Prolog

22 5 3
                                    

Halo teman-teman, ini karya terbaru Biru Zen setelah cerita "Permata Jiwa" sudah rampung. Semoga kalian terhibur dengan cerita terbaru kali ini yaww hehehehe

Selamat membaca teman-teman. Semoga terhibur dengan cerita di episode ini yaaww...
Selalu dukung Biru Zen terus yaw dan boleh bantu vote jugaaaaa!!!!

Di sebuah ruangan yang disebut dapur, terdapat seorang wanita berambut pirang. Rambut panjangnya diikat menjulang. Namanya Luna. Wanita itu sedang asyik menyiapkan makanan. Bahkan dia masih mengenakan seragam kerjanya.

Dengan gemulainya, ia memotong sayuran, menambahkan garam dan gula secara bersamaan ke dalam panci. Menuangkan jus kedalam gelas. Menata meja makan dengan rapi dan bersih.

Suara pintu terbuka. Wanita berambut pirang itu segera berlari menuju pintu. Menyambut anaknya, Mira, yang baru pulang dari kegiatan sekolahnya.

Namun, alangkah terkejutnya ia, saat melihat putri kesayangannya itu pulang dengan keadaan yang awut-awutan. Air matanya menetes deras. Rambutnya berantakan. Wajahnya cemong disana dan disini. Bahkan ada sedikit luka lebam di tubuhnya.

"Ma, kenapa aku tidak secantik Mama. Kenapa rambutku tidak pirang seperti Mama. Kenapa mataku tidak biru seperti Mama. Atau kenapa aku tidak semanis Papa. Kenapa, Ma? Mereka merundungku karena aku tidak mirip Mama. Aku jelek. Tapi, aku mempunyai Mama yang sangat sempurna kecantikannya. Mengapa, Ma? Mengapa?" Mira terisak.

"Yaampun! ada apa denganmu? Kenapa kamu jadi seperti ini? Ayo masuklah dulu. Mama akan mengobati lukamu, Mira." Luna menuntun Mira yang masih menangis. Raut wajahnya terlihat panik.

"Jawab pertanyaanku dulu, Ma. Mira juga ingin cantik seperti Mama. Mereka bilang, Mira harusnya bisa secantik Mama atau semanis Papa. Tapi bahkan mira tidak mirip kalian berdua. Mira juga bahkan tidak sempat melihat wajah Papa dihadapan Mira sendiri." Luna terdiam mendengar perkataan Mira.

"Mama akan menjelaskannya setelah Mama mengobati luka ini. Dan setelah makan malam, Mira." Luna memeluk erat putri kesayangannya itu.

"Tidak, Ma. Tidak. Mira ingin sekarang juga. Mira sudah lelah dengan ocehan mereka semua. Selama ini mira tidak bisa menyangkal perkataan mereka karena Mira tidak tahu kejelasan tentang ini semua." Mira melepaskan pelukannya dari Luna. Menatap Luna dengan mata sembabnya.

Luna berdiri dari duduknya. Wanita berambut pirang itu menuju sebuah rak. Mengambil kotak obat yang tersedia di sana. Lalu, Luna kembali duduk di samping Mira.

"Mama akan menjelaskannya sambil mengobati lukamu." Luna tersenyum. Mira hanya mengangguk perlahan.

"Baiklah, biar Mama bercerita untukmu, Mira...

LuKa, juga sebuah cerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang