan orang lain. Bahkan, perempuan itu bisa terlihat akrab dengan banyak orang.

"Tapi Neela nggak ada tanda dua duanya lo, Sen."

"Nggak ada atau nggak keliatan?"

Benar juga. Wanda bahkan tidak tahu sejauh mana perempuan itu membuka dirinya kepada teman-temannya. Bisa jadi perempuan itu hanya memberikan porsi yang berbeda ke temannya yang lain, dan tidak membiarkan orang lain tahu.

"Menurut gue ya, Wan. Kalo misal lo bilang suka ke Neela, 80 persen lo bakalan ditolak sihh."

"Eh Sen, gue nggak ada bilang kalo mau confess ke Neela ya," peringat Wanda yang malah dibalas Seno dengan seringainya.

Hipotesis yang bisa Seno paparkan yaitu, satu, Wanda memang memiliki perasaan suka kepada Neela. Dua, Wanda hanya sekedar kagum pada Neela tentang suatu hal dan tidak sampai ke tahap ingin memiliki.

Seno tidak tahu pastinya, karena dia tidak bisa membaca pikiran orang, kecuali orang tersebut menceritakan dengan jelas kepadanya.

"Ini lo mau cerita ke gue apa nggak sih?" tanya Seno ketika melihat gerak gerik Wanda yang tampak ragu ketika akan mengatakan sesuatu.

"Kalo gue cerita, takutnya lo yang suka sama Neela dan berakhir nonjok gue karena ketidak jelasan pertanyaan gue ini."

"Nggak bakalan nonjok, gue nggak suka sama Neela, Wan. Ambil aja," jawab Seno kemudian berbisik pelan untuk dirinya sendiri, "itupun kalo lo berani maju. Paling si Juna yang jadi saingan lo nanti."

Bisikan kecil yang bisa di dengar Wanda.



^_^



"Habis darimana lo?" todong Wanda pada Juna yang baru saja menutup gerbang kosan. Laki-laki itu berkacak pinggang dan hanya mengenakan kaos tanpa lengan dan celana pendeknya.

"Makan siang bareng Neela di mie ayam belakang kampus," jawab Juna dengan riang kemudian berjalan melewati Wanda untuk ke kamarnya.

"Kok gue nggak diajak," protes Wanda karena dia juga tadi bertemu Neela sebelum ke public space dengan Seno.

Bukannya menjawab, Juna malah meringis konyol yang menunjukkan kalau laki-laki itu sepertinya sengaja tidak mengajak Wanda untuk makan siang bersama.

Apa mungkin yang diucapkan Seno tadi memang kenyataan, Juna menyukai Neela bukan hanya sekedar teman?

"Kalo sama Neela tuh seru ya, Wan. Kadang berisik, kadang lucu. Jadi seneng deh," ucap Juna dengan nada sumringah.

"Lohhh, beneraaan?!" sahut Seno yang baru saja kembali dari kamar mandi. Laki-laki saling melempar tatap dengan Wanda yang juga menatapnya balik.

Mereka seperti berkirim pesan hanya dengan mata. Apa mungkin, celetukan tidak sengaja dari Seno memanglah kenyataan?

Hadeeeh, akan jadi cerita rumit jika kedua temannya ini menyukai perempuan yang sama. Seno hanya bisa menghela napasnya pasrah jika keadaan akan berubah 180 derajat.

"Lo beneran suka sama, Neela?" tanya Wanda langsung, sedangkan Seno malah menepok jidatnya karena pertanyaan tiba-tiba dari Wanda.

"Sukaaa," jawab Juna yang membuat kedua temannya itu menahan napas sejenak, "suka banget temenan sama Neela. Juna jadi bisa lihat dari berbagai sisi tentang kehidupan."

"Haah?!" sahut Wanda yang kembali melempar tatap ke arah Seno yang juga tampak kebingungan.

Laki-laki yang memanggil dirinya sendiri dengan nama itu pun melirik Wanda dan Seno bergantian. Dia bisa melihat kalau kedua temannya itu tampak aneh dan terlihat sedang bertanya-tanya.

"Ohiyaa, kata Neela kalau Juna beneran suka sama Neela disuruh bilang aja. Tapi jangan ngarep dan minta lebih, Neela nggak bisa kasih banyak."

Ucapan Juna seperti deja vu dengan kalimat yang Seno ucapkan kepada Wanda tadi siang. Neela memiliki peluar besar untuk menolak ungkapan perasaan dari orang lain.

"Emang kenapa, Jun?" tanya Seno hati-hati agar tidak menimpulkan makna ganda dan menganggapnya menaruh hati pada Neela.

"Neela nggak ngasih tahu detail sih. Tapi, kemungkinan besar kalo Juna beneran suka sama Neela, Juna bakalan stay jomblo. Soalnya ditolak sama Neela."

Satu tembok terpasang.

Neela terlihat tidak akan membiarkan orang lain masuk ke kawasan kekuasaannya, dan tidak akan membiarkan orang lain merusaknya.

Apa mungkin Neela ini masuk ke dalam kecendrungan kedua, cenderung membatasi diri karena ada ketakutan di dalam dirinya?

Satu kalimat yang menjadi bahan pertanyaan di benak Seno dan Wanda yang saling melempar tatap untuk memahami situasi yang baru saja mereka dengar dari Juna.

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang