4. Kecoa

435 69 7
                                    

Masih dengan senyum gelinya, Seno bersandar di ambang pintu kamar Juna sambil melipat kedua tangannya. Laki-laki itu memperhatikan Juna yang sedang menatap tas besar di depannya.

Barang pindahan Juna belum dibongkar sejak laki-laki itu sampai di kosan barunya.

"Lo kenapa bengong sih?" tanya Seno tanpa mengubah posisi. Juna melirik Seno sekilas kemudian mulai membuka tas besar bawaannya.

"Lupa bawa gantungan baju," celetuk Juna yang membuat Seno hampir menyemburkan tawa.

"Ambil aja," saran Seno namun langsung ditolak dengan alasan Juna malas jika harus kembali ke kosannya yang lama. "Beli baru di gang depan aja."

Belum sempat mendengar jawaban dari Juna, telinga Seno mendengar pergerakan dari kamar sebelah.

Sangat Grusahh grusuhh

Seno menoleh ke arah kanan dan mendapati Wanda keluar kamar seraya komat kamit. Dan lagi, laki-laki itu keluar kamar tanpa alas kaki alias nyeker.

"Pinjem charger dong," ucap Wanda seraya melirik penghuni kamar nomor dua yang tampak asing baginya, "baru mas?"

"Udah ada semingguan sih, mas."

Bukan Juna yang menjawab melainkan Seno yang malah tersenyum lebar, sedangkan Wanda melirik sinis seraya mengatakan 'tolol' tanpa suara.

"Lo yang tolol," balas Seno bercanda dengan suara sedikit lebih keras dari suara Wanda.

"Tololll," balas Wanda dengan suara lebih keras.

Mereka berdua malah adu 'pertololan' di depan kamar Juna.

"Tutup pintunya!" ucap Juna dengan nada sinis dan sedikit menyeramkan.

Juna menatap Seno dan Wanda yang terdiam bingung. Mereka berdua balik menatap Juna dan tanpa mengatakan apapun.

"Tutup pintunya!" ucap Juna lagi, Seno dan Wanda saling lirik karena bingung.

Sepertinya perdebatan mereka berdua telah mengganggu Juna yang sedang membereskan kamarnya. Dalam hati kecil Seno, dia sedikit merasa bersalah. Bukannya memberi kesan baik untuk kosan ini, tapi malah membawa keributan.

"Dibilangin tutup pintunyaa, ada kecoaaak ittuuu," teriak Juna keras sambil menunjuk sebuah kecoak yang berjalan mendekati kaki Wanda.

Wanda yang memiliki reflek yang cukup bagus langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan keras. Laki-laki itu ikut bergabung dengan Juna meringkuk di pojok kasur.

Tanpa sadar, Wanda telah meninggalkan Seno sendirian di depan pintu.

Laki-laki murah senyum bernama Seno itu tersenyum paksa sambil menatap pintu yang tertutup tepat berjarak satu jengkal tangan dengan wajahnya.

Ingin mengucapkan sumpah serapah, tapi Seno mendengar Wanda mengucapkan sesuatu, "Senooo, itu kecoaknya tolong dibuang."

Oke, sepertinya Seno harus turun tangan untuk membantu kedua orang yang sedang takut pada kecoa ini. "Jangan pake sapu kamarr!" ingat Wanda tepat ketika dia akan mengambil sapu yang biasa dia dan Wanda gunakan untuk menyapu kamar.

Himbauan yang diberikan Wanda tentu saja Seno laksanakan, sehingga dia memilih untuk mengusir kecoa yang bersembunyi di balik tempat sampah untuk keluar gerbang kosan.

Berhasil mengusir hewan yang ditakuti Juna dan Wanda, Seno membuka kamar Juna. Pemandangan yang tentu saja membuat Seno tertawa keras saat melihatnya.

"Lo berdua ngapain mojok begitu, elaah," goda Seno yang melihat keduanya duduk berdekatan di pojok kasur tanpa mengucapkan apapun.

Hasil godaan Seno, Wanda pun memilih mengubah posisi untuk duduk di bibir kasur.

"Lo ada baygon atau sejenisnya nggak?" tanya Wanda pada Juna yang mengubah posisinya perlahan.

Juna menggelengkan kepalanya, "Juna nggak punya."

"Hahh?"

Tidak hanya Wanda yang kaget, Seno juga tampak bingung dengan kalimat yang baru saja diucapkan Juna. Wajah Seno tidak bisa berbohong dengan kebingungannya.

Tahu kalau ditatap aneh oleh kedua teman sekos barunya ini, Juna menoleh dan bersiap untuk menjelaskan.

"Kebiasaan di rumah nyebut nama buat diri sendiri sama orang lain," jelas Juna yang tampak murung setelah menjawab kebingungan dua orang ini.

"Tapi aneh nggak sih...m." Belum sempat melanjutkan kalimatnya, punggung Wanda digeplak cukup keras oleh Seno hingga mengaduh tanpa suara.

"Emang aneh, makanya jarang punya temen kayak yang Seno liat," Juna menggerakan kepala yang merujuk kepada rumor yang beredar di kalangan jurusannya.

Wanda yang merasa bersalah jadi bingung sendiri. Dia bahkan menggaruk telingannya walau tidak terasa gatal.

"Udah biasa, jadi Juna nggak kaget lagi."

Seno bisa melihat kesedihan dari kalimat yang Juna ucapkan. Laki-laki itu bisa saja mengatakan 'biasa', tapi pasti dalam dirinya dia tidak ingin seperti ini.

"Lo udah pernah nyoba?" Seno mulai bertanya dengan pelan agar tidak menyinggung Juna kembali.

"Ini baru nyoba pelan-pelan, agak susah kalo Juna udah kebiasaan di rumah. Sekeluarga besar begini semua." Seno terkejut dengan keterbukaan Jun. Hal sepele sekedar 'bercerita' adalah satu kemampuan yang tidak semua orang miliki. Termasuk dirinya.

Wanda mengamati kamar Juna yang bentuk dan tata letaknya sama persis dengan kamar miliknya. Sebuah lemari, satu meja kecil, kasur dan dipan.

"Lo bukan wibu kan?" tanya Wanda yang langsung dihadiahi senggolan maut dari Seno.

"Bukan." Juna menggelengkan kepala, "Eh tapi kalau ada anime yang ceritanya bagus ya gass tonton."

Wanda mengangguk paham, sepertinya Juna hanya penikmat film dan sejenisnya. Bukan yang sampai ikut kegiatan atau semacamnya.

"Ada apa sih dengan Wibu, jangan suka beda-bedain orang gitu, Wan," ingat Seno yang langsung dihadiahi tatapan malas oleh Wanda.

"Bukan gittuuu. Kalau dia Wibu kan, gue bisa minta rekomendasi tontonan yang bagus itu apa. Buat selingan." Wanda berdecak heran, "Temen sekelas gue ada yang sesat, minta rekom yang bagus malah dikasih yang film semi versi kartunnya."

"Wibu juga manusia, Wan," nasihat Seno pada Wanda yang menghela napasya malas.

"Iyaa Seno, gue tahuuu."

Padahal maksud Wanda bukan begitu, tapi kenapa pertanyaannya disalah artikan.

"Wandaaaa," teriak seorang perempuan dengan suara nyaringnya.

Mendengar teriakan itu, Seno menyipitkan mata untuk melihat orang yang berdiri di depan gerbang tanpa ada niatan untuk masuk itu.

"Senooo, tolong panggilin Wanda dooong," ucap perempuan bernama Neela yang sedang mengintip ke dalam kosan laki-laki ini.

"Goblokk, nggak sopan ngintipin kosan laki," balas Wanda seraya keluar kamar Juna untuk menghampiri Neela.

Neela tetap mengintip dari celah gerbang hingga Wanda berdiri tepat di depannya. Laki-laki itu tidak ada niatan membuka gerbang tersebut.

"Pinjeem lapraknya kak Sonia dong, hehe." Neela tersenyum lebar sedangkan Wanda memutar bola matanya malas, "udah bilang kok, katanya dipinjem sama lo."

"Ntar malem balikin, gue juga belum ngerjain."

"Okee," setuju Neela senang karena Wanda menyetujui permintaannya, "Senoo, salam buat Juna."

Seno mengangguk seraya menunjuk ke arah Juna sebelum mengacungkan jempolnya tanda setuju.

"Centil banget, ewww," celetuk Wanda lalu pergi berlalu untuk mengambil laprak permintaan Neela.

Next Door!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang