Where Does My Money Go?

18 8 0
                                    

Tapi Anna melihatnya saat itu dan langsung memanggilnya. Saat itulah Fida baru melihat apa yang sedang mereka lakukan, ternyata sedang melukis toh.

"Lukisan lo bagus juga. Hebat juga lo bisa melukis ini tanpa gugup di hadapan wanita. Tapi... tunggu dulu. Sapuan di bagian dada kok agak mengabur? Tangan lo pasti gemetaran yah waktu melukis di bagian itu?" Goda Fida.

Uhuk! Uhuk!

Jimin kontan terbatuk-batuk canggung mendengarnya. Fida jadi tambah gemes menggodainya.

"Menurutmu apakah Anna cantik? Berapa poin yang akan lo berikan untuk kecantikan Anna?"

"... Lima... poin." Jimin gugup banget sampai tak berani mengangkat kepalanya.

"Fida, berhentilah menggodanya. Dia ini anak yang berbakti."

Tiba-tiba terdengar suara Pak Direktur yang teriak-teriak mencari Anna. Panik, Anna langsung ngumpet di bawah meja sambil mencengkeram kaki Jimin sebagai tameng. Jimin membantu menutupinya.

"Kalian melihat Anna?"

"Kami tidak melihat Anna."

"Kalau kalian melihat Anna, suruh dia ke ruangan saya."

"Baik,pak"

Pak Direktur akhirnya pergi. Anna pun bisa keluar dari persembunyiannya dengan lega.

"Maaf karena sudah menjadikan lo tameng barusan."

Lucunya, Jimin benar-benar jadi gugup gara-gara kejadian barusan sampai suaranya gemetaran lalu kabuuurrrr. Anna sama sekali nggak nyambung dengan sikapnya.

"Kenapa dia aneh sekali? Apa gue tadi mencengkeram kaki dia terlalu kuat?"

"Lo tidak mencengkeramnya terlalu kuat. Anna, jika saja gue tidak mengenal lo dengan baik, gue pasti akan mengira lo itu playgirl."

"Ah, sudahlah. Tidak usah membicarakan hal ini lagi. Ngomong-ngomong, kenapa Pak Direktur mencari gue lagi? Jangan bilang kalau gue belum bayar biaya kuliahnya lagi?"

Anna langsung terdiam yang jelas mengonfirmasi dugaan Fida.

"Astaga! Lagi?! Lo kan melakukan banyak pekerjaan, lalu ke mana saja uangnya melayang?"

"Tentu saja untuk membeli berbagai macam peralatan melukis dan memahat."

"Baiklah, baiklah. Gue mengerti tentang itu. Tapi masalah biaya kuliahnya, bukankah orang tua lo yang membiayainya?"

"Gue tidak minta. Gue sendiri yang memutuskan untuk masuk ke universitas seni yang mahal dan melawan kehendak mereka. Jadi bagaimana bisa gue meminta uang dari mereka? Lagipula, lo tahu sendiri bagaimana kondisi keluarga gue."

"Waktu itu lo tidak bilang-bilang. Astaga! Gua pikir lo butuh menabung untuk membeli baju, tas, dan makeup. Hanya demi berada satu kota bersamanya, lo mengorbankan segalanya."

"Tidak segitunya kok."

"Memang seperti itu! Lo melakukan banyak hal untuk dia, apa dia mengetauinya? Terakhir kali lo gagal menyatakan cinta lo pada hari valentine Cina. Sekarang, entah sampai kapan lo harus menunggu."

Baru dibicarakan tiba-tiba Seokjin mengirim chat ke Anna dan menyuruhnya untuk datang menemuinya.

Anna kontan sumringah. "Mungkin gue cuma narsis. Tapi gue rasa dia tahu. Setiap kali gue ada masalah, dia selalu muncul. Kak Seokjin kan pintar, lo seharusnya mengetahuinya, kan?"

Fida manggut-manggut prihatin mendengarnya. "Iya deh, iya. Semua yang lo katakan benar. Baiklah, pergilah dan cari orang yang bisa membangkitkan kekuatan lo itu."

Take A Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang