Lea mendapat kesan baik selama masa pendekatannya dengan Pangeran Azzam meskipun mereka jarang bertemu. Lea masih belum bisa melupakan ucapan Pangeran Azzam di malam api unggun, dan hal itu menjadi kekuatan baru Lea untuk bertahan hidup.
Seminggu yang lalu, Lea telah bertemu dengan keluarga kerajaan dan berita tentang pernikahan Putra Mahkota Dobuski pun telah di umumkan. Meskipun begitu, toh Lea tidak berubah menjadi lebih anggun dan tenang.
"Lea..." Ucap Profesor Wael, terdengar nyaris putus asa untuk menegur perempuan itu.
"Perempuan macam apa kamu? Bagaimana bisa kamu menggantungkan ban mobil di atas pohon?" Suara seorang mahasiswi yang menjadi korban Lea saat ini pun terdengar marah.
Lea melirik ban mobil yang dimaksud, kemudian ke perempuan itu.
"Darimana kamu tau aku yang meletakkannya disana?" Tukas Lea, berkilah. "Kamu punya bukti?"Perempuan itu kelabakan, tidak tau harus bicara apa karena dia memang tidak memiliki bukti atas dugaannya. Meski begitu, siapa lagi yang punya sifat jahil di Universitas Dobuski, yang akan dengan semangat mencopot ban mobil dari tempatnya kemudian menggantungkannya di sebuah pohon?
"Ambil itu lagi, Lea. Dan pasangkan ke tempat semula," suruh Profesor Wael, terdengar pasrah.
"Ya? Kenapa saya?" Sahut Lea, membelalakkan mata.
"Kamu bisa berkilah, kalau aku tidak melihatmu melakukannya," ucap Profesor Wael. "Tapi, kamu ingat Allah selalu melihat dan mencatat perbuatanmu, kan? Nah, sekarang, turunkan ban mobil itu!"
Lea cemberut tidak terima, "bagaimana cara saya menurunkan ban itu?"
"Entahlah? Aku saja tidak bisa memikirkan caramu menggantungnya disana," balas Profesor Wael, memilih untuk bersikap sama menyebalkannya.
Lea menggerutu, mendekati pohon yang tidak terlalu tinggi itu kemudian mulai naik ke atas pohon. Orang-orang yang menemani korban Lea melapor ke Profesor Wael, maupun orang-orang yang kebetulan lewat berhenti berjalan untuk melihat kelakuan Lea.
"Kamu tadi naik ke atas sana seperti itu?" Profesor Wael tampak takjub begitu Lea kembali menjejakkan kaki ditanah. "Kamu ini perempuan macam apa?"
"Benar kamu, kan?" Gerutu korban Lea, kesal.
"Bukankah kamu yang lebih dulu bersikap menyebalkan?" Dengus Lea, sama kesalnya.
"Apa salahnya perkataanku? Nona Jamila memang bangsawan miskin, bahkan tidak sanggup membayar beberapa pelayan?" Ucap perempuan itu, melototkan mata.
"Salahmu adalah ikut campur dalam urusannya!"
"Kamu juga ikut campur dalam urusanku!"
"Stop! Stop! Kalian berdua bersalah!" Putus Profesor Wael, menengahi. "Azalea, minta maaf pada Nona Ilma. Lalu, Nona Ilma, kamu harus meminta maaf pada Nona Jamila! Kalian paham?"
"Saya akan meminta maaf padanya setelah dia meminta maaf pada Nona Jamila," gumam Lea.
"Appaaa??" Nona Ilmu kembali merasa tidak terima.
"Seseorang, cepat panggilkan Nona Jamila ke sini!" Profesor Wael berseru, mulai tidak sabar dengan dua mahasiswi di hadapannya.
###
"Saya bahkan tidak tau kalau Nona Ilmi berkata demikian," ucap Nona Jamila, mahasiswi tingkat tiga yang mana satu jurusan dengan Yuna. "Tapi, terimakasih sudah membela saya, meski kita tidak saling mengenal"
"Saya hanya merasa kesal dengan orang-orang seperti itu. Maaf kalau justru membuat anda tersinggung," sahut Lea yang menemani Nona Jamila berjalan kembali ke gedung Hubungan Internasional.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Princess
Ficción GeneralBuku ke dua The Crown Prince, My Husband. Menjawab segala pertanyaan 'kenapa?' dari buku pertama. In Sha Allah 🙈 "Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Meng...