Keluarga Al Muftar dan pesantren di buat syok dengan berita meninggalnya gus adam. Ada yang menangis tidak percaya, bahkan seperti mimpi bagi mereka semua.
Keluarga Al Muftar dan santriawan segera bersiap siap menyiapkan untuk pemandian, pemakaman, dan tahlilan nanti malam di pondok pesantren. Mereka semua berduka atas kepergian gus adam, walaupun gus adam terkenal galak dan dingin kepada mereka, tetapi mereka menyukai semua itu. Bahkan sekarang mereka seperti merasa kehilangan separuh jiwanya.
Gus fathi mengabarkan kepada kiyai bahwa mereka sedang di perjalanan menuju pesantren. Gus adam di antarkan oleh ambulance beserta kedua orang tuanya yang ikut di dalam. Sedangkan gus fathi di mobil berbeda, yang di temani dengan santriawan yang tadi pagi mengantarkan pakaian untuknya.
Ketika di rumah sakit, kedua orang tua gus adam seperti kehilangan akal karena kepergian anaknya. Jadilah gus fathi yang membantu mengurus itu semua, mulai dari administrasi dan yang lainnya.
25 menit kemudian, suara ambulance memasuki pesantren dan semua orang bersiap siap untuk segera membantu memandikannya. Bahkan santriawan sampai ada yang ribut karena ingin membantu memandikan gurunya sendiri, tetapi kiyai menunjuk sebagain saja untuk yang memandikan dan yang lain menyiapkan untuk pemakaman dan tahlilan. Mereka semua menganggukan kepala dan segera menjalankan tugas dari kiyainya.
"Hiks, hiks, ini seperti mimpi bagiku mi"tangis bunda sarah di pelukan bu nyai.
"Ikhlaskan nak, anak kamu berpesan agar bisa ikhlas atas kepergiannya kan? Jadi kamu harus turuti keinginan dia. Kami juga sama di sini merasakan kehilangan atas kepergian anakmu"nasihat bu nyai.
"Aku gak sanggup mi, aku ingin menyusul anak aku mi"ujarnya lagi yang tidak berhenti menangis.
"Kita semua pasti akan merasakan yang namanya kematian nak, tapi kita hanya menunggu giliran dan kapan waktunya kita tidak pernah tau. Mungkin sudah takdir anakmu untuk pergi sekarang, dan kamu harus tetap kuat dan ikhlas"nasihat bu nyai.
"Hiks, hiks...."tangisnya yang sudah tidak dapat di bendung.
Setelah selesai dengan pemandian, mereka semua bersiap siap untuk segera memakamkannya ke tempat peristirahatan. Banyak orang yang memuji gus adam selama masa hidupnya, mereka mengatakan gus adam memang terkenal baik dan hangat kepada semua orang. Bahkan ketika kepergiannya banyak yang mengantarkan dirinya untuk ke pemakaman.
Setelah mereka berjalan dengan lumayan jauh, akhirnya mereka sampai di pemakaman. Tangis kedua orang tua gus adam seketika pecah, ketika melihat tetes demi tetes tanah itu mulai menutupi jasad anaknya. Dan tangisan mereka berhasil menyayat hati siapa saja yang melihatnya.
15 menit kemudian, pemakaman pun selesai dan di lanjutkan dengan doa yang di pimpin Kiyai Nuftar. Setelah selesai, satu demi satu orang orang mulai meninggalkan pemakaman. Hanya tersisa kedua orang tua gus adam, gus fathi, kiyai muftar dan beberapa santriawan lainnya.
"Hiks, hiks, kenapa kamu tidak mengajak bunda saja nak. Bunda rasanya tidak kuat melihat semua ini"tangisnya yang memegang sambil mengusap batu nisan sang anak.
"Sarah ikhlaskan anakmu, agar ia tenang di sana. Jangan berlarut larut dalam kesedihan, kita juga pasti akan merasakan yang namanya kematian. Tugas kita sekarang perbaiki diri dan memperbanyak amal buat bekal kita di akhirat nanti"nasihat kiyai.
"Sudah bund, benar apa yang di katakan kiyai. Kita harus ikhlas dan kita sekarang persiapkan tahlilan untuk nanti malam ya, Jadi sekarang kita balik ke pesantren"bujuk sang suami.
"Tapi yah, anak kita sendirian di sini. Pasti anak kita nanti kedinginan dan kalau lapar nanti gimana yah"racaunya yang sudah mulai kehilangan kewarasannya.
"Astagfirullah bun, istigfar. Anak kita sudah tidak ada, sudah tenang di sana"kata sang suami.
"Hiks, hiks, bunda kangen sayang, ayo bangun. Bukan yah kamu kangen masakan bunda nak? Bunda akan masakin kesukaan kamu. Seperti ayam goreng, sayur asam, dan sambal. Asal sekarang kamu bangun ya"ujar sang bunda yang tidak menanggapi perkataan sang suami, dan malah terus berbicara di hadapan gundukan tanah itu.
"Kiyai bagaimana ini, saya gak mau istri saya jadi...."ujarnya yang panik melihat istrinya terus berbicara sendiri.
"Sekarang kamu gendong, kita bawa ke rumah"ujar kiyai.
Ayah gus adam menganggukan kepalanya dan mulai menggendong sang istri. Walaupun bunda sarah terus memberontak tidak mau pulang, tapi tetap, tenaganya kalah dengan sang suami. Jadi dia hanya pasrah, dan di perjalanan bunda sarah hanya menangis dan terus menangis. Bahkan terkadang berbicara sendiri sambil terus memanggil nama anak semata wayangnya.
"Selamat jalan dam, dan pergilah dengan tenang. Saya akan menjaga apa yang sudah kamu titipkan pada saya"gumam gus fathi ketika melihat gundukan tanah dan batu nisan itu, ia langsung pamit pergi menyusul ayah gus adam dan yang lainnya.
Ayah gus adam sebenarnya merasa sakit melihat keadaan istrinya, tetapi ia harus bisa mempertahankan kewarasannya. Ketika sudah sampai di rumah ndalem, ternyata bunda sarah tertidur di pundak sang suami, dan bu nyai pun menyuruhnya untuk membawanya ke kamar. Ketika sudah membawa sang istri istirahat ke kamar, ayah gus adam pun menghampiri kiyai dan bu nyai di ruang tamu. Mereka sedang memberi tugas kepada santriawan untuk nanti malam.
"Kiyai, nyai..."panggilnya.
"Kenapa kamu gak istirahat nak"ujar bu nyai.
"Ibra gapapa nyai, kiyai apa untuk acara tahlilan sudah di persiapkan?"Tanyanya.
"Sudah kamu tidak perlu memikirkan hal itu. Tugas kamu sekarang hanya terus menguatkan istri kamu, supaya bisa ikhlas dan ridho atas kepergian putramu"ujar kiyai.
"Nggih kiyai, ibra ucapkan terima kasih kepada semuanya. Sudah bersedia mempersiapkan dari awal hingga akhir atas kepergian putra ibra"kata gus ibra yang lemah dan berkaca kaca.
"Putramu sudah kami anggap seperti cucu kami juga nak. Jangan khawatir, insyallah setiap kesulitan pasti ada kemudahan dan begitu pula setiap kesedihan pasti ada kebahagiaan"nasihat kiyai.
"Nggih kiyai, kalau gitu ibra ke kamar ya. Takut nanti istri ibra tiba tiba bangun dan mengamuk"ujar gus ibra.
"Sudah temani saja istrimu, biar semua ini kami urus nak"ujar bu nyai.
Gus ibra menganggukan kepalanya dan masuk ke dalam kamar menemani sang istri. Kehilangan anak satu satunya memang menyakitkan hati mereka berdua. Raga seketika seperti hilang setengahnya, pikiran seperti tidak percaya, dan semua rasanya seperti mimpi dan mimpi.
#Setiap jiwa/ raga, pasti akan merasakan yang namanya kematian. (Q.S Ali Imran: 185)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah & Ujiannya[End]
Teen Fiction📌 FOLLOW SEBELUM BACA📌 Ketika hati ingin hijrah, tetapi keluarga malah menentang. Bagaimana rasanya? Perjalanan hijrah yang Aisyah lewati, banyak melalui rintangan dan ujian. Akankah Aisyah mampu untuk melewati ujiannya? Lantas bagaimana kelanjut...