Tujuh

492 15 0
                                    

“Tunggu, posisi ini.” Jika ada orang lain yang melihat juga pasti akan sangat memalukan. Dengan pria itu yang berada di atas, dan mengurung tubuhnya, Clara tidak bisa menghindar.

Clara memejamkan mata saat jarak wajah mereka hanya tinggal beberapa senti saja. Apa Jevano akan menciumnya? Di sini? Di tempat ini?

“Putri mahkota, aku sangat penasaran.”

“Y-ya?” Perlahan Clara kembali membuka matanya.

“Apa kau sangat menyukai buku? Sampai ketiduran begitu?”

“Tidak terlalu, hanya saja ada buku yang ingin kucari.”

“Oh ya? Buku apa?”

“Kenapa juga aku harus memberitahunya padamu?” Clara baru tahu Jevano ternyata suka ikut campur dengan kehidupan orang lain.

“Dan lagi, bukan urusanmu di mana aku tertidur, yang mulia tidak perlu menggendongku seperti tadi.” Clara sangat kesal karena Jevano menjatuhkannya tiba-tiba.

“Baiklah.” Jevano terkekeh lalu menjauhkan tubuhnya. “Sepertinya kau tidak menginginkan kebaikanku,” ujar pria itu sebelum pergi meninggalkan Clara yang terperangah.

“Kebaikan? Kebaikan apanya? Sialan!” Wanita itu mencoba berdiri sembari memegangi bagian belakangnya yang sakit. “Aduh, punggungku.”

***

Berendam memang yang paling pas saat kau sedang kesal dan emosi.

“Berendam memang membuat lebih rileks.” Clara menoleh pada pelayan yang menyalakan lilin aroma terapi. “Lilin ini, aromanya sangat menenangkan.”

“Untunglah kalau Anda menyukainya, putri.”

Clara jadi berpikir ingin membawa beberapa lilin itu ke Seoul untuk dibagikan pada keluarganya. “Di mana kalian mendapatkannya? Aku belum pernah mencium aroma seenak ini.”

“Ah, itu saya sendiri yang membuatnya,” ujar pelayannya yang bernama Ella.

“Benarkah? Ella ternyata kau sangat berbakat, apa kau mau mengajariku.” Jika Clara belajar membuatnya, mungkin ia bisa membuat sendiri saat pulang ke Seoul nanti.

“Tentu saja putri, saya akan melakukannya dengan senang hati.”

Clara tersenyum, ia berendam cukup lama sampai akhirnya kembali ke kamar. Saat pandangannya jatuh pada ranjang, Clara mengernyit mendapati Jevano tidur di ranjangnya.

“Yang mulia? Apa yang kau lakukan di kamarku?” ia mencoba membangunkan Jevano tapi percuma, pria itu tak kunjung bangun. “Tolong kembali ke kamarmu.”

“Apa boleh buat?” Sepertinya pria itu kelelahan, oleh karena itu Clara membiarkan Jevano tidur di ranjangnya untuk hari ini saja. Sedangkan dirinya memilih tidur di sofa. Gila saja, ia tidak mau tidur di samping Jevano, terlebih setelah pria itu memperlakukannya dengan kasar beberapa saat yang lalu.

Merasa sangat mengantuk, Clara langsung menuju alam mimpi begitu ia merebahkan dirinya di sofa.

***

Tak terasa hari sudah menjelang pagi, padahal rasanya baru saja sejak Clara menutup matanya untuk tidur, dan sekarang ia tiba-tiba sudah terbangun di ranjangnya yang empuk.

Tunggu dulu, ranjang?

Padahal Clara ingat sebelumnya ia tidur di sofa. Clara menghadap ke samping dan sedikit terkejut melihat wajah Jevano, pria itu masih memejamkan matanya dan tidur sangat nyenyak.

“Apa kau yang memindahkanku?” Clara tertegun cukup lama, ia memandangi wajah Jevano yang tepat berada di depannya, mereka berhadap-hadapan.

Bulu mata panjang, hidung mancung, dan bibir yang terlihat sehat, bahkan garis rahang pria itu mengagumkan. Wajah Jevano yang biasanya terlihat tegas dan kejam dengan senyum miring yang sering pria itu perlihatkan, seketika terlihat tidak bersalah saat sedang tidur.

“Jika saja sifatmu tidak buruk, mungkin aku akan jatuh cinta padamu, Jevano.” Tangan Clara bergerak dengan sendirinya.

Clara sudah akan menyentuh wajah mengagumkan itu, jika saja Jevano tidak tiba-tiba bangun. Perlahan pria itu membuka mata, membuat Clara seketika mematung dan menarik tangannya. Gawat, apa ia ketahuan sedang memperhatikan Jevano?

Clara hanya mengerjap saat Jevano hanya menatapnya tanpa mengatakan apa pun. Beberapa saat seperti itu, hanya ada keheningan.

“Yang mulia, apa kau memindahkanku ke ranjang?” tanya Clara untuk menghilangkan kesunyian di ruangan ini.

“Hem, aku lihat kau tidur di sofa dan kedinginan. Lagi pula kenapa kau tidur di sofa padahal ini kamarmu sendiri?”

Clara terperangah, kenapa seolah ia yang disalahkan? “Itu karena kau tidur di ranjangku. Kenapa juga kau tidur di kamarku dan bukannya kamarmu sendiri?”

“Aku hanya.” Jevano diam untuk beberapa saat. “Tidak ingin tidur sendiri.”

“Omong kosong macam apa itu? Kau bukan seorang anak kecil, kau sudah cukup dewasa untuk bisa tidur sendirian.”

“Putri mahkota ternyata punya mulut yang pedas.” Jevano tertawa, ia mengusap bibir berisi milik Clara dengan ibu jarinya, bibir yang ingin ia gigit hingga berdarah. “Tapi kau memang benar, aku seorang pria dewasa, aku bahkan bisa membuat anak-anak yang lucu dan menggemaskan.”

Jantung Clara mendadak berpacu kencang, ia menelan ludahnya dengan susah payah.

“Kenapa Clara? Padahal malam itu kau terus-terusan menggodaku,” ujar Jevano tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Clara, sementara bola mata wanita itu bergerak ke sana ke mari, seolah tidak ingin bertatapan dengannya.

“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan.”

“Jangan pura-pura lupa, saat itu kau terus merengek ingin di sentuh. Dan menurutku itu sangat seksi,” bisik Jevano dengan suara beratnya, memberi sengatan aneh pada Clara dan membuat wanita itu tiba-tiba teringat kejadian malam itu, ia merasa malu tapi sebisa mungkin Clara akan pura-pura tidak ingat.

“Lagi pula, jika kau lupa, dengan senang hati aku sebagai calon raja negeri ini akan membantumu untuk mengingatnya.”

Clara menahan napas begitu tangan Jevano berada di pinggangnya, menarik tubuhnya untuk semakin mendekat, dan membuat suasana semakin intens.

“Sayangnya tidak bisa hari ini, karena aku harus ke luar kota sekarang.” Jevano menjauhkan tubuh mereka, dan hal itu sukses membuat Clara langsung menghela napas lega.

“Ke luar kota?”

“Ya, ada sesuatu yang harus diurus.” Jevano duduk di tepi ranjang, ia harus berangkat pagi, tidak ada waktu lagi. “Sebagai gantinya, kita bisa mengingat malam itu lagi di lain hari.”

Untunglah, itu berarti Jevano akan menginap di luar kota. Tak lama Clara pun ikut duduk.

“Berapa lama kau pergi?” Setidaknya Clara harus tahu, ketenangannya di istana tanpa Jevano akan berlangsung berapa lama.

“Dua hari.” Perjalanan pulang pergi membutuhkan waktu 1 hari penuh, belum lagi medan untuk sampai ke tempat itu cukup berbahaya, dan kemungkinan serangan bandit. “Tapi aku akan berusaha kembali besok sore.”

“Tidak perlu buru-buru, yang mulia harus istirahat cukup.” Clara meringis, ia berharap Jevano tidak cepat kembali.

“Sepertinya kau tidak ingin aku cepat kembali.”

Clara tersentak, Jevano ini bisa membaca pikirannya atau bagaimana? Apa jangan-jangan pria di depannya ini seorang cenayang? “B-bukan begitu.”

Jevano terkekeh, wanita ini sangat mudah dibaca, ia bisa mengetahui isi pikiran Clara hanya dari gerak-geriknya. Entah kenapa ia senang melakukan kebalikan dari ucapan Clara.

“Kau tenang saja, aku akan segera kembali,” ujarnya sembari mengusap pucuk kepala Clara, sebelum akhirnya Jevano menghilang dari balik pintu.

“Dasar keras kepala.”

Apa Clara perlu menambah nama panggilan Jevano menjadi putra mahkota jahat yang keras kepala?

Evil Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang