Peacefull Village

70 11 2
                                    

Disebuah desa kecil nan asri, di daerah tepi negara Neotherland yang bernama Grassymoore village, terdapat satu keluarga yang status sosialnya sangat terjaga. Keluarga Autumn, yang terdiri dari seorang nenek, sepasang ibu dan ayah, serta seorang anak perempuan berusia lima tahun tinggal disana dan berbaur bersama warga desa. Tidak ada seorang pun yang tau, bahwa kepala keluarga dari Autumn adalah seorang ahli taktik dan strategi yang sering ikut campur dalam perang.

"Nah, Cream Buns! Apa yang kamu mau untuk hadiah ulang tahunmu yang ke lima?" Ayahnya bertanya dengan mata berbinar-binar antusias, menatap anak semata wayangnya yang berpikir sambil memegang kedua pipi merahnya yang gempal.

Mata hitam ayahnya sama sekali tidak membuatnya takut, meski orang-orang bilang ayahnya memiliki aura intimidasi yang kuat.
"Apa papa akan pulang nanti malam? Untuk merayakan ulangtahunku?" Bocah cilik itu bertanya dengan mata bulat yang menyipit curiga. "Papa akan sibuk seperti biasanya!" Tambahnya, menuduh.

"Azalea!" Suara ibunya menegur lembut. "Apakah baik berbicara seperti itu pada papa yang mau memberimu hadiah ulang tahun?"

Nenek yang sedang menenun di kursi goyangnya pun tertawa. "Lihatlah itu! Azalea kecil kita sudah bisa memprotes! Manisnya," ucap neneknya, tersenyum hangat.

Ibu Azalea mendekat sambil membawa beberapa mangkuk sarapan. Rambutnya yang pirang tergerai indah seperti biasa, sementara matanya yang berwarna ungu menatap anaknya dengan pandangan menegur. "Kalau kamu tidak minta maaf pada papa sekarang juga, mama tidak akan mendaftarkanmu ke sekolah!" Ancam wanita cantik itu.

"Aaah! Mama ingin punya putri yang bodoh?!" Ayah Azalea yang awalnya memasang ekspresi sedih, langsung tergelak mendengar ucapan anaknya.

"Azalea!" Ibunya ternganga tidak percaya.

"Tentu saja mama tidak mau punya anak yang bodoh!" Sahut ayahnya, cepat. "Tapi papa janji akan pulang malam ini untuk merayakan ulamg tahunmu!"

Senyum manis nan lebar segera menghiasi wajah bundar Azalea.
"Kalau begitu, Lea mau pie! Dengan lilin warna-warni yang banyakkkkk sekali! Ah! Dan boneka! Papa belikan Lea boneka, ya! Yang cantik seperti mama!"

"Astaga! Lihatlah anak manis ini! Kamu pintar sekali bicara! Baiklah! Papa akan turuti semua permintaanmu!" Ayahnya menyahut mantap. "Papa akan membawakan banyaaaakkkk sekali oleh-oleh dari Dobuski untuk Cream Buns papa!"

"Kamu benar-benar akan pergi ke Dobuski?" Ibu Azalea bertanya pada suaminya, sementara anak mereka berteriak-teriak senang.

"Tentu saja. Hanya mereka satu-satunya harapan kita saat ini," ayah Azalea menghela napas berat. Tentu saja, negara tetangga yang sedang berkembang menjadi negara maju itu menjadi harapan mereka di tengah hiruk-pikuk perang yang terjadi dimana-mana.

"Apa kamu yakin, mereka akan membantu?" Sekarang perhatian nenek yang sedang merajut pun teralihkan oleh ucapan anaknya.

"Aku tidak berharap mereka membantu di medan perang, Bu. Hanya bersuara untuk menghentikan perang ini sebentar saja. Kalau mereka mau membantu mengangkat senjata, tentu itu jadi bala bantuan yang luar biasa," jawab ayah Lea dengan nada lembut.

"Mama! Mama! Lea mau pakai sepatu merah!" Suara Azalea kembali menyela nyaring, menuntut sebuah perhatian dari ketiga orang dewasa yang sedang dilanda perasaan tegang itu.

"Ayo, kita sarapan dulu," ibu Lea menyahuti lembut. "Azalea, Sayang, bagaimana kalau kamu yang memimpin doa?"

###

Azalea melewatkan malam pergantian hari saat ulang tahunnya karema tertidur. Andai tidak terdengar suara letusan keras yang bertubi-tubi serta teriakan ketakutan orang-orang, atau ibunya yang membangunkannya dengan panik, tentu Lea akan terus tertidur dengan tenang di kamarnya.

"Bangunan di desa sudah hampir semuanya hancur," Azalea mendengar suara ibunya pecah karena panik dan takut.

"Ibu akan menghubungi pihak militer terdekat sekarang juga. Kamu harus pergi bersama Lea!" Suara neneknya terdengar penuh tekad.

"Ibu harus hati-hati!"

"Ya, ya! Kamu juga lekas selamatkan diri!"

Suara langkah kaki yang terburu-buru saling tumpang tindih hingga Lea pun tidak mengerti, berapa banyak orang yang berlarian di dalam rumahnya?

"Mama?" Lea memanggil dengan nada mengantuk. Dia ingin tidur sebentar lagi, dan ini bahkan belum jam untuk sarapan!

"Ssttt... Lea... Diam dan jangan bersuara!" Suara ibunya terdengar memperingatkan dalam bisikan. Lea menurut, memeluk leher ibunya lebih erat dengan mata yang kembali tertutup.

Tidak lama kemudian, suara ayahnya juga terdengar.

"Amy! Lea!"

"Jamal!" Ibunya terdengar lega sementara mata Lea kembali terbuka sedikit. Ayahnya tampak cemas, meski matanya melotot.

"Alhamdulillah, kalian baik-baik saja. Dimana ibu?"

"Ibu pergi ke pos keamanan terdekat. Apa yang terjadi?"

"Lebih baik kita juga segera pergi dari sini!" Ayahnya mendesak mereka untuk bergegas. Namun, begitu sampai di ruang depan, beberapa musuh sudah menghadang sementara suara bom masih memekkan telinga.

Lea tidak benar-benar tau apa yang terjadi. Hanya saja, tiba-tiba ayahnya menjauhkan tubuh Lea dari ibunya dan memaksa Lea untuk sembunyi di sebuah lemari penyimpanan.

"Tetap diam disana sampai kami menjemputmu, mengerti?" Untuk pertama kalinya, Lea merasa ketakutan melihat ekspresi ayahnya. Anak itu mengangguk sekali, menarik kakinya menempel di dada, bergelung dalam diam. Ayahnya menutup pintu lemari, tapi masih ada sedikit celah untuk udara masuk.

Tidak berapa lama kemudian, terdengar suara berisik dari beberapa orang yang merengsek masuk ke dalam rumah. Lea bisa melihat sepatu ayahnya dan sandal ibunya kembali ke sekitar lemari tempatnya bersembunyi, diikuti sepatu-sepatu lain yang entah berapa banyak jumlahnya.

Lea meringkuk ketakutan, apalagi terdengar suara-suara bernada tinggi yang saling membentak, diikuti dengan kemudian teriakan, suara tembakan dan diakhiri suara benda tajam yang mengiris daging.

Seketika napas Lea berhenti, dan tubuhnya mengejan kaku sementara matanya membelalak ngeri ketika melihat kepala ayahnya menggelinding hingga mata hitam beliau yang terbuka juga menatapnya kosong.

###

Entah sudah berapa lama hal itu terjadi. Yang jelas, orang-orang kemudian datang kembali dan menemukan dua mayat di rumah itu. Mereka segera mengevakuasi, dan menggeledah rumah untuk mencari korban lain atau musuh yang bersembunyi.

Lea masih tidak mengerti, membeku kaku karena syok yang luar biasa. Kemudian, pemeriksaan oleh orang-orang itu pun sampai di lemari tempatnya bersembunyi. Saat itu pula, Lea pingsan.

###

In Sha Allah nggak akan di unpub lagi wkwkwkwk

The Crown PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang