20; The End

478 30 5
                                    

"Waktu tidak pernah berhenti hanya untukmu.,"

St. Francis Xavier Cemetery
Jalan Samsen No. 11, Wachira Phayaban,
Distrik Dusit

Pukul 09.46

Matahari bergeser semakin ke tengah. Tanah - tanah tempat labuhan terakhir di latar pemakaman mengering. Rerumputan yang tumbuh minggu lalu meninggi. Batu - batu nisan putih tegak mulai berdebu. Seiring musim panas semakin membara selepas Juni, semua mengering. Namun satu lapak berair di kelopak mata Joong tidak pernah kering. Mata sembabnya sudah berulang kali membanjiri pipi sejak satu malam sebelumnya. Ia menatap kosong pada makam di depannya. Sehampa hatinya. Sepelan napasnya. Tetap menunggu di sana sementara semua berangsur terganti. Tetap pada ingatannya yang tak pernah tua. Tetap berdoa. Berharap sungguh ada waktu terbaik baginya untuk singgah dari sana. 

Sebelum Joong singgah, seorang pria berbadan tinggi dengan pakaian serba hitam senada dengan kemeja milik Joong, datang menghampirinya.  Pria itu hanya berdiri di samping Joong. Ingin mengajaknya beranjak namun ragu karena kelihatannya Joong belum puas bersimpuh di sana. Pria itu memilih diam. 

"Detektif Ohm.," panggil Joong pada pria itu. "Hidup selalu memiliki apa saja yang di luar dugaan manusia, ya. Apa menurut Anda juga begitu?"

"Tentu saja.," Ohm menjawab. Pandangannya juga terarah pada makam di depannya. "Bahkan untuk Dunk sekalipun, ada kalanya dalam hidup  sesuatu menjadi di luar dugaan. Seperti kemarin. Seperti hari ini. Yah, mungkin tak seperti kita. Dia tau banyak hal. Hari - harinya pasti penuh dengan prediksi."

"Aku harap aku masih akan punya Dunk untuk melalui hari - hariku.," 

Ohm menepuk - nepuk pundaknya. "Tapi waktu tidak pernah berhenti hanya untukmu, Joong. Semua terus berjalan. Dan yang sudah berhenti tidak harusnya tetap dibawa bersama perjalanan yang akan datang. Kau harus berjalan dengan yang lain.,"

"Sekalipun aku tak mau?,"

"Kau tak ingin mati konyol karena susah move on, kan?," 

Joong tertawa. "Tidak juga. Tapi kalau itu membuatku tetap berada bersamanya, aku pilih itu.,"

"Sungguh, itu pilihan terburuk dalam hidup seseorang. Jangan berpikir sejauh itu, ya.," Ohm menepuk bahu Joong. "Ayo berdiri, lebih baik kita cari es krim. Cuaca panas seperti ini pasti cocok untuk makan es krim."

Joong bangkit. Dilipatnya selembar karpet kecil tempatnya duduk tadi. "Anda sudah dapat destinasi untuk membelinya?,"

"Tidak susah menemukannya. Kalau tidak ketemu, ya kita beli di toserba saja. Tidak kalah enak.," Sejenak ponsel Ohm berdering. Sebuah panggilan masuk. Diangkatnya seraya menunggu Joong selesai membereskan tempat duduknya. "Halo? Sesuatu terjadi? Apa ada kemajuan? . . . . .  . . .. Eih. Betulan? Kau bersungguh - sungguh?  . . . . . . . . . . .  Oh, kalau ini kesalahan, dia pasti kecewa berat.  . . . . . . . . . . Baiklah. Sampai nanti."

Panggilan berakhir. 

"Siapa itu? Ada apa, Detektif Ohm?," Joong bertanya karena nada bicara Ohm terdengar antusias, dan raut wajahnya kelihatan bersemangat. "Apa,  . . . sesuatu terjadi?"

"Ada.," jawab Ohm tegas. "Dan karena itu, kita tidak jadi beli es krim. Ayo, segera. Aku menemukan sesuatu yang lebih menarik. Lebih sejuk dari pulau es krim. Ayo!"

Keduanya bergegas keluar dari kawasan St. Francis Xavier Cemetery, masuk ke Toyota Yaris Ativ abu - abu milik Ohm. Mobil dilajukan, mengitari Suan Sunandha Rajabhat University, melewati wilayah Phra Nakhon, dan akhirnya mendarat kembali di daerah Pathum Wan. Lingkungan Siam yang ramai, akrab di mata Ohm. Tepat di kanan jalan, ia berbelok ke Jalan Henri Dunant, memutar sedikit, lalu masuk ke area Markas Kepolisian, lebih dalam hingga ia tiba di Rumah Sakit Polisi yang sederhana, di belakang Gedung 7 Divisi Kriminal tempatnya bekerja. Ia dan Joong turun di sana, bergegas menuju lift dan tiba di lantai empat. Menjelajahi deretan kamar - kamar VIP, berhenti pada angka delapan, dan masuk. 

HOLD ME TIGHT  a joongdunk alternative universeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang