buku pertama

1.1K 153 1
                                    

Aku sampai di salah satu bilik kereta yang kosong, hah beruntungnya aku. Aku menaikan koperku dan menaruh kandang Khonsu di depanku, burung itu tampak tertarik dengan pemandangan sekitar yang baru baginya maupun aku.

Aku dan Tommy sudah menghabiskan banyak waktu bersama sebelum aku naik ke dalam kereta tapi pria itu masih setia menatapku dari peron seolah dia akan tetap di sana sampai melihatku pergi, atau memang itu yang akan dia lakukan. Aku melambai pada Tommy dari jendela di bilik ku, Tommy membalas lambaian ku dan tersenyum tipis. Dasar, untuk anaknya sediri saja dia hanya menunjukkan sedikit senyumnya.

Dia terus menatapku sekalipun aku sedang bermain dengan Khonsu dan sama sekali tidak memperhatikannya, dia benar-benar menatapku dan tidak membiarkanku lepas dari pandangannya samapi seseorang menepuk bahunya, membuat Tommy harus berbalik untuk melihat sosok yang menyentuhnya. Aku belum pernah melihat orang itu tapi aku yakin dia teman kerja Tommy, aku lihat pria itu memakan jas rapih.

Sepertinya pembicaraan mereka amat menarik bahkan saat masinis berteriak dan peluit di tiup Tommy masih sibuk dengan pembicaraannya yang terlihat makin serius. Anak-anak lain mulai melambai pada orang tua dan kerabat mereka di peron, aku coba mengetuk-ngetuk jendela berharap Tommy akan melihatku tapi sampai kereta berangkat pun dia tetap berbicara dengan alis berkerut seperti orang marah dan menghiraukan segala keributan yang ada di sekitarnya.

Dia terlalu sibuk bahkan saat peron belum benar-benar menghilang dari pandanganku, saat dia bahakan masih dapat aku lihat jelas Tommy sudah pergi terburu-buru dengan pria itu.

Apa aku boleh mengatakan aku kecewa pada pria itu? Di hari-hari sebelum keberangkatanku dia bersikap begitu manis padaku seolah dia sendiri berat meninggalkanku, tapi saat hari aku berangkat di detik-detik terakhir kita dia malah sibuk dengan orang lain dan seolah lupa denganku, apa dia sengaja mengabaikan ku?

Tommy menyebalkan! Padahal kana aku juga ingin mendapatkan momen menarik itu, momen saat melambai dari dalam kereta sebagai salam terakhir padanya.

Lupakan soal Tommy, sekarang kereta sudah berangkat dan aku akan seharian ada di sini. Sebelum kematiannya Fiona mengatakan padaku kalau mungkin akan sedikit membosankan ada di dalam kereta seharian, jadi dia memberikanku beberapa buku bacaan favoritnya yang dia bilang bisa menemaniku dalam perjalanan. Masalahnya aku kan tidak suka baca, bagai aman bisa aku menghabiskan waktu seharian hanya membaca, yanga ada aku malah tambah bosan.

"Aku bosan Khonsu." Nah aku mulai gila, sekarang aku berbicara dengan burung hantu.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu bilik yang aku tempati dan membukanya.

"Keliatannya kamu sendiri." Kata seorang laki-laki berjubah hitam yang sepertinya seniorku, aku melihat ada tanda 'P' emas di dadanya.

"Kamu tidak keberatan kan kalau ada yang bergabung?"

Hah? Apa dia mau duduk dengan anak baru sepertiku? Aku pikir senior itu lebih suka duduk dengan teman-temannya dan menunjukkan kedudukannya di sekolah. Tapi aku tetap mengangguk.

"Bagus. Kamu duduk dengannya ya." Katanya pada seseorang di belakanganya. "Kalau begitu aku pergi dulu, kalau kalian butuh sesuatu kami para senior ada di gerbong depan." Katanya sebelum pergi.

Tenyata dia sedang mencarikan tempat untuk seorang gadis kecil berambut coklat sebahu dengan wajah tirus, dia terlihat cantik dan culun di waktu yang bersamaan. Apa dia akan menjadi temanku? Aku sulit bersosialisasi jadi ini adalah cara tepat untuk mendapatkan teman.

Aku membantunya menaikkan barang dan dia pun mengucapkan terima kasih dengan gugup dan duduk dengan gugup pula. Anak ini kaku sekali, apa jangan-jangan dia lebih tidak bisa bersosialisasi dibanding aku, sial kalau begitu harus aku yang memulai pembicaraan.

Tapi samapi hampir satu jam kemudian tidak ada yang membuka pembicaraan, aku tidak tahu harus berkata apa dan dia juga hanya diam. Walau ku perhatikan sepertinya dia tertarik dengan Khonsu.

"Apa kamu suka burung hantu?" Tanyaku mencoba membuka pembicaraan. Sepertinya dia tidak membawa hewan apapun.

"Ah, b–bukan begitu, ini pertama kalinya aku lihat burung hantu secara langsung." Katanya gugup, sepertinya dia gadis yang menyenangkan.

"Namanya Khonsu, ayahku memberikannya agar kami mudah bertukar surat."

"Sungguh? Dia peria yang baik. Ayahku tidak tahu apa-apa tentang dunia sihir, aku berasal dari keluarga Muggel." Katanya malu-malu. "Tapi ternyata sahabatnya adalah seorang penyihir, dia membantuku mengurus keperluanku di sini. Aku tidak tumbuh di dunia sihir jadi tidak tahu apa-apa tentang sihir." Sepertinya dia mulai merasa ragu, apa dia khawatir menjadi bodoh di antara anak-anak baru?

"Aku juga tumbuh di dunia Muggel, orang tuaku memang penyihir tapi mereka memilih tinggal di dunia Muggel."

"Oh ya? Bagi mana bisa? Kenapa tidak tinggal di dunia sihir saja? Bukankah akan lebih menyenangkan tinggal bersama orang-orang yang mirip denganmu?"

Kenapa? Ah, kenapa ya? Aku sendiri tidak pernah menanyakan hal itu pada Tommy dan Fiona. Kenapa aku tidak bertanya?

"Apa kamu tidak lapar?" Katanya sambil mengeluarkan kotak makan siangnya.

Lapar? Saat aku lihat jam saku pemberian dari Fiona, wah ternyata banyak sekali barang ku yang pemberian Fiona, memang sudah pukul 12 lewat. Baiklah aku akan membuka kotak bekalku, Tommy yang menyiapkan bekal ini sandwich adalah satu-satunya yang bisa di buat, tidak hanya sandwich tapi juga ada sebuah apel di dalam kotak bekalku. Tommy memang memberikanku uang kalau-kalau aku tidak menyukai masakannya, tapi aku akan menghargai usahanya kali ini.

Kami pun berbincang ringan sambil menghabiskan makan siang kami, pembicaraan banyak di kuasai gadis itu dia banyak bercerita tentang dirinya sedangkan aku tidak memiliki satupun hal menarik untuk diceritakan jadi aku biarkan dia berbicara sampai dia lelah sendiri. Setidaknya dari percakapan ini aku mendapatkan satu teman dan anak itu bernama Sofia Vergara

Tak terasa langit di luar sudah gelap, aku pun mulai melihat hutan-hutan yang menyeramkan, apa sekolah itu benar-benar ada di dalam hutan?

"Aku jadi semakin tidak sabar." Katanya begitu semangat, ternyata Sofia itu tidak terlalu kaku dan justru menyenangkan, dia bahkan menyukai buku yang Fiona sarankan untuk mengusir jenuhku.

"Banyak hal yang ingin aku pelajari di sana, aku yang selama ini tinggal dan hidup diantara Muggel tidak percaya bahwa aku adalah seorang penyihir."

"Kamu benar-benar bersemangat ya." Aku tertawa melihat semangat gadis kecil itu.

"Ya, apalagi di tahun ini ada si Harry Potter yang terkenal itu–"

Tiba-tiba aku memuncratkan semua minuman yang ada di mulutku sampai membuat Khonsu bangun terkejut karna kebasahan.

"Ya ampun kamu belum tahu ya. Aku juga sama terkejutnya begitu tahu, aku tidak sabar bertemu anak yang amat terkenal itu."

Gila! Jadi aku bukan pemeran utama dalam film ini, jadi aku ada di masa the golden trio? Ada bagusnya sih bukan aku yang jadi pemeran utama tapi sayangnya aku ada di masa mereka bertiga, itu artinya aku akan mengalami hal yang paling aku hindari, tentu saja apa lagi kalau bukan perang melawan lord Voldemort dan arak-arakannya.

"A–apa dia juga anak baru?" Aku harus bersikap setenang mungkin.

"Iya, dia juga nak baru di sini semua orang di kereta membicarakannya."

Hah, aman. Aku masih ada di film pertama, seingat ku tidak ada kejadian yang akan bisa membuat aku yang seorang pemeran latar ini terluka. Film pertama semua berjalan menyenangkan, jadi untuk yang ini tidak ada yang perlu aku khawatirkan hanya jangan ikut berpetualang dengan the golden trio itu saja sudah cukup.

"Ayo pakai jubah sebentar lagi kita sampai." Sofia sangat bersemangat dia langsung mengeluarkan jubahnya dan mengenakan pakaian itu dari belakang anak itu terlihat seperti Dementor.

Aku juga mengeluarkan jubahku dari koper, jubah buatan Fiona. Aku ragu mengenakannya karna jelas jubah ini akan membuatku terlihat konyol. Ah tapi siapa peduli, kalau kamu berpakaian konyol di antara orang-orang konyol itu artinya kamu tidak konyol hanya saja kamu berpura-pura konyol. Paham kan maksudku.

Saat aku mengenakan pakayan ini malah teringat Tommy, apa dia baik-baik saja ya di sana, aku harap dia tidak membakar pancake lagi. Apa saat aku pulang nanti kami sudah tinggal di bawah tumpukkan abu rumah?

Bocah Hogwarts Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang