Love Poem

56 13 2
                                    

"Kamu tidak akan ikut? Apa kamu tidak mau melihat Putra Mahkota dari dekat?" Mina menatap Lea dengan ekspresi tidak percaya, sementara wajah Lea mengerut nyaris tampak jijik.

"Tidak tertarik!" Sahut Lea tegas. "Selamat menikmati! Aku pergi dulu, ya!"

"Kamu mau kemana?" Tuntut Mina, tampaknya tidak ikhlas temannya itu absen dari pidato Putra Mahkota yang hadir di kampus mereka hari ini.

"Kabur," jawab Lea jujur. "Sampai jumpa lagi nanti!"

"Le? Lea!" Mina menghela napas kesal saat menyadari bujukan apapun tidak akan mempan jika Lea sudah memutuskan untuk keras kepala.

Lea memilih duduk di atap aula gedung yang saat ini pasti sudah penuh dengan orang-orang yang ingin melihat rupa Putra Mahkota Dobuski. Sementara Lea, lebih suka menyelami dalamnya langit dari tempatnya berbaring.

Perempuan itu menghela napas senang, menyukai kedamaian dan kepuasan setelah mangkir dari salah satu kewajiban. Andai tidak ada seseorang yang membuang sampah sembarangan, maka hari itu pasti akan sempurna.

Lea berdecak jengkel, memungut gumpalan kertas yang tadi mengenai wajahnya. Perempuan itu membuka gumpalan kertas tersebut dan membaca dalam hati.

I choose to love you in silence
For in silence i find no rejection,
I choose to love you in loneliness,
For in loneliness no one owns you but me
I choose to adore you from a distance,
For distance will shield me from pain,
I choose to kiss youbin the wind
For the wind is gentler than my lips
I choose to hold you in my dreams
For in my dreams, you have no end

Jalaluddin Rumi

Lea mendengus setelah membaca syair indah itu. Dengan kesal, perempuan itu meraih bolpoin dari dalam tasnya sebelum mulai menuliskan balasan.

That's too bad,
I choose to love you in a scream
So that everyone know dan realises my madness
I choose to love you in excitement
So that people will envy me
I choose to admire you in my distance
So you can see how tortured i am
I choose to kiss you with my prayer
So you know, the wind is not always polite
I will embrace you in a hug
So you know what it's like to be loved irresponsibly

Judulnya Mencintaimu dengan Ugal-ugalan. Lebih bagus daripada yang barusan kamu buang! Segera masukkan ini ke museum!

Lea pergi dari tempat itu setelah menempelkan puisi asal yang dibuatnya di daun pintu. Siapapun yang ada di sana, pasti masih di sana meski Lea tidak tau dimana posisi orang itu.

Saat Lea turun dari atap, ada beberapa orang berpakaian jas hitam tampak gelisah.
"Apakah masih belum ketemu?" Seseorang bertanya pada salah satu pria berjas itu ketika Lea lewat.

"Ponsel Putra Mahkota tidak bisa dihubungi, Tuan." Salah satu yang lain menyahut.

"Tinggal atap yang belum kita periksa. Mungkin beliau ada disana," ucapan itu samar-samar Lea dengar karena Professor Wael tampak berjalan-jalan seperti sedang mencari seseorang.

"Wah! Gawat!" Lea menggigit bibir sebelum kemudian lari mencari tempat persembunyian yang lain.

Di atas atap, tempat yang baru saja Lea tinggalkan seseorang mengambil pesan yang tertempel di daun pintu. Tawa kecil keluar dari bibir lelaki itu setelah membaca tulisan aneh yang dimaksudkan untuk membalas puisi Jalaluddin Rumi.

"Siapapun kamu, kamu benar-benar tidak berbakat menjadi seorang penyair," gumamnya, kembali tertawa kecil saat membaca puisi aneh buatan Lea untuk yang kesekian kali.

###

Seperti biasa, Lea berlarian untuk menjauh dari masalah tanpa menyadari kemana dia pergi. Sampai kemudian dia menabrak seseorang dan jatuh.

"Aduh!" Lea meringis.

"Ya Allah!" Suara seorang perempuan lain juga mengerang kesakitan.

Lea segera menoleh, hendak meminta maaf tapi kemudian tertegun mengenali seseorang yang ditabraknya. Orang itu juga tampak ingin mengomel sebelum mengenali Lea juga.

"Kamu!" Perempuan yang Lea kenal sebagai Yuna itu menunjuk dengan mata membelalak tidak percaya. "Kamu Lea, kan? Yang dulu itu?"

"Eh, hai? Sepertinya kita pernah bertemu," elak Lea, meringis setengah hati.

Yuna segera bangkit dan memeriksa tubuh Lea.
"Jadi, kamu bukan cuma khayalanku, ya?" Gumam Yuna, masih setengah percaya.

"Ya?"

"Karena kamu tiba-tiba menghilang seperti itu! Sudah enam tahun lamanya! Aku bahkan belum mengucapkan terimakasih dengan benar! Dan sekarang kamu disini. Kamu juga kuliah disini?" Cerocos Yuna.

"Ooh... Iya... Kamu juga?" Sahut Lea, ragu.

Yuna menghela napas berat sebelum membantu Lea berdiri.
"Kenapa kamu berlarian begitu? Bahaya, tau? Aku di jurusan Hubungan Internasional. Kalau kamu?"

"Bisakah kita reuni lain kali?" Sela Lea, dia merasa gelisah, takut Professor Wael masih mencarinya. "Bukankah kamu mau melihat pidato Putra Mahkota? Silakan duluan!"

"Apa? Aku tidak tertarik dengan itu," sahut Yuna. "Tampaknya kamu juga! Mau bolos bareng?"

Dengan penuh semangat dan tanpa berpikir dua kali, Lea segera menyetujui ide itu. Jadi, sekarang mereka berdua sedang duduk di sebuah tempat makan kecil yang tidak jauh dari kampus.

"Jadi, kemana saja kamu selama ini? Aku meminta ayahku untuk mencarimu, tapi tidak pernah ketemu?" Tanya Yuna, menyorongkan segelas air dingin ke depan Lea.

"Tidak kemana-mana," jawab Lea. "Lagipula, kamu tidak perlu berusaha mencariku"

"Apa sih maksudmu?" Sahut Yuna, agak kesal.

"Memangnya, aku tidak membuatmu teringat kenangan buruk?" Pertanyaan Lea sempat membuat bibir Yuna terkatup selama beberapa saat. Tentu saja, tidak mungkin ada orang yang sembuh dengan mudah setelah mengalami trauma mendalam seperti itu.

"Kamu belum jawab, kamu di jurusan apa?" Yuna mengalihkan pertanyaan.

"Psikologi," sahut Lea tenang. Dia tidak akan memaksa Yuna untuk membicarakan hal itu lebih lanjut.

Yuna menganggukkan kepalanya paham. Untuk beberapa saat, mereka diam dan menikmati camilan yang Yuna bayar.

"Jadi, aku rasa itu kamu," ucap Yuna beberapa saat kemudian.

"Ya?"

"Orang yang akan menjadi isteri keempat," Yuna tersenyum kecil.

"Ha? Apa maksudmu?"

"Tidakkah kamu tau? Aku dengar Fadi sedang mendekati mahasiswi cantik dari jurusan Psikologi. Bukankah itu kamu?" Tanya Yuna, satu alisnya naik.

"Fadi siapa?" Lea balik bertanya dengan bingung.

"Kamu tidak tau Fadi? Anak Fotografi yang sekarang ada di tahun terakhir? Kudengar dia selalu datang ke jurusan psikologi untuk bertemu seseorang?" Jawab Yuna.

"Darimana kamu tau hal-hal seperti itu?" Lea tampak heran.

"Dari Gia, isteri kedua Fadi. Dia teman sekelasku," sahut Yuna lagi.

"Gila! Kamu serius?"

"Jadi, kamu benar-benar tidak kenal Fadi?"

"Entahlah? Banyak orang yang datang ke jurusan psikologi dan menyapaku. Tapi, mungkin ada seseorang yang bernama Fadi," sahut Lea tidak yakin.

Yuna nyengir, mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.
"Lebih baik kamu menjauh, karena isteri pertamanya adalah seorang bangsawan dan sangat galak," nasehat Yuna.

"Aku bahkan tidak tau di kampus kita ada yang bernama Fadi!" Balas Lea kesal.

###

Aku kangen Azzam...

The Crown PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang