Episode 14

3 1 0
                                    

Selamat membaca teman-teman. Semoga terhibur dengan cerita di episode ini yaaww...
Selalu dukung Biru Zen terus yaw dan boleh bantu vote jugaaaaa!!!

Haris mulai menghubungi Harun dan Vita. Hanya merekalah orang terdekat Haris. Luna sedari tadi masih terdiam di sana.

"Luna, ayo ikut aku. Kita akan cari Jaka sekarang." Haris menyadarkan Luna dari lamunan.

"Iya, Mas. Luna takut terjadi hal buruk pada Jaka."

Mereka keluar dari toko roti itu. Haris menggembok pintu kaca toko. Mereka berjalan kearah blok 2, menuju sekolah. Dipertengahan jalan, mereka bertemu dengan Harun dan Vita yang berboncengan dengan sepeda motor.

Vita yang sadar berpapasan dengan Haris dan Luna, menepuk pundak Harun berkali-kali. Harun pun mematikan mesin sepeda motor yang mereka naiki itu. Vita buru-buru turun dari motornya, menghampiri Haris dan Luna.

"BAGAIMANA BISA HILANG?!" Vita bertanya cemas.

"Aku juga lagi mencoba mencari, Vit. MEMANGNYA KAMU KIRA INI SALAHKU?! Jangan seakan-akan menyalahkanku begitu dong!" Haris tersulut emosi.

Luna hanya terpaku menatap mereka berdua. Luna tidak bisa melakukan apapun untuk menghetikan pertengkaran mereka.

"Sudah dong! Kalian itu sudah tua!" Harun meraih pundak Vita. Mencoba melerai.

"Sekarang kita fokus mencari Jaka terlebih dahulu. Dia itu anak Disabilitas, dia pasti kesulitan untuk melawan." Lanjut Harun.

"Mulai dari mana?" Vita menghelas napas panjang.

"Kita berpencar. Aku cari sama Vita." Saut Harun.

"Terserah." Haris menatap tajam Harun.

"Mas, Bu, aku bagaimana? Aku juga mau mencari Jaka." Luna meraih telapak tangan Vita.

"Luna, kamu pulang saja ya? Nino nanti di rumah sendirian, kasihan Nino." Vita menyamakan tinginya dengan Luna.

"Tapi, Bu, Luna mau ikut!" Vita berpikir sejenak. Akhirnya ia menganggukan kepalanya, setuju.

"Sekarang begini saja, aku dan Luna cari Jaka naik motor. Kalian berdua terserah. Sisanya aku serahkan ke kalian." Vita menarik helm dari kepala Harun.

Lalu mengenakan helm itu kepada Luna.

Vita melajukan sepeda motornya. Mereka menyusuri jalanan yang sepi. Vita memberhetikan motornya di dekat jalanan hutan. Vita turun dari sepeda motornya.

"Luna, mari kita cari Jaka di sini." Vita mengulurkan tangannya.

"Apa Bu Vita yakin?" Luna terlihat cemas.

"Aku yakin Luna. Biar mereka mencari Jaka di jalanan yang bisa dilalui kendaraan. Kamu tidak mau kehilangan Jaka, bukan? Kita masih sempat jika ingin menyelamatkannya sekarang." Vita mengelus lembut kepala Luna.

"Kenapa Bu Vita yakin sekali?" Luna bertanya.

"Karena tempat seperti ini rawan untuk menjadi tempat pembuangan orang. Kita tidak tahu apakah Jaka masih hidup atau tidak. Tapi, setidaknya jika memang nyawanya sudah tiada, jasadnya kita bisa temukan."

"Kenapa Bu Vita berbicara seperti itu?" Luna mengerutkan dahi.

"Sudahlah, ayo, Luna." Vita tersenyum sembari mengulurkan tangannya.

Mereka berjalan menyusuri hutan. Mereka juga berteriak nama "Jaka" di setiap langkahnya.

Jalanannya becek, Luna dan Vita menghentikan langkahnya. Vita yang mungkin lelah, menduduki sebuah pohon besar yang sudah tumbang. Luna pun ikut duduk di sana.

Sunyi. Hanya suara jangkrik dan burung pematuk yang terdengar. Vita menatap ke atas langit. Sinar matahari menembus dedaunan yang rindang.

Hembusan angin yang datang, menerpa rambut panjang Luna. Luna menghirup udara segar. Bau tanah tercium pekat. Mereka berdiam diri, menikmati tenangnya alam.

"Kamu ingin tahu lebih dalam tentang Jaka, Luna?" Vita bertanya.

"Apa Bu Vita mengenal Jaka lebih dalam dari yang kukira? Sudah kuduga! Bu Vita tadi juga bertengkar dengan Mas Haris karena Jaka." Luna seolah menebak.

"Benar, Luna. Kamu tahu, Luna? Jaka itu bukan anak kandung dari orang tuanya. Jaka itu aku temukan dengan Haris dulu. Kamu mau aku ceritakan, Luna?" Vita menengokkan kepalanya kearah Luna.

"Apa?! Tolong ceritakan padaku, Bu." Luna mengerutkan dahi.

"Dulu, aku berpacaran dengan Haris. Waktu itu, saat kami berdua sedang ingin berjalan-jalan di tepi pantai, aku mendengar suara tangisan bayi. Tapi suaranya samar. Aku terus mencari suara itu, Haris juga ikut mencarinya karena dia juga mendengar suara tangisan bayi itu. Akhirnya, kami menemukan seorang bayi yang ditutupi dengan dedaunan di bawah pepohonan dekat pantai.
Aku dan Haris lantas membawa bayi itu. Kami membawanya kerumah sakit, kami ingin memeriksa keadaan bayi itu. Untung saja keadaan bayi itu sehat-sehat saja. Hanya saja, dia memang cacat darilahir. Mungkij itu alasannya dia di buang.

Kami bingung akan membawa bayi itu kemana, akhirnya kami memutuskan membawanya terlebih dahulu ke rumah Haris.
Namun, saat kami sampai di rumah Haris, Ibunya langsung menghampiri kami, menampar wajahku dan Haris dengan kecang.
Ternyata, ada seseorang yang melihat saat kami membawa bayi itu ke rumah sakit. Banyak rumor tidak jelas yang menyebar dengan cepat.
Aku dan Haris di paksa untuk mengakhiri hubungan kami, karena Haris juga tidak ingin rumor itu menyebar, akhirnya kita putus.
Hatiku benar-benar hancur di saat itu. Memang waktu itu usia kami masih 17 tahun. Namun, aku benar-benar mencintai Haris.
Bayi itu juga di ambil alih oleh saudara jauh Haris yang memang tidak memiliki anak." Vita menghela napas panjang.

"Aku kira Bu Vita itu ada hubungan dengan Pak Harun. Soalnya, Pak Harun itu terlihat suka pada Bu Vita sih." Luna menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ya. Dia juga suka padaku. Tapi aku tidak. Bagaimanapun, aku masih mencintai Haris. Sudah 10 tahun lalu kejadian itu berlalu. Aku masih berharap Haris kembali kepadaku. Namun, jangankan itu, bahkan hubungan kami semakin hari semakin memburuk." Vita mendongakkan kepalanya.

"Jadi Bu Vita sebenarnya kenal Jaka dari masih bayi?" Luna bertanya asal. Mencoba mencairkan suasana.

"Ya. Namun, aku tidak tahu bahwa Jaka itu bayi yang waktu itu aku temukan bersama Haris. Aku diberitahu oleh Harun saat Jaka pertama kali masuk sekolah."

"Maaf, jadi membahas hal-hal seperti padamu, Luna. Tidak seharusnya aku membicarakan masalah percintaan kepada anak kecil. Dan tolong, jangan beri tahu Jaka soal ini, ya." Luna menganggukkan kepalanya.

Vita berdiri dari duduknya. Luna pun ikut berdiri. Mereka memutuskan untuk melanjutkan mencari Jaka. Jalanan yang becek, membuat sepatu Vita kotor.

Mereka terus berteriak memanggil nama "Jaka". Setelah cukup jauh berjalan kedalam hutan, mereka melihat rumah kosong yang sudah rapuh. Bahkan hampir ambruk.

Vita berjalan menuju rumah itu. Luna mengikuti dari belakang, ia memeluk lengan Vita, takut. Ada kayu besar yang menghalangi pintu. Vita dan Luna mengalihkan kayu besar itu. Vita membuka pintu rumah itu dengan perlahan. Ia melihat samar-samar kedalam.

Tiba-tiba, seseorang keluar dari rumah itu. Belum sempat Vita bereaksi, seseorang itu sudah lari terbirit-birit. Bahkan langkah kakinya lebih cepat dari seorang harimau yang berlari mengejar mangsanya.

"APA ITUUU!!!!!" Luna berteriak kencang sambil mengeratkan pegangannya pada lengan Vita.

"Seperti anak kecil." Vita mengerutkan dahi.

Vita membuka kembali pintu itu. Membukanya lebih lebar. Sinar matahari mulai menerangi sudut-sudut ruangan. Terlihat di ujung sudut ruangan, ada sebuah kursi roda.

Wanita berambut pendek itu dengan segera membuka pintu yang baru separuh terbuka menjadi terbuka lebar.

"JAKA!" Vita berteriak histeris.

Jaka yang tergeletak tak berdaya di lantai itu, menolehkan kepalanya. Tampangnya awut-awutan. Wajahnya pucat pasi. Badannya yang kurus bahkan tidak dikenakan pakaian.

Terimakasih sudah membaca teman-teman!!! Nantikan episode selanjutnya yawwww!!!

LuKa, juga sebuah cerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang