malam natal.

856 115 5
                                    

Kami mulai menghias pohon natal selagi menunggu kue kering yang kami buat matang. Tommy memulai dengan melilitkan pita merah ke sekeliling pohon, tahu kan pita merah berkilau yang sering melilit pohon natal, sedangkan aku mulai menggantung bola-bola kaca di dahan-dahan pohon.

"Ayah, kapan ayah beli pohon ini? Sepertinya kemarin dia tidak ada di sini." Tanyaku yang masih keheranan. "apa jangan-jangan ayah menggunakan sihir! Sihir itu di larang di dunia Muggel, ayah!"

"Kenapa kamu berpikir seorang Auror sepertiku melanggar peraturan kementrian sihir?" Tommy yang selesai dengan pita itu kini mengambil kotak hiasan itu ikut menggantungkan bola di dahan atas yang tidak dapat aku raih.

Aurora? Maksudnya pelangi kutub? Aku seperti pernah mendengar sebutan Aurora di film ini tapi apa ya? Yang pasti itu berhubungan dengan kementrian sihir.

"Ayah, kenapa kita tinggal di dunia Muggel? Aku dengar dari teman-temanku sepertinya dunia sihir lebih menyenangkan."

"Hahaha sepertinya kamu banyak mendengar hal menyenangkan dari teman-teman mu."

"Ayah, jawab pertanyaan ku!" Aku rasa dia sedang mengalihkan percakapan.

"Tentu. Itu karna ayah di tugaskan di sini, menjadi bagian dari Auror bukan hanya mengurus keamanan di dunia sihir, pekerjaan Auror lebih rumit dari yang bisa di bayangkan. Para Auror juga harus menjaga kerahasiaan dunia sihir dan melindungi dunia sihir dari sihir hitam yang bisa muncul kapan saja."

Sihir hitam? Apa ini artinya kementrian sihir juga masih mewaspadai kemunculan Valdemor?

"Kenapa begitu? Murid baru Hogwarts ada seorang Muggel. Penyihir dan Muggel bisa berteman seperti yang lain. Lagi pula Muggel yang membenci manusia kan hanya masa lalu." Alu jelas tidak akan mengangkat topik sihir hitam, terkadang membahas sihir hitam itu sedikit... sensitif.

Tommy terdiam sesaat sebelum menjawab pertanyaanku.

"Tidak semua Muggel berpikir demikian. Beberapa dari mereka masih membenci kita para penyihir dan menganggap kita sebagai ancaman."

Ah, ternyata sampai sekarang pemikiran buruk para Muggel terhadap penyihir masih sama saja, padahal kalau kami bisa saling membuka identitas satu sama lain kami bisa saling membantu kan. Bayangkan saja sihir dan mesin menjadi satu, aku yakin itu akan jadi hak yang keren.

"Mereka hanya iri pada kita, iya kan."

"Tidak juga. Itu adalah cara mereka melindungi kaum mereka, semua kelompok memiliki cara masing-masing dalam melindungi kaumnya. Muggel dengan mengantisipasi segala kemungkinan sedangkan kita dengan terus bersembunyi."

Payah. Para penyihir bisa saja menunjukkan identitas mereka, kalau sampai Muggel menyerang mereka tidak perlu khawatir mereka lebih kuat dari para Muggel. Kami para penyihir bisa saja menyerang mereka-

Ah, apa yang aku pikirkan, kenapa aku berpikiran kejam seperti itu. Memang benar, terus bersembunyi itu memang hal yang lebih baik.

"Dunia ini tidak sesederhana seperti apa yang ada di kepalamu Emily." Tommy meletakkan kotak yang berisi bola-bola berkilau itu dan berlutut di sampingku. "Kamu butuh lebih banyak belajar untuk melihat apa yang terjadi, sesuatu dapat tidak tampak di mata mu hanya karna kamu tidak memahaminya. Kamu paham?"

Kamu bertanya padaku? Tentu saja jawabannya tidak. Apa yang kamu harapkan dari otak gamer yang selalu mengerjakan tugas mepet deadline?

"Sekarang ayo kita selesaikan pohon ini." Tommy memberikan bintang puncak pohon padaku, seketika dia mengangkat tubuhku agar sampai ke atas puncak pohon yang memang sangat tinggi, puncak pohon ini hampir menyentuh langit-langit rumah.

Aku akan mengenyampingkan masalah yang baru saja kami bahas, aku ini hanya anak biasa yang bahkan tidak pernah di sorot kamera dalam film, aku tidak perlu memikirkan hal semacam ini. Aku tidak akan terlibat dalam hal mengerikan seperti the golden trio.

"Sepertinya kue nya sudah matang." Kataku setelah melirik jam dinding.

Segera aku berlari ke dapur dan membuka oven, aku keluarkan biskuit jahe buatan kami. Jujur aku tidak suka jahe tapi ini adalah makanan wajib saat natal jadi mana mungkin aku lewatkan, lagi pula siapa tahu Emily menyukai biskuit jahe.

"Harum sekali, aku yakin rasanya enak." Komentar Tommy saat dia bergabung dengan ku di dapur.

Baunya seperti jahe.

Tommy memotek salah satu tangan dari tubuh pria biskuit jahe dan mencicipinya. Walau aku sempat ragu tapi akhirnya aku melakukan hal yang sama dengannya dan rasanya-

Wow.

"Tidak terlalu buruk, ini lumayan untuk percobaan pertama." Komentar Tommy setelah mencicipinya.

Lumayan? Ini luar biasa! Kenapa tidak ada yang pernah mengatakan padaku rasanya akan se-enak ini. Memang ada rasa jahe yang kuat, tapi rasa jahe di sebuah biskuit membawa sensasi baru yang luar biasa pada sebuah kue kering. Wow, ini rasa yang baru untukku.

Malam natal yang meriah, penuh permainan, canda tawa, dan makan malam yang hangat.

Hah, tahi!

Tidak seperti yang aku bayangkan, malam natal ku hanya di temani suara TV dan stoples kue kering yang sudah mau habis.

Beberapa jam yang lalu Tommy mendapatkan telpon yang memintanya untuk segera hadir di suatu acara penting di kementrian sihir. Aku tidak tahu urusan apa itu, Tommy tidak membiarkan ku tahu.

Bukankah malam natal seharusnya menjadi malam yang menyenangkan untuk keluarga? Kenapa malah aku sendiri dian di rumah di malam yang seharusnya spesial bagiku dan Tommy? Apa orang-orang itu tidak mau menghadiri acara natal keluarganya?

Kalau saja di zaman ini sudah ada ponsel pintar pasti aku tidak akan jadi se-bosan ini. Bayangkan saja kalau aku memiliki grup chet dengan teman-teman kamarku, pasti akan menyenangkan yang pasti kami akan melakukan pergosipan yang menyenangkan.

Tapi sayangnya aku ada di tahun 1991, kalau tidak salah. Di masa ini belum ada hal-hal canggih semacam itu.

Ah, aku jadi memikirkan the golden trio, saat ini potter dan si rambut merah itu pasti sedang mencari data tentang pria bernama Nicolas Flame. Andai Potter lebih teliti mungkin film ini akan jadi lebih cepat selesai.

Bocah Hogwarts Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang