Sebelas

313 17 0
                                    

Kabar itu memang membuat Clara agak kaget, padahal belum lama sejak pernikahan, dan Jevano sudah membawa wanita lain ke istana.

Namun kemudian ia berpikir, jika Jevano membawa wanita sebagai mainannya, berarti putra mahkota jahat itu tidak akan mengganggunya lagi.

"Kakak ipar, hei! Kenapa kau senyam-senyum begitu? Kau tidak marah?" Chris sampai terheran melihat reaksi istri kakaknya ini.

"Untuk apa marah? Putra mahkota berhak punya wanita lain. Lihat saja raja, beliau punya 12 selir." Clara tersenyum sangat cerah. "Apa sebaiknya aku menyapa wanita itu? Duh, sebaiknya aku ganti baju dulu."

Chris menganga, reaksi Clara tidak bisa ia percaya. Sementara wanita itu berbalik dan buru-buru pergi ke kamarnya untuk mengganti baju.

***

Pas sekali, malamnya diadakan makan malam untuk menyambut selir Jevano yang katanya sangat cantik. Para pelayan Clara membicarakannya, jadi ia sedikit mencuri dengar.

Dari yang digosipkan, wanita itu mempunyai rambut lurus panjang berwarna hitam dan kulit secerah sinar bulan yang kontras dengan warna rambutnya.

Wanita itu juga sangat anggun, yang membuat semua orang penasaran dari keluarga bangsawan mana dia berasal.

Di perjalanan menuju aula untuk makan malam, Clara bertemu Liona, salah satu adik Jevano. "Liona!"

Clara berlari kecil, menghampiri wanita itu yang parasnya sedikit mirip dengan Jevano.

Liona menghela napas lalu menghadap ke belakang untuk melihat Clara yang kini berada di depannya. "Tidak seharusnya putri mahkota berlarian di istana," ujar wanita itu dengan anggunnya.

Clara mencebik, bahkan sikapnya tidak jauh beda dengan Jevano, ini sebabnya Clara jarang bicara dengan putri Liona. "Kau juga ingin ke aula untuk makan malam?"

"Tentu saja." Liona berdehem. "Kalau aku jadi kau, aku tidak akan menghadiri makan malam ini."

Liona tidak memanggil Clara dengan sebutan kakak ipar karena mereka seumuran, aneh rasanya memanggil kakak pada orang yang sebaya dengannya.

"Memangnya kenapa?"

"Wanita itu, dia cinta pertama kak Jevano. Dulu mereka berdua sepasang kekasih."

"Eh?" Clara tidak pernah menyangka Jevano punya hubungan semacam itu. "Lalu, apa yang terjadi?"

"Apa lagi? Wanita itu bukan dari keluarga bangsawan dan raja menentang hubungan mereka, raja tidak ingin wanita dari kalangan biasa menjadi calon ratu." Liona bersedekap dada.

"Tapi, karena kak Jevano sudah menikah dan punya istri sah," wanita itu menaikkan kedua alisnya menatap Clara. "Tidak masalah untuk membawa wanita itu sebagai selir."

Clara terperangah, jadi maksudnya, Jevano menikah dengannya agar pria itu dengan bebas membawa selir ke istana? "Wah, luar biasa," gumamnya.

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak, sebaiknya kita cepat Liona. Aku tidak sabar melihat secantik apa pacar Jevano," ujar Clara dengan wajah penuh senyum, membuat Liona menaikkan sebelah alisnya.

"Dasar aneh." Wanita itu menggeleng, menatap punggung Clara yang sudah lebih dulu berjalan. "Kakak selalu dikelilingi wanita aneh."

***

Laila Marley adalah cucu dari mantan kepala koki istana. Semasa kecilnya, Laila yang yatim piatu sering ikut dengan kakeknya ke istana, karena sang kakek kasihan meninggalkan cucu perempuan yang ia rawat sendirian di rumah.

Dan di saat Laila bermain di halaman belakang istana, tanpa sengaja ia bertemu Jevano kecil yang berlatih menembak. Itu adalah awal mula pertemuan mereka, dan tidak banyak orang yang tahu bagaimana mereka akhirnya menjadi sepasang kekasih.

Clara mencebik, menatap wanita yang terus-menerus tersenyum menyapa anggota kerajaan. Ia cemberut karena mengetahui wanita itu ternyata tak kalah cantik dengannya, sekarang Clara merasa kesal setelah menyimpulkan bahwa Jevano memanfaatkannya untuk dinikahi agar bisa membawa kekasihnya itu ke istana.

"Dasar putra mahkota jahat dan licik," gumam Clara sembari menghampiri wanita itu yang bernama Laila.

"Yang mulia." Mendapati kehadiran Clara, Laila lantas memberi penghormatan sembari tersenyum. "Perkenalkan saya Laila Marley."

"Hem, selamat datang." Clara sudah mencoba tersenyum, namun malah terlihat sangat dipaksakan.

"Maafkan saya, karena membuat anda tidak nyaman," raut wajah Laila menunjukkan rasa penyesalan.

Padahal Clara sangat marah, tapi sikap lemah lembut wanita ini entah kenapa membuatnya tidak bisa marah. "Eh, tidak, tidak."

"Aku harap kau betah di istana," ujar Clara ramah. Lagi pula kenapa Clara harus marah? ia sama sekali tidak mencintai Jevano, dan sangat bagus jika pria itu punya orang lain sehingga Clara tidak perlu repot-repot meladeninya.

"Laila."

Laila menoleh ke samping dan mendapati Jevano berada di sana. "Jevano, kau di sini?"

Hal yang membuat Clara mengernyit, wanita itu memanggil Jevano dengan nama saja?

"Terima kasih."

Jevano tersenyum. "Tidak perlu berterima kasih, lagi pula makan malam ini memang disiapkan untukmu."

Clara duduk di kursinya, dan entah kenapa ia menjadi seperti orang ketiga, sejak kapan Jevano bisa tersenyum dan bersikap manis begitu? Clara harap makan malam ini cepat berakhir, ia tidak mau duduk berlama-lama di dekat pasangan ini.

Tak lama makan malam dihidangkan, dan Clara merasa tidak lapar. Mungkin karena ia kebanyakan makan kue di pasar?

"Tumben kau makan sedikit? Aah, pasti karena kau sudah kenyang makan kue di pasar kan? Yah, tidak boleh lebih gemuk lagi, jika kau tidak ingin terlihat seperti babi."

Clara langsung menatap sinis Jevano yang mengatakan itu padanya. Padahal pria di sampingnya ini bersikap manis pada Laila, tapi kenapa dengannya berbeda?

Lagi pula, Clara tidak gemuk!

"Kau..." Clara mencengkeram pisau yang ada di genggamannya.

"Kenapa? Ingin menusukku dengan pisau itu?" bisik Jevano sembari menyeringai. "Tapi sebelumnya, lebih baik kau menggunakan pisau itu untuk orang yang mencoba membunuhmu."

"Apa maksudnya?" tanya Clara yang kini menatap Jevano penasaran.

"Adik pelayan itu sudah ketemu."

***

Epilogue Chapter 11

"Memang iya aku segemuk itu?" Clara yang sudah masuk ke kamarnya kini menggerutu, mungkin itu alasan bajunya agak sesak hari ini?

Tapi tetap saja, Jevano sangat jahat karena mengatainya mirip babi.

"Pelayan! Pelayan! Ke mana semuanya?!" Clara merasa sangat emosi hari ini. "Kenapa lama sekali sih?"

"Ada apa putri?" beberapa orang pelayan datang, tidak biasanya Clara teriak-teriak begini. "Anu, apa jangan-jangan anda sedang, itu, aduh."

"Apasih? Bicara yang benar." Clara berkacak pinggang.

"Apa anda sedang datang bulan? Ella bilang anda suka mengamuk saat datang bulan."

"Ella bilang begitu?" Clara berdecak, ia tidak pernah mengamuk, mungkin hanya sedikit marah dan membentak. "Lupakan. Aku tidak sedang datang bulan!"

"Apa di sini ada sesuatu untuk menimbang berat badan? Semacam timbangan."

"Ada putri, mau saya bawakan."

"Iya, cepat bawakan ke sini."

Akhirnya, sesuai permintaan Clara, para pelayan membawakannya timbangan berat badan walaupun bentuknya agak aneh, tapi ia bisa menggunakannya.

Clara berdehem, dengan tinggi dan berat badan ini, ia rasa tubuhnya cukup ideal. "Hei, kau. Apa menurutmu aku gemuk?"

Seorang pelayan menggeleng. "Mana mungkin, putri, anda tidak gemuk."

"Dasar putra mahkota jahat penipu!" pekik Clara.

Evil Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang