The Truth is

85 11 1
                                    

Lea tidak pernah mengira dia akan merasa senang ketika bersama Putra Mahkota Dobuski yang sekaligus adalah suaminya, Azzam. Lea tidak pernah menyangka, sebuah pernikahan bisa semanis ini. Ketakutan-ketakutannya terhadap lawan jenis dan hubungan selama ini tampak seperti halusinasi.

Pada saat itu, Lea dengan hati tulus telah menyerahkan hatinya pada Pangeran Azzam meski tanpa berkata-kata. Dan katanya, manisnya bulan madu, manisnya awal pernikahan setidaknya akan bertahan selama satu tahun, kan?

Kini, ditengah pesta perayaan pernikahannya senyum bahagia Lea lenyap setelah mengobrol dengan Presiden negara tetangga, Neotherland. Disebuah ruangan yang telah ditunjukkan oleh sang suami, Lea berbicara empat mata dengan sosok yang juga merupakan teman sejawat mendiang ayahnya tersebut.

"Maaf, bisa diulangi?" Lea bertanya dengan nada gemetar. Matanya mengerut sedikit karena senyum tak percaya yang tertutupi niqabnya.

"Salah satu penyebab Neotherland kalah perang--yang menyebabkan kamu kehilangan keluargamu adalah kerajaan Dobuski," Presiden Neotherland mengulang ucapannya dengan ekspresi geram. "Mereka mengkhianati kepercayaan kita dan usaha ayahmu di detik-detik terakhir hanya karena hasutan Abu Furqon!"

Pikiran Lea melesat jauh ke belakang, menguak memori yang dia harap tidak pernah ada. Perempuan itu menggelengkan kepala.

"Saya... tidak mengerti maksud anda?" Gumam Lea, terguncang.

"Seperti yang sudah aku ceritakan," ucap Presiden Neotherland. "Ayahmu pernah datang meminta bantuan pada Dobuski dua puluh tahun silam. Dengan penuh kepercayaan, ayahmu mengklaim bahwa Dobuski akan membantu Neotherland untuk merdeka dari Yerumia. Namun, kamu tau sendiri, saat Neotherland hendak di luluh lantakkan, Dobuski diam saja!"

Lea nyaris pingsan jika saja dia tidak sedang duduk. Napasnya memburu, keringat sebesar biji jagung mengalir deras dari dahinya, kepalanya berputar sementara ingatan lama itu mengalir seperti baru kemarin terjadi.

"Apa kamu menikah tanpa mengetahui fakta ini? Apakah kamu melupakannya?" Tuntut Presiden Neotherland.

"Tentu saja! Anda berharap saya mengingat kejadian naas itu setiap saat?" Bentak Lea tajam. Air matanya sudah tergenang karena trigger yang baru saja dia dapatkan. "Untuk apa terus mengingat masa lalu?"

"Karena tidak ada yang berubah dari keluarga itu!" Jawab Presiden Neotherland. "Aku khawatir kamu hanya dijadikan bahan politik, dimanfaatkan kemudian tidak di hargai. Meskipun kita tidak pernah bertemu sebelumnya, tapi aku sudah menganggapmu seperti anakku sendiri."

Lea mendengus, menatap tidak percaya pada pria dihadapannya itu meski air matanya telah mengalir. Yang benar saja?

"Apa anda menyamakan suami saya dengan orang lain?" Tanya Lea. "Terserah apa yang terjadi dua puluh tahun lalu. Persetan! Tapi saya mempercayai suami saya tidak seperti itu!"

"Apa kamu sudah pernah mencoba mengetesnya? Kepedulian suamimu padamu?" Tanya Presiden Neotherland dengan nada sinis. Lelaki itu kemudian merogoh saku jasnya, lalu melemparkan sebuah benda kepada Lea. "Dengarkan itu baik-baik dan pikirkanlah!"

Lea meraihnya, tape recorder kecil yang telah tersambung dengan headset. Meskipun awalnya ragu, toh akhirnya Lea membulatkan tekad untuk mendengarkan sesuatu yang Presiden Neotherland inginkan.

"Tuan Furqon, apa anda sudah mendengar mengenai rencana Pangeran Azzam yang hendak menikah dengan wanita pilihannya sendiri?" Sebuah suara yang tidak Lea kenal terdengar.

"Ya, tentu saja. Aku juga terkejut" jawab suara lain yang sama asingnya.

"Apa yang harus kita lakukan?" Suara pertama bertanya dengan nada cemas.

"Tidak perlu panik. Kita hanya perlu membereskan siapapun orang itu," jawab suara kedua tenang.

"Apakah anda sudah tau siapa orangnya? Apakah ratu memberitahu anda?" Suara pertama kembali bertanya.

"Pelan-pelan, Tuan Deena. Kalau  kita terburu-buru, Pangeran Azzam akan menyadarinya," suara Tuan Furqon kembali terdengar. "Tidak masalah meskipun mereka menikah. Malah, dengan begitu kita bisa melihat target kita dengan lebih baik."

"Saya akan mulai dengan menempatkan mata-mata di istana Emerald!" Ucap Tuan Deena, terdengar senang.

###

Butuh waktu lama bagi Lea untuk kembali baik-baik saja setelah mendengar informasi yang diberikan Presiden Neotherland. Perasaannya masih kacau, tapi setidaknya dia bisa tersenyum saat menemukan sosok suaminya di balkon bersama seorang perempuan asing.

"Ah, apa aku mengganggu? Maafkan aku!" Ucap Lea, berbasa-basi.

Pangeran Azzam tersenyum, mengulurkan tangan untuk menarik Lea mendekat.
"Tidak. Apa urusanmu dengan Presiden Neotherland sudah selesai?" Tanya Pangeran Azzam.

"Ya," jawab Lea tidak melirik suaminya karena merasa tidak nyaman dengan seseorang dihadapan mereka.

"Dia adalah Jasmine Furqon, anak dari perdana menteri dan salah satu temanku saat kecil," Pangeran Azzam memperkenalkan mereka.

"Nona Jasmine? Yang dirumorkan akan jadi isterimu itu?" Tanya Lea terkejut. "Wow! Anda cantik sekali!" Puji Lea, membuat perempuan yang ada dihadapannya tertawa.

Lea mengamati perempuan itu dengan teliti. Jasmine Furqon memang cantik, dengan tubuh tinggi semampai, rambut cokelat panjang sepunggung, wajah oval dan mata lebar, perempuan itu bisa jadi model atau selebriti. Namun bukan itu yang mengusik Lea. Nama Furqon, anak perdana menteri yang telah merencanakan pembunuhannya sejak lama kini berada di hadapan Lea langsung.

Lea ingin tau, apakah tawa Jasmine berarti tawa palsu yang dibaliknya tertanam rasa iri dan marah karena posisi Lea sebagai isteri Pangeran Azzam? Apakah sebenarnya Jasmine merasa posisinya telah di rebut? Atau perempuan itu memang tidak bersalah sama sekali?

"Maaf atas ketidaknyamanan anda karena rumor tidak berdasar itu," kata Jasmine sambil tersenyum ramah. "Dan kurasa anda jauh lebih cantik daripada saya"

"Itu tidak benar! Kurasa Pangeran Azzam merasa menyesal karena tidak menikah denganmu--" Lea terkejut saat sekali lagi Pangeran Azzam menangkup pipinya, membuatnya kesulitan berbicara.

"Jangan bicara hal yang tidak mungkin," tegurnya.

"Baiklah! Baiklah! Lepaskan aku! Ada hal yang harus aku sampaikan!" Pinta Lea, menggenggam lengan Pangeran Azzam yang menyentuh wajahnya dan menariknya menjauh. "Yang Mulia Ratu memanggilmu"

"Apa ada masalah?" Pangeran Azzam bertanya.

"Aku tidak begitu tau, aku juga baru selesai mengobrol," jawab Lea.

"Kalau begitu lebih baik kita lekas ke sana," Pangeran Azzam menggandeng Lea masuk kembali ke dalam ruangan setelah pamit kepada Jasmine.

"Kalian berdua bicara tentang apa?" Tanya Lea ingin tau.

"Tentang acara-acara sosial yang bisa kamu datangi. Kita perlu membangun image di depan publik agar penobatanmu sebagai putri mahkota bisa berjalan baik," jawab Pangeran Azzam yang disahuti Lea dengan gumaman paham.

"Aku akan sering pergi dengan Nona Jasmine?" Tanya Lea lagi.

"Lebih baik begitu," jawab Pangeran Azzam. "Jasmine punya banyak kenalan yang bisa membantumu menyesuaikan diri di lingkup bangsawan."

Tidak, batin Lea. Mau bertaruh? Lea hanya akan menjadi bulan-bulanan para bangsawan itu jika mereka berkumpul. Siapa sih orang sombong yang mau membungkuk ke orang yang derajatnya lebih rendah dibanding mereka?

###

Selamat menjalankan ibadah puasa....
Maaf telat u,u

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Crown PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang