"Manusia tidak diciptakan untuk membuat manusia lain terkesan.,"
Yayasan Panti Asuhan Amondet
Gang Amondet Nomor 12
Samut Prakan
Pukul 15.00
Sore yang cerah masih di bulan Juni. Anak - anak perempuan memasak makanan di dapur untuk mempersiapkan makan malam. Sementara beberapa anak - anak laki - laki bermain sepak bola di halaman. Mereka sibuk. Peluh di pelipis berkilauan ditimpa cahaya matahari, secerah jendela tinggi gedung perpustakaan ditembusnya. Phuwin, yang tidak bersama siapa pun di antara keduanya, duduk mengawasi dari dalam perpustakaan. Satu buku terbuka di depannya. Ia menatap lamat keluar. Ada banyak warna di matanya. Ia menangkap bayangan manusia - manusia seumur pupus membangun keharmonisan untuk mereka sendiri. Ia ingin berada di dalamnya. Ia juga ingin merasakan kehangatan di sana. Namun dengan jujur ia merasa tak ada tempat baginya. Tempatnya di sini. Di balik jendela, seperti kamera, merekamnya. Hanya itu yang bisa ia lakukan.
"Kalau kau ingin gabung sama mereka, gabung saja sana. Seumuranmu memang masih asik bermain.," sahut seseorang di perpustakaan, baru saja duduk di seberang, Dunk Natachai, memecah hening. "Akan tiba masanya kau berada di sini, menjelajah dunia lewat buku."
"Siapa yang memutuskan buku itu tercipta untuk orang yang sekolah sepertimu?," tanya Phuwin. Ia merasa dihakimi.
"Aku tidak mengatakan buku hanya untuk orang yang sekolah, kan?," Dunk membuka buku lain, mulai membaca.
"Maksud dari kalimatmu tadi apa?,"
"Aku hanya bilang seumuranmu ya pasti minatnya bermain dengan anak seumuranmu. Toh kau juga tidak biasanya menyembunyikan diri di sini.,"
"Kau sendiri? Kau memilih diam di sini daripada bergabung dengan yang lain.,"
"Aku . . hidup di sini. Yang mana artinya, kau masuk ke kamarku.,"
Phuwin tertawa kecil. "Jadi, perpustakaan ini milikmu? Orang tuamu membelikanmu seluruh perpustakaan ini? Dasar anak orang kaya.,"
"Tidak. Orang tuaku tidak membelinya.," Dunk menatap Phuwin tajam. "Aku hanya membawa milikku dari rumahku dan yayasan memberikan ruangan ini untuk aku menyimpan ini semua. Ini kamarku."
"Begitu? Jadi baiknya aku keluar?,"
"Kalau kau bersedia.,"
"Kau mengusirku?,"
"Kau adalah satu - satunya yang mengatakan 'baiknya aku keluar'. Dan aku bilang kalau kau bersedia, yang artinya kalau tidak, ya silakan duduk kembali, membaca dengan tenang, atau kembali menatap keluar seolah menahan ingin ikut bermain di sana.,"
"Dasar sok tau.,"
Dunk hanya tertawa. Ia lanjut membaca buku. "Semalam apa yang kau lakukan?," Aun menoleh padanya lagi. "Aku melihatmu di gudang sebelah kelas. Apa yang dilakukan anak sebelas tahun semalam itu di gudang ketika bocah seumurannya tidur nyenyak?"
"Sama halnya denganmu, aku punya tempat untuk menyimpan barang - barang dari rumahku.,"
"Apa yang kau simpan?,"
Phuwin mendekat ke arah Dunk. "Nintendo.," bisiknya. "Kau tertarik?"
Dunk tersenyum simpul. "Tidak, sama sekali. Kau pernah melihatku bermain?,"
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ME TIGHT a joongdunk alternative universe
FanfictionDunk tidak pernah berniat kembali ke Bangkok setelah ia tinggal dengan nyaman di Cambridge. Ia punya flat yang sudah lunas, pekerjaan yang menyenangkan, aman, tenteram, dan teman baik yang akrab. Namun pada pukul tiga pagi di hari Jum'at, keputusan...