peron 9¾

1.2K 163 7
                                    

Sebuah mobil yang kemungkinan tergelincir karna melaju dengan kecepatan tinggi menabrak mobil lain yang mengakibatkan 2 wanita tewas dan seorang anak yang terluka.

Dan setelah ke jadian itu seorang pria menelpon ambulan dan membawa kami ke rumah sakit, aku baik-baik saja di luar kepala yang bocor, kaki terkilir dan telapak tangan yang robek, setidaknya aku lebih beruntung dari Fiona. Butuh waktu cukup lama sampai aku melihat Tommy datang menghampiriku dan memelukku, dia tampak amat ketakutan. Aku yakin dia lebih dulu menghampiri mayat Fiona. Lihat lah dia masih mengenakan jas kerjanya, walau sudah berantakan.

"Ayo kita pulang." Ajak Tommy setelah menciumi kening dan telapak tanganku yang di balut perban. Dia benar-benar menyayangi putrinya.

Aku tidak bisa mengatakan apapun, aku benar-benar syok atas apa yang baru saja terjadi. Aku tidak bisa berkata-kata, selama perjalanan di mobil sampai di rumah aku masih tak berkata apapun.

"Duduk Emily, biar ayah obati luka kamu." Kata Tommy saat kami sampai rumah.

Aku menurut duduk di atas sofa dan Tommy mulai membuka perban di tangan dan kepalaku. Dia mengeluarkan tongkat sihirnya dan mulai membisikkan mantra, aku tidak tahu mantra apa yang dia ucapkan aku tidak fokus pikiranku terbang tidak karuan.

Aku merasakan sakit, aku terluka, bagai mana bisa aku merasakan sakit? Ini sakit yang benar-benar sakit! Ini bukan permainan ini nyata! Kalau begini aku tidak bisa pergi ke Hogwarts, aku tidak ingin pergi, sekolah itu bisa membunuhku!

"Emily." Tommy memanggilku dengan lembut. "Kamu masih terkejut?"

"A–aku tidak mau pergi…" bisikku. "Aku tidak mau ke Hogwarts." Fiona mati karna menemaniku membeli barang untuk pergi ke Hogwarts, kalau saja surat itu tidak datang, kalau saja…

"Jangan terlalu cepat mengambil keputusan."

"T–tapi…"

"Ayah tahu ada sesuatu yang membuat kamu khawatir, tapi sekolah itu bisa membantu kamu, di sana kamu akan belajar mengendalikan diri dan melindungi diri dengan kemampuan kamu sendiri."

Tidak mungkin aku bilang kalau aku melihat Dementor.

"Jangan khawatir Emily, semua akan berjalan baik di sana." Tommy mencium telapak tanganku, aku baru sadar lukaku sudah menghilang dan hanya menyisakan bekas lukanya saja.

Ya, Tommy benar. Masa kelam Hogwarts sudah berlalu, sekarang tempat itu sudah baik-baik saja aku tidak perlu mengkhawatirkan apapun.

"Ya, aku akan pergi." Tekat ku bulat, kalau memang para Dementor itu ingin melukaiku aku bisa melindungi diri.

"Bagus, kamu memang anak yang hebat."

Tapi sebenarnya aku juga masih sedikit takut.

"Banyak barang-barang kamu yang hancur, barang yang masih bisa di pakai ayah taruh di kamar kamu. Kayanya aku harus pergi ke Diagon Alley, kamu istirahat saja ya."

Aku menurut dan naik ke kamarku, aku teringat sesuatu. Saat samapi di kamar aku langsung membuka buku sialan itu.

"Heh buku sampah! Lu bilang ini game, kenapa gua ngerasain sakit?!" Bentak ku pada buku itu. Selayaknya buku dia tidak menjawab apapun.

"Lu mau gua mati di sini ya?!" Aku membolak balik halam buku itu tapi semua masih sama saja, tulisan peraturan permainan tentang cerita yang akan berjalan seperti film dan aku yang tidak bisa keluar sebelum cerita ini selesai, sisanya hanya kertas tua kosong seperti biasa. 

Benar-benar menyebalkan, aku tidak boleh mati di dunia game!

Aku meletakkan buku itu kembali ke atas meja dan terkejut saat melihat tongkat sihirku ada di sana. Jadi dia selamat ya, padahal aku sudah bersyukur saat Tommy bilang banyak barang ku yang hancur karna aku mengharapkan tongkat ini ada dalam list barang yang hancur.

Bocah Hogwarts Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang