Lea berlari sekuat tenaga, hampir-hampir menabraki setiap orang yang berada di lorong gedung yang sedang di lewatinya. Sesekali perempuan itu menoleh ke belakang, memastikan orang-orang yang mengejarnya masih tertinggal jauh.
"Aduh, aku tidak sanggup lagi! Aku harus sembunyi!" Gumam Lea, sudah kehabisan napas dan kelelahan akibat berlari. Beruntung baginya, ruang rektor hanya tinggal lima meter lagi.
Tanpa mengetuk pintu dan mengucapkan salam, Lea segera membuka kemudian menutup pintu itu lagi untuk bersembunyi. Sambil menenangkan napasnya, Lea melepas sedikit masker yang dia pakai. Suara riuh orang-orang yang tadi mengejarnya kembali terdengar.
"Ekhem!" Lea terkejut mendengar suara bass seseorang terdengar. Perempuan itu memang kembali maskernya sebelum menoleh dan mendapati Professor Wael tengah duduk di sebuah sofa bersama seorang tamu.
"Prof," gumam Lea pelan. Perempuan itu baru memutar otak untuk mencari alasan saat mendengar suara orang-orang yang mengejarnya semakin mendekat. Lea bergegas mendekati Professor Wael dan berlutut.
"Tolong bantu saya bersembunyi," pinta Lea, memohon.
Raut wajah Professor Wael tampak tidak ramah saat menyahuti permintaan itu.
"Untuk apa? Kamu membuat masalah lagi? Tidak tau kah kamu aku sedang ada tamu penting?" Tegur Professor Wael."Saya tidak bersalah!" Jawab Lea tegas. "Seseorang bernama Fadi tiba-tiba melamar saya, dan sekarang para isterinya mencari saya dengan marah!"
"Apa benar begitu?" Professor Wael menyipitkan mata curiga.
Lea menganggukkan kepala kuat-kuat, mengunci bibirnya agar tidak mengatakan apapun.
"Kamu akan aku hukum kalau berbohong!" Sahut Professor Wael. "Pangeran, maaf, tolong beri saya waktu sebentar saja!""Eh? Anda mau kemana?" Tanya Lea heran. Melirik ke arah pintu alih-alih tamu Professor Wael.
"Mengkonfirmasi ucapanmu barusan," jawab Professor Wael. Lea kembali diam, membiarkan Professor Wael beranjak pergi.
Begitu Professor Wael sampai di pintu, Lea bangkit dari posisinya dan berjingkat menuju jendela terdekat. Sebelum itu, dia melihat beberapa potong brownies di meja yang sedang digunakan untuk menjamu tamu.
Lea mendongak, akhirnya menyadari kalau tamu itu memperhatikannya dari tadi.
"Boleh saya minta kuenya?" Tanya Lea dengan nada berbisik, sesekali melirik Professor Wael yang sedang mencari sekumpulan orang.
"Tentu," jawab Putra Mahkota Dobuski itu di sertai senyum tipis. Lea cepat-cepat mengambil tisu, menyomot tiga potong kue sebelum melompat keluar dari jendela bersamaan dengan teriakan murka Professor Wael.
"NONA AUTUMN!"
Sang Putra Mahkota yang masih memperhatikan sambil terkejut itu pun mendapat seulas senyum dan ucapan terimakasih meski yang bisa dilihatnya dari Lea hanya sepasang mata yang menyipit manis.
"Yaa Allah, anak itu!" Professor Wael tampaknya benar-benar berang dengan ulah Lea kali ini, hingga dia memanggil beberapa mahasiswa yang melewati kantornya untuk membawa Lea kembali ke sana.
"Yang Mulia, tolonga maafkan saya. Anak itu... Anak itu benar-benar biang masalah! Saya sangat malu anda melihat kejadian semacam ini!" Ucap Professor Wael.
Putra Mahkota mengalihkan pandangan dari jendela sambil tersenyum tipis.
"Tidak apa-apa," jawabnya.
###
Aku ingin mati. Mungkin dengan begitu rasa lelah yang berat ini akan hilang. Rasanya, menusuk jantung akan terasa melegakan. Atau gantung diri saja? Rasa mencekik di lehernya tidak akan semenyiksa sekarang. Perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh, aku ingin menyingkirkannya.
Lea memegang kepalanya, merasa semakin frustasi di kamar flatnya yang sepi. Hingga beberapa saat kemudian, bel berbunyi. Tersentak sadar, Lea sempat tertegun dengan pikiran alam bawah sadarnya sebelum kemudian beristighfar dan nyaris berlari untuk membukakan pintu.
Mina dan Yuna sudah berdiri menunggu dengan tangan penuh camilan.
"Assalamualaikum," mereka berdua menyapa."Waalaikumsalam," sahut Lea.
"Ada apa dengan ekspresi wajahmu? Apa terjadi sesuatu?" Tanya Yuna.
Lea menarik napas dalam sebelum menggelengkan kepala sambil tersenyum.
"Tidak. Masuklah dulu," katanya. Lea berusaha mengontrol ekspresi wajahnya sebelum kembali menghadapi kedua temannya itu. "Jadi, apa yang membuat kalian kemari?""Hari ini adalah hari pertama pekan olahraga!" Jawab Mina, nyengir. "Ayo nonton bersama! Aku sudah membawa camilan!"
Lea mengulas senyum kecil, menutup pintu apartemennya lagi sebelum mengikuti langkah kedua temannya menuju ruang tengah. Ah, Mina dan Yuna menjadi dekat setelah mereka berdua menunggui kuliah Lea hingga selesai. Lea awalnya juga bingung, kenapa mereka menunggu Lea menyelesaikan jam kuliah? Dan pertemanan mereka berlanjut begitu saja.
"Dan aku kesini untuk berkonsultasi denganmu," sahut Yuna pada Lea.
"Konsultasi?"
Yuna tersenyum, agak malu-malu namun tampak gembira.
"Kamu tau, aku dapat pacar baru!""Ha?" Mina menjatuhkan belanjaannya dengan dramatis.
"Apa?" Gumam Lea, juga terperangah.
"Apa kamu bilang?"
"Oh, ayolah teman-teman! Reaksi kalian berlebihan!" Keluh Yuna. "Semua orang juga berpacaran! Kenapa kalian menatapku seolah hanya aku orang yang berdosa didunia ini?"
"Tidak semua orang berpacaran," gumam Lea, mengerutkan kening.
"Beri dia penjelasan, Lea," sahut Mina, mendukung.
"Ck!" Yuna berdecak, wajahnya merengut sebal.
"Lakukan saja," balas Lea, sekarang menatap wajah Yuna lekat.
"Le!" Tegur Mina jengkel.
"Itu hidup Yuna," sahut Lea, mengangkat bahu.
"Tapi, ini sama saja dengan kita mendukungnya melakukan zina!" Balas Mina gusar.
"Itu kan dosaku?" Gumam Yuna, menggerutu.
"Dan kami, sebagai temanmu juga akan disidang di akhirat nanti!" Mina melotot. Perempuan yang jarang marah itu, kini menatap Yuna jengkel.
"Mungkin itu karena traumanya. Orang-orang memiliki sikap yang berbeda dengan hal yang membuat mereka trauma," ucap Lea, mencoba nenenangkan teman-temannya. "Tidak apa-apa, Mina. Ceramahi saja Yuna. Setelah itu, keputusan Yuna adalah tanggungjawabnya sendiri."
Mina menggertakkan gigi sambil memicingkan mata ke arah Lea. Perempuan itu menyadarinya, dan tersenyum geli.
"Sudahlah! Bukankah kamu ke sini mau menonton Pekan Olahraga?" Ucap Lea, mengingatkan.
Mina menghela napas panjang sebelum memanggil Yuna yang masih cemberut.
"Dengarkan aku sekali ini saja. Kamu tidak melakukannya juga tidak apa-apa. Aku hanya akan melakukan ini sekali untuk selamanya," katanya sebelum kemudian berkacak pinggang. "Aku harus mengingatkanmu bahwa, pacaran itu zina! Aku menyayangimu sebagai teman, dan aku takut pada Allah jadi aku mengingatkanmu pada hal ini!""Tidak apa-apa. Allah Maha Pengampun. Aku akan memohon ampunan-Nya!" Sahut Yuna.
Mina menggeram gemas, sementara Lea membuka salah satu snack yang Mina bawa mendengar jawaban Yuna.
"Dengan begitu, aku punya alasan untuk tetap bertahan hidup," lanjut Yuna dengan bergumam. Lea mendongak, kembali menatap Yuna dan menyadari bahwa mungkin, ekspresi wajahnya juga tampak seputus asa itu beberapa saat yang lalu.
"Aku tidak akan memaksa mu untuk menceritakannya, tapi, kamu perlu tau bahwa aku ada disini kalau kamu ingin berbagi kesedihanmu," ucap Mina yang menyahut dengan nada bersungguh-sungguh.
Yuna tersenyum sedikit ke arah Mina sebelum mengalihkan pandangan pada Lea.
"Kamu pernah bertanya, apakah melihatmu membuatku teringat pada kejadian dulu, kan? Jawabanku adalah, tidak" katanya. "Aku senang, karena kalau tidak ada kamu, aku mungkin tidak akan ada disini lagi."###
![](https://img.wattpad.com/cover/321299585-288-k446273.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Princess
قصص عامةBuku ke dua The Crown Prince, My Husband. Menjawab segala pertanyaan 'kenapa?' dari buku pertama. In Sha Allah 🙈 "Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Meng...