Tiga puluh empat

160 12 0
                                    

“Di mana?”

“Di mana ini? Semuanya gelap.”

Ketika membuka mata, Chaeyun mendapati dirinya berada di tempat asing. Tempat ini sepertinya bukan Varselia, apalagi Seoul. Chaeyun bingung, ia sebenarnya berada di mana?

Terakhir yang Chaeyun ingat adalah, ia sedang melerai Jevano dan Chris yang sedang baku hantam.

“Siapa itu?” Ketika secercah sinar mengenai wajahnya, walau menyilaukan, Chaeyun berjalan terus menuju sumber cahaya, dan begitu sampai di sana ia terkejut mendapati seseorang dengan paras mirip dengannya. “Kau, Clara?”

Wanita di depan sana terlihat cukup terkejut, sama sepertinya.

“Ini mengejutkan, tidak disangka kita bisa bertemu seperti ini,” ujar Clara sembari tersenyum.

***

Bertemu Clara setelah bertahun-tahun lamanya mungkin sudah membuat Jevano hilang akal. Ia tidak bisa mengendalikan diri hingga wanita itu pingsan di dekapannya.

Jevano keluar dari kamar dengan jubah yang membalut tubuhnya, ia membakar rokok dan menghisapnya sembari menatap hamparan samudra di depan sana, angin yang berembus membuat  surainya beterbangan.

“Clarasta.” Sebelah tangan Jevano menggenggam hadiah pertama yang Clara berikan, satu-satunya hadiah dari seorang gadis yang ia simpan sampai saat ini. Ia tak pernah bisa melupakan saat Clara memberikan benda itu di pesta ulang tahunnya. Jevano menatap benda itu lama, padahal hanya cangkang kerang laut biasa, tidak ada istimewanya, namun entah kenapa terlihat berharga.

“Yang mulia, ada laporan.”

Seorang pengawal datang, kemudian Jevano memasukkan kerang itu ke saku jubahnya.

“Menurut informan, memang benar Laila berada di Marnia.”

Mendengar informasi itu membuat Jevano menyeringai. “Bagus. Lihat saja,  wanita itu tidak akan bisa berkeliaran dengan bebas,” gumamnya.

“Pergilah, kita akan tetap pada rencana awal.”

“Apa yang anda rencanakan?”

Jevano menoleh ke samping, kemudian mematikan rokok yang masih menyala di antara sela jarinya. Jevano tidak tahu kapan Clara berdiri di sana, sementara itu pengawalnya sudah pamit pergi.

“Masuk ke dalam, di luar dingin.”

“Yang mulia bilang saya tidak tahu apa pun, sebenarnya apa yang anda rahasiakan?” Clara mengeratkan mantel yang ia kenakan, seperti kata Jevano di luar sangat dingin, mungkin karena malam semakin larut. “Dan kenapa Anda masih menyimpan benda itu? Cangkang kerang laut yang saya berikan.”

“Kau tidak perlu tahu semuanya.”

Clara terdiam untuk beberapa saat, ia pun mengangguk, memang seharusnya ia tidak banyak bertanya. “Maafkan saya.”

Jevano berdecap, ia menahan tangan Clara yang sudah akan kembali ke kamar. “Akan kuberi tahu saat waktunya tiba.”

Clara menatap tangan Jevano yang menggenggam tangannya selama beberapa saat, kemudian tersenyum menatap mata pria itu.

“Sekarang masuk dan istirahatlah, kau mungkin lelah karena yang barusan.”

Sedetik kemudian, pipi Clara bersemu merah, perkataan Jevano membuatnya tanpa tahu malu memikirkan hal itu lagi. “Yang mulia...”

Pria itu tersenyum tipis. “Kenapa? Kau tidak lelah? Kalau begitu mau melakukannya lagi?”

Clara meringis. Saat ini Jevano sedang bercanda kan?

Evil Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang