Menaksir Wajahmu

0 0 0
                                    


Semua yang telingaku dengar, sebelum gemas suaramu, keseriusan renta. Esok tak lebih baik dari kebosanan berulang hari ini, memaku kerja dan memaklumi usia. Setiap hari, dan terus berganti hari, orang-orang membicarakan keretakan dinding rumah tangga.

Sebelum fasih kusebut namamu, mulutku gua gelap Kantemo di Meksiko. Ular berbisa hidup abadi di dalamnya: akan ada yang sakit hati bila kusebut namanya. Kegelapan sepi sendiri, mungkin abadi.

Tapi sejak kuakrabi suaramu, telingaku seolah menangkap desir Tulip bulan Mei di Keukenkof. Angan-anganku sendiri berlarian ke jauh, mungkin ke taman Lodhi. Mendengarkan pujian di pelataran makam Sayyid bertemankan rupa-rupa warna bunga.

Sejak kuselami ceritamu, hanya gambar hitam putih di kepalaku. Kata-katamu kapsul waktu ke suatu zaman ketika bahagia ialah satu-satunya yang bernyawa. Nanti dan dulu ternyata sama-sama tua.

Sejak wajahmu menangkap mataku, engkau di angan tidak lebih indah dari nyatamu di ingin.

Sebentar yang Berarti LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang