Lunch

44 12 2
                                    

Lea sudah menunggu Pangeran Azzam selama hampir tiga jam. Perempuan itu agak mengeluh karena sengaja membolos kuliah dan datang ke kantor pemerintahan pagi-pagi dengan berpikiran akan lebih mudah bertemu dengan Pangeran Azzam. Namun, saat jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas, rapat yang lelaki itu pimpin belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

"Mari tunggu sampai jam makan siang datang," gumam Lea pada dirinya sendiri. Dia sadar, kok, dia yang punya keperluan dan datang tanpa pemberitahuan, padahal yang ingin dia temui adalah seorang Putra Mahkota.

Selama menunggu, beberapa orang sudah mengamati Lea. Beberapa bahkan menolehkan kepala dua sampai tiga kali begitu melewati tempat Lea menunggu. Lea tidak membawa masker untuk menutupi wajahnya, karena dia cemas Pangeran Azzam tidak akan mengenalinya. Jadi, sekarang menjadi bahan lirikan orang-orang harus Lea tanggung.

"Maaf, saya lihat daritadi anda hanya duduk disini. Apa anda sedang menunggu seseorang?" Salah seorang pegawai di pemerintahan menyapa Lea. Lelaki yang mungkin beberapa tahun lebih tua dari Lea itu tampak mengulum senyum sambil membawa segelas kopi di tangannya. Tangan yang lain masuk ke saku celana.

"Iya, saya ada perlu," jawab Lea singkat.

"Kalau begitu, mungkin anda perlu makan siang terlebih dulu. Siapapun yang anda tunggu, kalau dia ada diruang rapat hari ini, tidak ada jaminan akan keluar dengan cepat," katanya, yang bahkan tidak memperkenalkan diri.

"Begitu, ya? Terimakasih atas informasinya. Saya akan pergi beberapa menit lagi," sahut Lea, membalas senyum ramah lelaki itu.

Lelaki itu terdiam, mengamati Lea untuk beberapa saat, mungkin juga menunggu Lea beranjak dari tempat duduknya. Namun, setelah sepuluh menit berlalu dengan obrolan ringan yang anehnya terus berpusat pada Lea, lelaki itu pamit untuk makan siang terlebih dulu.

Lea menghela napas panjang, berpikir untuk makan siang saat pintu ruangan yang selama ini ditunggunya terbuka. Pangeran Azzam dan beberapa orang yang dekat dengannya keluar lebih dulu diikutu pegawai pemerintahan yang lain.

Lea segera berdiri, tidak yakin untuk memanggil nama Pangeran Azzam agar menyadari keberadaannya. Seorang pria yang juga merupakan relasi Pangeran Azzam lebih dulu menyadari Lea dan mengerutkan kening.

"Apa yang sedang kamu lakukan disana? Siapa kamu? Aku belum pernah melihatmu sebelum ini?" Tanyanya, membuat orang-orang yang masih berada di sekitar ruang rapat juga menolehkan kepala pada Lea.

Lea tidak langsung menjawab, tapi bertukar pandang dengan Pangeran Azzam yang tampak terkejut.
"Mm, saya ada keperluan dengan Pangeran Azzam," jawab Lea, agak gugup.

"Apa? Untuk apa?" Pria itu bertanya, menatap Pangeran Azzam dan Lea dengan bingung.

"Tidak apa-apa, Paman. Silakan pergi terlebih dulu, saya akan menyusul," sahut Pangeran Azzam, tersenyum tenang.

Orang yang disebut paman oleh Pangeran Azzam itu masih tampak heran, namun karena Pangeran Azzam mendorong punggungnya, beliaupun pergi lebih dulu bersama pegawai yang lain.

"Kamu mau bicara diruanganku?" Tawar Pangeran Azzam yang segera diangguki Lea. Namun, karena ini sudah jam makan siang, ditambah Lea memang tidak sarapan, perut perempuan itu pun berbunyi protes.

"Oh? Kurasa ini waktunya makan siang," gumam Pangeran Azzam. "Bagaimana kalau makan di luar? Aku punya rekomendasi restoran yang cukup nyaman untuk dipakai makan siang sambil mengobrol"

"Apakah begitu tidak apa-apa?" Sahut Lea. Pangeran Azzam kembali mengulum senyum sebelum mengangguk.

###

Nusantara resto adalah sebuah restoran yang berdiri di tepi danau terbesar Dobuski. Selain makanannya yang terkenal enak, tempatnya berdiripun cukup menghibur. Pemandangan danau yang luas, dan gunung besar menjadi daya tarik utama restoran itu.

Yang lebih mengagumkan, restoran tersebut memiliki tiga puluh empat tema berbeda, dengan jenis makanan yang berbeda pula di setiap temanya. Lea yakin, pemiliknya adalah orang kaya. Tentu saja kalah kaya dengan seseorang yang kini berada di hadapan Lea hingga mampu mengosongkan salah satu tempat hanya untuk makan berdua.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Pangeran Azzam yang sudah membolak-balik buku menunya sejak tadi.

"Emmm," Lea bergumam, kembali meneliti menu makanan yang tersedia. "Konro?" Sahut Lea.

"Ada lagi? Dessert?" Tawar Pangeran Azzam.

"Pudding karamel, dan minumnya jis jeruk," jawab Lea.

Pangeran Azzam mengangguk dan mengangkat tangan untuk memanggil pelayan. Setelah menyebutkan pesanan mereka, Pangeran Azzam kembali memperhatikan Lea.

"Aku terkejut, ada masalah apa sampai kamu datang ke kantor untuk menemuiku?" Tanya Pangeran Azzam.

"Ah, itu karena saya tidak tau bagaimana cara untuk menghubungi anda," jawab Lea. "Beberapa hari belakangan ini, saya mempunyai pertanyaan-pertanyaan."

"Pertanyaan seperti apa?"

"Cincin? Maksud saya, anda tidak mungkin bisa menebak ukuran jari saya, kan?" Sahut Lea.

Pangeran Azzam tersenyum kecil sebelum mengangguk.
"Jadi, kamu datang untuk mengajakku mencari cincin pertunangan dan pernikahan?" Tanyanya.

"Tidak seperti itu juga. Saya hanya ingin tau, dan mungkin membantu kalau memang terjadi masalah," jawab Lea.

"Sejujurnya, aku sudah meminta Mama Zulaikha untuk mengurus semuanya," kata Pangeran Azzam.

"Ah, begitu ya?" sahut Lea.

"Tapi, kalau kamu memang ingin kita mencarinya bersama, maka aku tidak keberatan," jawab Pangeran Azzam.

"Anda sibuk," ucap Lea, mengingatkan. "Kalau Mama Zulaikha sudah mengurusnya, artinya masalah itu sudah beres, kan?"

"Tidak, tidak masalah. Aku bisa mengosongkan sisa jadwalku hari ini dan kita bisa pergi bersama," kata Pangeran Azzam. "Aku juga tidak menyadari kalau kita perlu banyak komunikasi. Maafkan aku"

Pelayan datang membawa pesanan minuman, membuat mereka diam selama beberapa saat. Lea menyadari bahwa tangan pelayan yang melayani mereka gemetar saat dia sudah dekat. Lea membuang muka ke arah danau, tidak ingin membuat kegugupan pelayan itu semakin menjadi sementara Pangeran Azzam sibuk dengan ponselnya.

Kesunyian singkat itu berakhir saat baju Lea tersiram jus jeruk. Tampaknya, kegugupan pelayan itu membuatnya tanpa sengaja membuT kekacauan.

"Lea! Kamu tidak apa-apa?" Pangeran Azzam bergerak cemas, sementara pelayan itu langsung bersujud ketakutan.

"Ma-maaafkan saya! Sa-saya tidak sengaja! Tolong maafkan saya Yang Mulia! Nona!" Ucap pelayan itu dengan suara bergetar.

"Saya tidak apa-apa, Yang Mulia," ucap Lea untuk menenangkan Pangeran Azzam. "Kamu, jangan bersujud begitu. Bangunlah! Tidak ada yang salah denganku selain baju yang basah. Bisakah aku meminta tolong padamu untuk membelikan baju ganti?"

Lea membantu pelayan itu berdiri, agak terkejut melihat ekspresinya yang menangis ketakutan. Ah, mungkin dia pegawai baru, pikir Lea.

"Ten-tentu. Saya akan segera kembali," kata pelayan perempuan itu, ingin segera pergi, tapi Lea tahan.

"Tunggu dulu! Aku kan belum memberimu uang untuk membeli pakaian!" Kata Lea.

"Sa-saya yang akan membayar. Baju anda jadi kotor dan basah karena saya, jadi..."

"Tidak perlu, simpan saja uangmu untukmu sendiri. Aku akan membayar bajuku, dan meminta tolong padamu untuk membelikannya, oke?" Sahut Lea, menolak ide pelayan yang mungkin baru lulus SMA itu.

"Kamu bisa memakai ini," ucap Pangeran Azzam, mengulurkan kartu debit berwarna hitam. Lea lagi-lagi menolak.

"Saya masih punya simpanan untuk membeli baju," ucap Lea. "Apakah toko pakaiannya jauh?" Lea bertanya pada pelayan itu.

"Didekat sini ada. Apakah anda ingin model khusus?" Tanya Pelayan itu, masih tidak berani memandang Lea maupun Pangeran Azzam.

"Tidak. Kamu bisa memilih apapun, yang kamu pikir akan cocok buatku!"

Pelayan itu menganggukkan kepala dan segera melaksanakan permintaan Lea.

###

The Crown PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang