Episode 30

2 1 0
                                    

Selamat membaca teman-teman. Semoga terhibur dengan cerita di episode ini yaaww...
Selalu dukung Biru Zen terus yaw dan boleh bantu vote jugaaaaa!!!

PERINGATAN!!!

EPISODE INI MEMUAT CERITA YANG DAPAT MENIMBULKAN RASA TIDAK NYAMAN. EPISODE INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN

Setelah sampainya di rumah, Luna langsung masuk ke dalam kamarnya. Dia membanting pintu kamarnya itu dengan keras. Bahkan pada saat makan siang, Luna enggan untuk keluar dari kamarnya. Luna merenung di kamarnya. Terkadang juga ia menangis, bukan karena rasa sakitnya.

Namun, karena rambutnya. Rambut Luna yang selalu menjadi harta karun Luna. Harta karun yang selalu dia jaga dengan baik. Sekarang, rambutnya hanya tersisa hingga bagian leher.

Sebuah panggilan telepon masuk ke ponsel Luna.

Jaka menelepon Luna. Dengan segera, Luna menjawab telepon itu.

"Hallo, Luna?" Jaka menyapa lembut.

Luna terdiam. Isakan tangaisnya malah semakin deras. Luna yang mendengar isakan tangis semakin kencang, mematikan teleponnya karena isakan tanggisnya tak bisa di bendung.

Jaka mencoba meneleponnya lagi, namun, Luna tidak menjawab panggilan telepon itu. Akhirnya, Jaka memutuskan untuk menelepon menggunakan telepon toko roti. Leonardo mengangkat telepon rumah yang berdering itu.

"Hallo, Luna?" Suara Jaka cemas.

"Ini dengan Leonardo, ayah Luna. Apa ini Jaka?" Leonardo bertanya.

"Ah, Paman Leonardo. Iya, benar, ini Jaka."

"Jaka, apa kamu ada waktu untuk kemari hari ini juga? Bersama Nino juga tak apa. James akan menjemput kalian. Keadan Luna... Sangat buruk sekarang." Leonardo menyeka ujung matanya.

"Ada apa dengan Luna?" Jaka bertanya cemas.

Leonardo menghapus air matanya yang mulai berjatuhan. Dia menceritakannya di berbarengi dengan isakan tangis.

"Aku bisa! Aku bisa kesana sekarang!" Jaka menjawab mantap.

                              ***
Tok! Tok! Tok!

Pintu kamar Luna diketuk dengan lembut.

"Luna?"

Luna yang mendengar suara khas itu, segera berlari ke arah pintu kamarnya. Dia membuka pintu itu dengan cepat.

"JAKA!" Luna berlari memeluk Jaka. Tidak peduli dengan kakinya yang terluka. Tidak peduli dengan punggungnya yang memar.

Isakan tangis Luna, terdengar jelas. Nino yang baru saja masuk ke dalam rumah Leonardo, juga ikut memeluk Luna dari belakang.

"Nino...?" Suara lirih Luna menyapa.

Nino mengusap lembut punggung Luna. Senyum mulai mengembang di wajah Leonardo. Menatap Putri Semata Wayangnya itu mengadu kepada dua orang yang paling ia cintai.

"Ken dimana?" Leonardo berbisik pada james.

"Entah. Ibunya bilang, dia ingin pergi sebentar." James menjawab.

Setelah beberapa menit mereka saling memeluk, Luna berdiri dari duduknya. Leonardo dan Nino membantunya.

"Aku ingin berbicara berdua dengan Jaka. Tidak apa kan, Nino, Ayah?" Luna mengarahkan pandangannya kepada Nino dan Leonardo.

Mereka mengangguk dengan bersamaan. Luna berjalan menuju balkon yang di sinari cahaya sang penguasa malam. Jaka juga melajukan kursi rodannya bersamaan dengan Luna. Langkah Luna tertatih-tatih karena kakinya yang terluka.

LuKa, juga sebuah cerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang